Tak Suka, Maka Unfollow Saja?

Mau diajak diskusi kok malah menyuruh pergi.

Kurang lebih begitulah kesanku pada mereka yang dengan santainya ngetwit, “Kalau tak suka twitku ya unfollow saja.” Aku dua atau tiga kali mendapatkan balasan seperti itu ketika coba beradu argumentasi dengan orang yang ngetwit isu tertentu.

Biasanya sih aku nyamber karena tak setuju dengan kicauan si teman tersebut. Bagiku wajar. Namanya diskusi kan selalu ada pro kontra. Cuma jadi tak asyik ketika si orang yang ngetwit bilang untuk unfollow saja. Kesannya itu dia dengan santainya menyuruh kita pergi. Padahal niatnya ngajak diskusi.

Begini. Twitter itu ruang terbuka di mana setiap orang bisa terlibat di dalamnya. Itu ruang publik, tempat di mana siapa saja bisa terlibat di dalamnya.

Anggap saja Twitterland serupa pasar. Di pasar itu warga berkumpul dan berbicara menurut  kesukaan (preferensi) masing-masing. Ada yang suka dengan motivasi, maka dia berkumpul dengan sesama pecinta motivasi. Mereka rame-rame mendengarkan siraman rohani. Namun, ada yang suka nglawak maka ngumpul di tempat di mana ada pelawak.

Uniknya, setiap orang di pasar ini juga bisa jadi pemain, tak cuma penonton. Pola interaksi ini mirip skema World Cafe dalam salah satu metode diskusi. Tiap orang bisa datang dan pergi kapan saja dia mau.

Kerumunan itu dibentuk oleh orang per orang. Di sana ada interaksi. Ada diskusi. Ada tanya jawab. Ada pro kontra.

Begitu pula di Twitterland. Bagiku dia tak hanya tempat berinteraksi tapi diskusi. Ada dialog. Dan itu mencerahkan. Bukankah sintesis lahir dari tesis dan antitesis. Kesimpulan dihasilkan lewat pertanyaan, jawaban, gugatan, dan seterusnya.

Karena itu pula, menurutku, Twitterland seharusnya bisa jadi tempat diskusi. Kalau ada yang tak setuju dengan pendapat kita ya direspon sebisanya. Kalau tak cukup data atau fakta, cari dulu tambahan informasinya untuk memperkuat argumentasi. Dengan begitu kita belajar.

Kalau ternyata kita memang tak benar, terutama fakta, bukan opini ya akui saja kita memang tak benar. Sebaliknya, kalau memang benar ya ngototlah bahwa itu benar. Sodorkan bukti. Kuatkan argumentasi.

Tapi ini tak berlaku untuk opini. Menurutku urusan opini itu urusan subjektif. Tiap orang bisa berbeda satu sama lain. Tak usah dulu membandingkan dengan orang lain. Lha wong kadang dengan diri sendiri saja bisa berubah-ubah sesuai situasi kok. Dulu merasa ngeblog paling asyik. Eh, pas ketemu Facebook langsung hilang keasyikan ngeblognya.

Karena itu, jika memang punya pendapat ya silakan. Mari beradu pendapat. Berdebat. Jangan sebaliknya, karena tak setuju didebat lalu menyuruh orang lain minggat. Tak asyik..


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *