Sofia Kartika : Jebakan Sekolah

: tulisan ini ditulis oleh Sofia Kartika, teman blog jaman baheula yang entah kenapa jadi anak medium (((ANAK MEDIUM!))) dan lebih mengkhususkan menuliskan tentang tempat-tempat asyik di Tokyo dan sekitarnya. ohya, blog ini menerima tulisan siapa saja yang ngga punya blog tapi ingin menulis tentang parenting, olahraga dan drama asia. kalau curhat, cukuplah di facebook atau path masing-masing saja yes! 😀
Jadi gak sengaja ngobrol sama Dewi soal sekolah. Gara-gara saya yang lagi membaca ulang Little Prince dan Dewi memberi komentar. Yeah, kadang-kadang inspirasi datang dari sapa-menyapa di media sosial sih. Tapi tergantung temanmu juga. Untung teman-temanku asik-asik. Hahaha.
Jadilah si Dewi nulis soal pertimbangan dan kriteria sekolahuntuk anaknya, di blog dia. Dan saya juga mau nulis soal membaca ulang si bukuLittle Prince ini kaitannya dengan anak saya mau sekolah juga….tapi blog saya isinya jalan-jalan. Jadinya numpang tenar di blog Dewi ajah :D.
Pertama, kenapa saya membaca ulang buku Le Petit Prince atau Little Prince atau Pangeran Cilik ini? untuk mengingatkan saya kembali tentang tujuan pendidikan dan sekolah dan tidak tergelincir arus persaingan. Baik di Tokyo maupun di Indonesia, saya rasa sama, orangtua kompetitif.
Kompetititif itu baik tapi saya tidak mau terjebak. Di Tokyo, walaupun TK muatan pendidikannya sederhana dan sampai kelas 2 atau 3 (saya agak lupa), pelajarannya juga cuma beberapa, tapi kompetisi keahlian juga terjadi. Misalnya main musik, sepakbola, berbahasa Inggris dan lain sebagainya. Ya saya juga ingin anak saya bisa semuanya, tapi dia masih tiga tahun dan senang bermain di lapangan (selain lihat yutub anpanman), saya harus belajar sebagai orangtua yang tidak ambisius dan punya pakem.
Sama halnya ketika memilih sekolah. Kalau sekolah negeri di Tokyo, saya sedang bicara soal TK negeri. Harus sesuai dengan kota administratif yang ditinggali, prosedurnya formulir dan antri, juga wawancara. Dan dimulai umur 4 tahun. Saya tidak memilih yang negeri karena anak saya lahir di musim panas. Sementara tahun ajaran baru di sini dimulai April. Sekarang dia sedang asik-asiknya ingin berteman. Dan karena negeri, tentu saja subsidi pemerintah juga besar, sehingga biaya bisa lebih murah, banyak saingan.
Tadinya ambisius juga, karena terkendala bahasa. Jadi mau memilih sekolah internasional. Sekolah internasional di Tokyo banyak pilihannya, mulai yang kecil sampai yang sudah punya gedung sendiri. Dan ini terkait biaya, biaya sekolah internasional yang baru buka memang lebih murah, tapi tempatnya rata-rata tidak nyaman untuk anak saya yang suka bermain di lapangan luas. Kalaupun di sekolah internasional yang besar dan punya lahan sendiri, biayanya tiap tahun bisa beli satu rumah di Indonesia. Oke, saya nyerah.
Pilihannya adalah sekolah swasta. Swasta ini juga banyak pilihan dari motodologi mendidiknya kan? saya pengen sekali montessori. Sayangnya, sekolah montessori yang ada di deket rumah, agak sombong waktu saya meminta informasi soal jadwal kunjungan sekolah.
Oiya, pertimbangan sekolah yang dekat rumah itu utama kalau di sini. Pertama, karena kami menggunakan kereta dan kereta pas jam berangkat sekolah itu sungguhlah gencet-gencetan. Jadi sangat diusahakan mencari sekolah yang bisa dituju dengan jalan kaki. Karena saya gak sepedaan.
Banyak sekolah yang bagus di seputaran Tokyo, ada yang desainnya dibuat untuk karakter usia anak 3-6 tahun, melingkar. Dan tidak ada sekat ruang kelas. Menarik untuk saya sebagai orang tua, tapi jaraknya sekitar 1 jam dengan kereta. Ada juga yang mendidik dengan prinsip humanis yang saya inginkan, bertenggangrasa, saling menolong, tapi ini juga jauh. Lalu ada sekolah dengan prinsip skandinavian, tapi ruangannya kecil. Oke, saya harus realistis.
Saya pilih sekolah yang dekat dengan rumah, sekolahnya luas, dengan lapangan terbuka yang cukup besar. Punya kegiatan cocok-tanam. Ada berbagai festival dan lain sebagainya. Mudah-mudahan cocok. Unggah-ungguh seperlunya. Karena di sekolah lainnya, yang saya juga daftar, unggah-ungguh Jepangnya terasa sekali, capek nunduk-nunduk terus :)), oh dan tidak berafiliasi keagamaan (biar saya tidak pusing).
Paling tidak itu untuk saat ini, proses penanaman nilai-nilai nantikan cerita selanjutnya, karena sekolah baru dimulai April tahun depan ;), doakan kami.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *