Kuliner Khas Sate Lodok dari Desa Tembok Simbol Akulturasi

Oleh Ketut Indah Cwaca Riya Prasatya

Bik Sapiah, legenda kuliner desa.

Langkah awal kita memasuki kediaman itu, sudah tercium aroma khas yang menyeruak ke dalam indra penciuman kita. Aroma khas dari potongan-potongan daging yang dibakar dan dibumbui dengan resep istimewa ini memang sangat memikat.

Seolah kepulan asap itu sengaja menghipnotis siapapun yang berada disekitarnya. Perihal rasa, masakan ini memang tidak pernah gagal. Aneka rempah, rasa manis dan juga gurih bercampur menjadi satu. Ya sate, makanan yang terbuat dari potongan-potongan daging kecil dan ditusuk sedemikian rupa lalu dibakar dan dilengkapi dengan bumbu khas daerah masing masing.

Sate sendiri memiliki cita rasa yang berbeda disetiap daerah yang berbeda. Sate tidak hanya bisa kita beli di restoran-restoran maupun rumah makan besar, tetapi juga di tempat tempat terpencil ataupun di pinggiran jalan.

Seperti Bu Muslimah, yang akrab dipanggil Bik Sapiah. Seorang wanita berusia 72 tahun yang berprofesi sebagai pedagang sate. Beliau seorang pedagang sate yang cukup terkenal di desa ini. Sate yang dibuat dan diperjual belikan yaitu sate lodok, sate khas lombok bercita rasa tradisional dan disukai oleh banyak orang.

Ketika ditanya mengapa Ia lebih memilih bisnis ini daripada bisnis lainnya, Bik Sapiah menjawab, “selain karena sate ini merupakan makanan khas dan memiliki banyak peminat, saya juga memilih untuk berjualan sate lodok ini karena sudah turun temurun dari orang tua saya.” Bik Sapiah merupakan generasi kedua di keluarga yang meneruskan bisnis ini. Beliau sudah berjualan sejak tahun 70an.

Penghasilan yang didapat pun tidak menentu, perhari memperoleh hasil jualan sekitar Rp500-800 ribu rupiah dan hanya mendapat keuntungan Rp100 ribu rupiah perhari sudah dipotong untuk gaji karyawan. Karyawan yang bekerja disana ada 5 orang di antaranya Mbak Yuli, Bik Badriah, Bik Suriani, Ninik Siti dan Mbak Rohana serta Wak Rahimin suami dari Bik Sapiah yang juga kerap membantunya.

Bik Sapiah biasa berjualan di desa tetangga, yaitu desa Sambirenteng. Sebelumnya Ia biasa berjualan keliling tetapi setelah memiliki kios di Sambirenteng memilih untuk menetap berjualan disana. Ia memulai proses pembuatan sate tersebut sekitar pukul 8 pagi sampai selesai, selanjutnya sekitar pukul 2 siang Bik Sapiah mulai berjualan.

Langkah pertama dari proses yang dilakukan adalah pembuatan blayag yaitu beras yang dibungkus menggunakan plastik lalu direbus selama 2 jam, untuk perhari biasanya menghabiskan 4 kg beras. Langkah selanjutnya yaitu menyiapkan bumbu seperti santan, tepung beras, rempah rempah bumbu lengkap yang diblender menjadi satu lalu digoreng untuk mengurangi air yang ada pada bumbu, setelah itu direbus serta ditambahkan santan dan tepung beras lalu diaduk sampai mengental.

Nah bumbu inilah yang dikenal dengan lodok, bumbu yang memiliki rasa khas dan digemari banyak orang. Proses selanjutnya adalah pemotongan daging sate yang dilumuri kunyit dengan maksud agar daging dari sate sedikit berwarna kekuningan, lalu ditusuk sedemikian rupa setelah itu dibakar menggunakan arang agar memiliki aroma yang khas. Dari 30 ekor ayam bisa menghasilkan 1000 lebih tusuk sate. Bumbu Lodok sendiri bisa bertahan satu hari lamanya, jadi jika ingin membeli untuk dibawa pergi jauh bumbu bisa dipisah dengan satenya. Untuk 1 porsi sate seharga 15 ribu rupiah yang berisi 6 tusuk sate dan 3 blayag.

Bagi seorang pedagang seperti Bik Sapiah untung dan rugi merupakan hal yang biasa, “dalam berjualan saya tidak hanya mendapat keuntungan tapi juga pernah mengalami beberapa kali kerugian, tetapi saya dapat memakluminya dalam dunia perdagangan,” kata Bik Sapiah. Beliau juga kerap kali memiliki hambatan-hambatan dalam berjualan sate ini. “Saya juga memiliki hambatan saat melangsungkan bisnis ini seperti ketika daging atau bahan bahan lainnya tidak tesedia dengan lengkap dan saat pembelian tidak stabil, pembeli kadang sepi kadang juga ramai,” ujarnya.

Tidak jarang Bik Sapiah merasa beliau lebih senang berjualan seperti dulu dibandingkan sekarang, karena meurut Bik Sapiah peluang jualan dulu lebih laris dibandingkan sekarang. Meskipun begitu Bik Sapiah tetap semangat melanjutkan bisnisnya walaupun hanya sekadar untuk mempertahankan usahanya demi roda perekonomian kehidupan dalam rumah tangganya.

The post Kuliner Khas Sate Lodok dari Desa Tembok Simbol Akulturasi appeared first on BaleBengong.id.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *