Stairway to heaven


Photo of Viar M Suganda – a slice of heaven on earth

Dear my silent chaser friends,

If you’re living in Bali, daring to runaway from mundane activities on Bali South and wanna feel the atmosphere of a place somewhere over the rainbow. Go to to the north, there’s a small hidden village named Subaya up up high between high hills, which I love to call the village as ‘a land over the clouds’

Ya, terletak di kecamatan Kintamani kabupaten Bangli, Desa Subaya adalah negeri diatas awan. Berdasarkan cerita yang tua-tua, Desa Pakraman Subaya hari ini dulunya bernama Gunung Sengka (daerah perbukitan yang sulit dijangkau) hal ini kalau dikaitkan dengan kondisi geografis desa sekarang memang terasa sangat benarnya. Diketinggian 1500 meter diatas permukaan laut, Desa Subaya terdampar dikepungan pangkung/tukad dan bukit-bukit. Jika kabut pekat sedang merayap turun meyambangi sungai sungai dikaki bukitnya, maka Desa Subaya akan otomatis dekat dengan awan, berpeluk awan atau berada diatas awan.

Untuk mencapai Subaya jika perjalanan di mulai dari pusat kota Denpasar, dibutuhkan waktu kurang lebih dua jam dengan kendaraan bermotor mengambil rute kearah utara Bali . Melewati Ubud, Tegalalang lalu Kintamani yang sepanjang perjalanannya kita akan dimanjakan dengan pemandangan luar biasa, dengan catatan tangan kita lepas dari handset dan seluruh indera memang sudah disiapkan untuk menangkap detail. Jika perjalanan Denpasar – Subaya dibagi kedalam fase-fase. Maka, disejarak Denpasar – Ubud kita masih merasakan suasana kota. Memasuki Ubud – Penelokan kita mulai merasakan nuansa sub urban area, dan Penelokan – Subaya kita hanya akan melihat rasakan desa, dimana semua mengalun dengan begitu lambat dan alam yang mengatur segalanya.

Bertepatan dengan Tumpek Landep di hari Sabtu (7/5) kemarin, saya berkesempatan melewati sepanjang akhir pekan di Desa Subaya. Waktu yang panjang membuat saya bisa blusukan mengunjungi desa dan bersentuhan langsung dengan masyarakat setempat. Berada dekat dengan orang-orang diketinggian selalu berhasil membuat saya seakan berpindah dimensi masuk kedalam masyarakat dengan budaya berbeda. Karakter fisik dan keseharian mereka yang begitu lambat dan sederhana pun selalu berhasil membuat saya betah berlama-lama disana.

Satu lagi yang luar biasa yang bisa saya temukan di Desa Subaya adalah rendahnya tingkat polusi cahaya yang menyebabkan kita bisa melihat langit malam berpayung bintang dengan begitu jernihnya. Bahkan gugusan milyaran bintang yang membentuk kabut tipis selendang Bima Sakti (Milky Way) yang membelah langit dari utara keselatan pun bisa dilihat dengan mata telanjang dari sini.

Saya sempat melompat kegirangan disepertiga malam menjelang fajar di hari Minggu karena melihat dua bintang jatuh melesat dengan begitu manisnya saat saya sedang duduk mengagumi belantara ribuan bintang. Melewati keseharian di kota dengan langit malamnya yang lebih sering hampa, membuat saya begitu merasa beruntung bisa melihat tingkah galaksi raya fajar itu. Saya norak? ya memang.

Anyway, things to bring if you want to stay over night. Segala perlengkapan pribadi untuk kawasan dingin medium – low, seperti baju hangat, minyak kayu putih, makanan dan minuman. Sebelum desa Subaya ada sebuah rumah tinggal pemangku nyentrik setempat yang seringkali dijadikan basecamp orang-orang yang ingin berkunjung kedesa, Ari Wangsa nama Pak Pemangku tersebut. Cara menghubungi beliau sangat mudah, Bali Outbond Community. Baik Mas Ari Wangsa & Bali Outbond Community sudah bisa dipastikan akan dengan senang hati memfasilitasi siapa saja yang berniat merasakan cantiknya Desa Subaya. So lets prepare & have a heavenly trip 🙂

a note to remember. Laying down under the milky ways that dawn remind me to this one lines from Beautiful Mind the movie. — Perhaps it is good to have a beautiful mind, but an even greater gift is to discover a beautiful heart. John Nash.

***

PS : Posting tambahan di (16/5) – sedang asyik news hopping ketika akhirnya sampai dibeberapa artikel yang menuturkan tentang minor meteor shower Eta-Aquarids. Dua bintang jatuh yang saya lihat disepertiga malam itu ternyata merupakan bagian dari galaxy show, meteor shower Eta Aquarids. Dinamakan begitu karena titik radiannya ada di sekitar bintang Eta Aquarid di rasi Aquarius. Rasi ini sendiri baru terbit sekitar pukul 1 dinihari. Jumlah meteor yang ditaburkan berada di kisaran 40 – 60 buah per jam atau 1 per menit. Bisa melihat 3, itu lebih dari berkah.

Buat saya itu merupakan satu lagi kebetulan yang manis, mengingat saya adalah seorang Aquarian. Anyway, here its the post yang menjelaskan tentang hujan meteor yang pada hari Minggu (8/5) sekitar jam 3 pagi saya lihat dari atas langit Subaya. Hujan meteor Eta-Aquarids & Night Sky News: Watch Bits of Halley’s Comet Fall


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *