purnama kedua untuk kita, seharusnya bersama.

tapi malam ini aku disini, sendiri. ah, sesungguhnya tidak benar-benar sendiri. ada puluhan orang di lapangan ini, sambil menikmati makan malam. diterangi lampu taman yang temaram, yang semakin tenggelam oleh purnama ketika mendekati sempurna.

gelas – gelas wine, beer dan tawatawa tak berjeda, dunia begitu bahagia, bukan?

tidakkah ini seperti cerita lama, ketika keriangan justru membuat kita asing, sayangku? gelak tawa dan segala sendau gurau itu terasa palsu, tidakkah kamu merasa begitu? bahwa terkadang tawa bukan berarti lucu, apalagi jika topeng – topeng cantik dan tampan itu tersibakkan dan menyisakan wajah – wajah busuk mengerikan. ketika borok tertutupi oleh senyum – senyum penuh kemunafikan. dan keakraban tak lebih dari basa – basi usang, ketika kita tahu, sayangku.. bahwa dibelakang semua adalah tikaman menyakitkan.

sekumpulan orang – orang ini menyesakkanku. seperti drakula yang menghisap habis darah mangsanya, mereka seakan tak ingin menyisakan satu molekul udarapun untukku bernapas. kemunafikan mereka begitu melelahkanku. bertahan tanpa melakukan apapun ternyata begitu menguras tenaga. bukannya tak bisa, tapi buat apa? karena kita tak seperti mereka. pesakitan.

dan seharusnya kamu disini, inginku begitu. karena ketika denganmu, peduli setan dengan semua itu.

sometimes, those people take so much of our life. and rest nothing, or less.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *