When missing you adds beauty to my Life

Home…
Yang tersayang Bima,
Apa kabar? entah jam berapa sekarang dibumi tempatmu berpijak, tapi didesa kecil jauh disebelah utara Jogja ini jarum jam kulihat sedang asik berdua menjemput angka sepuluh. Sayup-sayup masih kudengar Ayah dan Ibu berbincang pelan diruang sana. Diluar sepasukan hujan tengah meliris manis bertingkah dengan malam, menyisakan dingin tak terbantahkan untuk mereka yang masih terjaga dan sendirian. Nyaman sekali rasanya bisa menghabiskan akhir pekan dirumah dan menyisipkan sempat untuk mulai menulis untukmu.

Bima,
Sepertinya aku mulai bisa meyakini jika sementara disini aku menunggumu dalam pekat genangan rindu, disana disuatu tempat, dipisahkan ruang dan jarak, hadirmu mewujud menjadi seseorang yang juga tengah menantikan hari untuk bisa menemukanku. Mungkin benar, jika pada akhirnya aku, kamu, kita, hanyalah dua orang yang tengah menunggu waktu bergerak membawa kita bersimpangan disatu titik yang sama untuk bertemu. Ini tak lebih dari soalan waktu :’)
Bim,
Bulan ini terasakan begitu panjang dan penuh kejutan buatku. Ternyata menghadapi tumpukan kertas kerja itu selalu jauh lebih mudah ya ketimbang menghadapi orang-orang yang isi kepalanya kadang begitu menggemaskan. Menghadapi orang-orang seperti itu kadang hanya membuatku larut membayangkan, serela apakah dirimu nanti jika ku jadikan teman bersandar diujung malam saat hari terasakan panjang? Tidak, aku tidak akan memintamu memijat punggung atau kakiku, aku hanya ingin bersandar. Ya, bersisian dengan barisan rusukmu, tepat dibawah salah satu ketiakmu. Kamu boleh tetap menonton siaran televisi favoritmu, memangku laptopmu atau bermain game di tablet PC mu, aku tak akan mengganggu, hanya izinkan saja aku ada disitu, disampingmu, mendekap pinggangmu, menyesap harum wangi tubuhmu, hinggaku terlelap bahkan tanpa kamu perlu tau. Well, kalau mau berbaik hati cukup selimuti aku sebelum kamu meninggalkanku tertidur disofa sampai pagi. Itu cukup.
Jiwa manisku,
Sore tadi saat duduk menunggu penerbangan diruang tunggu bandar udara Ngurah Rai sambil menghabiskan makan siangku, aku melihat seorang laki laki dan perempuan ricuh beradu angkuh. Saling menghardik beradu tunjuk. Aku memutuskan untuk bergegas berlalu meninggalkan pemandangan itu dengan roti isi ditanganku. Melihat scene itu terasa sudah cukup mengerikan buatku. Aku ingat, Ayah selalu mengajarkan jika segala pertentangan, kecil atau besar akan jauh lebih menyenangkan dibahas diantara makanan, sambil bersenda canda, sambil bertukar suapan, sambil melihat banyak kemungkinan untuk menyederhanakannya dan bukan ditempat umum dengan cara mengerikan seperti itu. Ah sayang, kuharap kamupun berpikiran begitu. Tapi aku yakin segala pertentangan yang akan terjadi diantara kita nantipun pasti akan berakhir menyenangkan. Karena aku telah bisa merasakan sabarmu dihari ini. Hari hari dirimu bersabar dalam putaran waktu menunggu saat saat menemukanku.
Bimaku yang baik,
Sebelum aku terlelap dalam jeda waktu merindukanmu, ketahuilah jika selaksa doa terbaik akan setia kularungkan dalam diamku untukmu. Bim, setiap hari berbeda yang kita lewati dalam kesendirian ini adalah satu cerita berarti untuk dibagi saat kita bertemu nanti. Rayakan? ๐Ÿ™‚
Setengah galaksi yang bersamamu melengkap nanti,
Sakti
a note to remember. Bima is a fictional character that could be exist somewhere among us. Just to put a name on the object of my affection that I’ve been waiting for. Just until I know his name ๐Ÿ™‚

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *