Si Nona Sempurna dan Sang Ratu Drama

Penulis: Dyan Sheldon, Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2007)

Dua sahabat hidup berdampingan dan saling berbagi di Dellwood, Woodford, sebuah kawasan elit di New Jersey. Salah satunya, Ella Gerard, seorang lugu dan penurut dengan kehidupan yang sangat sempurna. Ella memiliki orang tua yang sempurna dan kehidupan keluarga yang sempurna. Ella juga bersekolah di sekolah tempat anak-anak sempurna menghabiskan waktu belajarnya. Ia anak tunggal, yang berarti bahwa semua perhatian dalam keluarga tertuju hanya padanya. Di satu sisi, sahabatnya, Lola Cep, seperti seorang alien yang mendarat di tempat yang salah. Sebagai seorang gadis yang bersifat teatrikal dan selalu bersifat dramatis, Lola selalu merasa dirinya akan menjadi seorang bintang suatu saat nanti. Dan kepindahannya dari Manhattan ke kota mati, Dellwood (Lola menyebutnya Deadwood), merupakan sebuah malapetaka. Itu berarti dia harus menanamkan ulang popularitasnya dan berhadapan dengan sang ratu populer Dellwood, Carla Santini.

“Confession of a Teenage Drama Queen”

Nama aslinya Mary Elizabeth Cep. Tapi sang pemilik nama berpendapat itu adalah nama kuno yang menyerupai nama pembantu. Ia pun berinisiatif mengubah namanya begitu pindah ke Woodford menjadi Lola Cep. Meski demikian, ibu dan adik-adiknya selalu berpendapat itu konyol dan tidak pernah menghiraukannya. Alhasil, dalam keluarga, ia tetap dipanggil Mary. Di Dellwood, Lola bertemu Ella Gerard yang kemudian menjadi sahabat pertamanya di Dellwood High School.

Penampilan Lola yang nyentrik selalu menjadi pusat perhatian di Dellwood. Terlebih ibunya, Karen Kapok, yang begitu berbeda dengan para tetangganya menjadi gunjingan para ibu di Dellwood. Ia seorang single parent, punya banyak anak, tidak pergi bermain golf dan bekerja sebagai pembuat gerabah. Beberapa hal yang menjadi alasan kuat bagi orang-orang di kota itu untuk memberinya nilai minus.

“The Confession of a Teenage Drama Queen” berkisah dari sudut pandnag seorang Lola Cep yang selalu dramatis. Tentunya setiap cerita dibumbui bahasa-bahasa hiperbola khas Lola Cep yang membuat setiap detailnya menarik. Dimulai dengan perebutan peran Eliza Doolittle dalam drama “Pygmalion” antara Lola dan Carla hingga petualangan Lola dan Ella untuk datang ke pesta perpisahan band Sidharta. Karena mulut besar Lola, Ella mendapat banyak pengalaman seru dan juga tentunya… masalah. Seakan melengkapi segala kesulitan, Carla Santini selalu datang di saat yang tepat untuk memperburuk keadaan.

“My Perfect Life”

Dalam novel sekuelnya yang bertajuk “My Perfect Life”, kisah persahabatan Lola Cep dan Ella Gerard masih terus berlanjut. Kali ini mereka tidak membuat ulah dengan menyelundup ke pesta bintang besar atau kabur dari Dellwood. Namun mereka masih berurusan dengan keangkuhan Carla Santini yang mengelompokkan dirinya dalam status anak-anak populer yang BTW (Born to Win – alias Kelompok Anak-anak yang Dilahirkan untuk selalu Menang).

Carla Santini mencalonkan diri menjadi ketua OSIS, jabatan yang rasanya tidak mungkin diinginkan oleh makhluk sepopuler dirinya. Lola menyebut pencalonan diri Carla Santini hanyalah merupakan kedok untuk dapat memperluas kekuasaannya di Dellwood High School. Dan bukan Lola Cep namanya jika membiarkan hal ini terjadi. Terlebih ia menganggap bahwa dirinya adalah mercusuar di Dellwood yang datang untuk memberikan jalan terang bagi para penghuni sekolahnya dari bawah bayang-bayang gelap kekuasaan Carla Santini. Meski secara konstitusi Lola tak bisa mencalonkan diri, ia tak kekurangan ide. Dengan bujukan dan sifat keras kepalanya yang sudah terkenal, Lola berhasil membawa Ella Gerard dan Sam Creek berpasangan dalam pemilu sekolah. Alhasil, proses perebutan kursi ketua OSIS pun berlangsung seru.

Ella Gerard mungkin bukanlah seorang penentang. Namun ancaman yang ditebarkan Carla Santini justru membuatnya semakin ingin melihat gadis congkak itu kalah. Dan menurut Ella, kali ini Carla Santini tak mengenali lawannya. Karena Ella Gerard yang sekarang menantangnya bukanlah anak perempuan yang dulu sering ia ganggu dan sisihkan begitu saja. Ternyata tak hanya Lola, Ella dan Sam yang bertindak. Morty Slinger yang cupu pun ikut menaclonkan diri demi menghalangi niat jahat Carla Santini. Ini baru pemilu sekolah yang benar-benar seru.

Kisah-kisah di kedua buku karya Dyan Sheldon ini sangat menarik. Seperti kisah-kisah teenlit lainnya, cerita tentang Ella dan Lola ini mudah ditebak. Juga selalu ada kekacauan yang disebabkan oleh gadis paling populer di sekolah, Carla Santini. Tapi jangan dulu menutup buku di saat kamu merasa sudah tahu jalan ceritanya. Karena bisa dijamin kamu tidak bisa menebak ending-nya. Kedua kisahnya berakhir bahagia, menurutku. Tapi perlu dicatat bahwa cerita-cerita dengan happy ending tak selalu berakhir dengan kemenangan mutlak pihak protagonisnya. Seakan meyakinkan kembali pada pernyataan “Nobody’s perfect”, Dyan Sheldon mengemas setiap kemenangan dalan novel teen lit ini dengan dramatis dan setiap kekalahan justru dengan kebahagiaan yang lebih manis. Sheldon membuat mereka menang di akhir cerita, namun dengan cara yang tidak biasa.

Rating (***1/2)


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *