Tidak Sulit Memperbaiki Kesalahan

Hari Sabtu beberapa waktu yang lalu, saya dalam perjalanan pulang dari sebuah sekolah SMK di daerah Denpasar. Saya mengendarai mobil karimun dan mampir di sebuah SPBU untuk membeli bahan bakar premium. Selesai mengisi bensin, kebetulan saya merasa kebelet ingin buang air kecil, jadi karena kebetulan berada di SPBU yang pasti menyediakan toilet, saya pun ingin numpang ke toilet.

Saya pun meminggirkan mobil dan memarkirnya dengan santai. Turun dari mobil saya mendengar ada yang meneriaki saya, saya kurang jelas apa yang dikatakannya. Wajah orang itu terlihat kurang bersahabat, dari bahasa tubuhnya saya menangkap pesan bahwa dia menyalahkan saya tentang mobil saya yang diparkir disana.

Seketika saya merasa kesal. Karena saya melihat saya parkir di tempat yang sangat luas dan tidak menghalangi siapapun. Tapi memang saya akui arah parkir saya yang kurang tepat, mobil saya seharusnya menghadap ke timur tapi saat itu saya parkir menghadap ke utara, istilah bahasa bali-nya “ngandang”. Tapi saya yakin sebenarnya mobil saya tidak menghalangi kalau ada mobil lain yang lewat di belakangnya, dan saat itu tidak ada satu pun mobil lain disana.

Kekesalan saya muncul karena rasa ego, rasa ingin menang sendiri dan tidak ingin disalahkan, apalagi diteriaki di depan orang oleh seseorang yang tampaknya bukan siapa-siapa, hanya petugas SPBU.

Beberapa detik dalam rasa kesal saya kembali masuk ke mobil. Saya berpikir cepat, batal numpang ke toilet atau memperbaiki parkir mobil saya. Saya tarik nafas, berusaha melawan ego saya. Saya memilih mengalahkan diri sendiri, saya nyalakan mesin mobil dan memperbaiki arah parkir. Selesai? Belum.

Saya turun dari mobil, ada rasa khawatir kalau petugas SPBU itu menjadi makin pede karena melihat saya menurutinya. Tapi saya pasrah, dalam hati saya mengaku salah. Sambil berlari kecil karena sudah kebelet saya mencoba tersenyum kepadanya dan memberi tanda bahwa saya mau numpang ke toilet. Bagaimana responnya?

Luar biasa, dia pun tersenyum, sama sekali tidak tampak wajah marah atau sombong. Dia membalas senyuman saya sambil mengangkat jempol untuk saya. Ah, lega rasanya. Ternyata tidak sulit untuk mengakui sebuah kesalahan dan langsung memperbaikinya. Kejadian ini membuat saya belajar dari hal yang terlihat kecil tapi bermanfaat besar untuk saya.

Baca Juga:


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *