Blogger ASEAN di Bawah Ancaman Penjara

Fuck Human Rights. Book a Vacation in Vietnam.

Kalimat provokatif itu muncul di bagian atas website Reporters Without Borders, lembaga pemantau kebebasan kebebasan pers ternama di dunia. Dia mengingatkan kenyataan pahit di balik pesona Vietnam sekaligus eksotisme Asia Tenggara, warga kawasan ini masih di bawah ancaman pelanggaran hak asasi manusia, termasuk kebebasan berekspresi.

Kenyataan ini perlu disampaikan mumpung sebagian blogger di negeri ini masih euforia usai mengikuti Konferensi ASEAN Blogger di Bali 16-17 November lalu. Dalam konferensi diikuti sekitar 150 blogger Indonesia maupun negara tetangga, seperti Vietnam, Filipina, Brunei, dan Malaysia ini, peserta mengeluarkan Deklarasi ASEAN Blogger Community.

Ada beberapa hal menarik dari konferensi sehari ini. Selain bisa kopi darat dengan blogger dari berbagai daerah, aku juga bisa jadi tahu bagaimana situasi kebebasan berekspresi dan internet di negara-negara tetangga.

Sayangnya sih tak banyak waktu untuk ngobrol dengan mereka ini karena mepetnya waktu. Selain itu, aku juga tak yakin bahwa blogger yang dikirim dari negara tetangga kemarin punya ketertarikan yang sama terkait dengan kebebasan berekspresi maupun internet.

Ketertarikan itu hanya aku lihat pada Tonyo Cruz, yang di kartu namanya memang menyebut diri sebagai activist, blogger, and social media practitioner dari Filipina.

Untungnya, seorang teman, Ndaru, mengirimkan referensi amat menarik tentang situasi dan kondisi kebebasan berinternet di seluruh dunia, termasuk di kawasan Asia Tenggara di mana negara-negara anggota ASEAN berada. Referensi tersebut adalah Freedom on the Net 2011, laporan dari Freedom House, yang mencatat kebebasan internet dan media digital di seluruh dunia.

Berangkat dari referensi itu, aku kemudian cari lebih lanjut bagaimana sebenarnya situasi kebebasan internet di beberapa negara ASEAN, seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Burma. Referensi lain aku peroleh dari website Reporters Without Borders dan presentasi Anggara Suwahju, blogger yang juga pengacara ketika jadi pembicara di ABC Bali.

Dari tiga sumber ini, Freedom House dan Reporters Without Borders, aku makin yakin kalau situasi kebebasan berinternet kawasan ini memang masih di bawah bayang-bayang ancaman. Mungkin inilah salah satu peran yang bisa diambil ASEAN Blogger Community (ABC), mengadvokasi kasus-kasus pelanggaran HAM pada blogger di negara-negara anggota ASEAN.

Penjara
Menurut Freedom House, Malaysia masuk kategori negara tanpa kebebasan pers. Di wilayah kebebasan berinternet, dia pun masuk setengah bebas. Blogger dan netizen di negara tetangga ini masih menghadapi ancaman sensor dan penjara.

Beberapa blogger Malaysia yang pernah dipenjara tersebut, antara lain Raja Petra Kamarudin dan Irwan Abdul Rahman. Raja Petra pernah dipenjara selama 56 hari dengan tuduhan mengancam keamanan negara lewat tulisan-tulisan di blognya, Malaysia Today. Adapun Irwan pernah menghadapi ancaman penjara satu tahun dan denda sekitar Rp 150 juta dari Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia karena tulisannya.

Alasan penangkapan ini beragam. Selain karena dianggap mengancam stabilitas negara, ini sih Orde Baru banget, juga karena dianggap melecehkan kerajaan. Khairul Nizam Abd Ghani, yang menulis tentang Sultan Iskandar Ismail Johor pun diancam penjara setahun meskipun kemudian dia minta maaf.

Namun, Irwan yang kemarin ikut Konferensi di Bali menyatakan bahwa situasi di negaranya kini sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya. Blogger sudah lebih bebas menulis opini dan kritiknya terhadap pemerintah. Cuma ya, setahuku, masih banyak juga aktivis di Malaysia yang menghadapi ancaman penjara ini.

Melecehkan
Hal serupa, penangkapan karena dianggap menghina kerjaan ini pun terjadi pada blogger di negara Gajah Putih, Thailand. Pada Januari 2009, seorang pengguna internet di Bangkok ditangkap polisi karena dianggap menyebarluaskan materi yang melecehkan Raja Thailand.

Suwicha Thakhor, netizen yang ditangkap itu, diancam penjara selama 10 tahun meskipun kemudian dilepas pada Juni 2010 setelah dipenjara selama 18 bulan. Pengguna internet lain di Thailand dengan inisial Buffaloo Boy juga ditangkap dan didenda hingga sekitar US $6.500  karena dianggap melecehkan Raja. Alasan serupa digunakan polisi untuk menangkap empat pengguna internet di Thailand antara 1-18 November 2009 lalu.

Di antara negara-negara anggota ASEAN, Burma alias Myanmar merupakan negara paling tak aman untuk blogger. Bahkan, seperti pernah ditulis Committe to Protect Journalist (CPJ), negara ini amat mengekang kebebasan berekspresi termasuk internet. Junta militer ngeblock akses ke layanan email ataupun jejaring sosial, seperti YouTube dan Twitter.

Pada tahun 2010, Reporters Without Borders mencatat setidaknya 15 jurnalis dan dua aktivis dunia maya di negara ini masuk penjara. Salah satu blogger terkemuka tersebut adalah Nay Phone Latt yang dipenjara selama 20 tahun dan enam bulan sejak 2008 lalu hanya karena memuat foto pimpinan junta militer di blognya.

Ancaman penjara ini juga masih terjadi pada blogger Vietnam, Nguyen Tien Trung, yang saat ini sedang dipenjara sejak Januari tahun lalu. Nguyen menambah daftar panjang lima aktivis lain, sebagian besar di antara mereka adalah juga blogger dan pewarta warga independen, yang dipenjara penguasa tunggal di negeri Vietkong ini.

Alasannya selalu klise, membahayakan keamanan negara, mencemarkan nama partai, dan menyebarluaskan propaganda anti-pemerintah. Atas nama stabilitas tersebut, blogger-blogger di sebagian besar negara anggota ASEAN tak boleh bersuara berbeda dengan negara atau pemerintahnya. Jika, tidak, mereka akan masuk penjara.

Inilah ancaman-ancaman nyata yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari ASEAN Blogger Community jika komunitas ini memang mau membela kepentingan blogger, bukan ASEAN.

Foto ilustrasi dari Reporters Without Borders.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *