Bulan Kemerdekaan masih terasa di Indonesia.
Masih dalam semangat dan perayaan kemerdekaan RI ke-71, Sinema Bentara di Bentara Budaya Bali (BBB) kali ini hadir dengan film-film bertema Patriotisme dan Kemanusiaan. Film-film akan diputar selama dua hari, Jumat dan Sabtu ini.
Sinema pilihan yang akan ditayangkan pada program ini adalah karya sutradara-sutradara sohor dalam dan luar negeri, termasuk peraih Academy Awards. Film masterpiece Indonesia, Darah dan Doa besutan Usmar Ismail (1950) akan bersanding dengan film-film yang kerap kali berjaya di ajang festival internasional, yaitu The Bicycle Thief (Italia, 1948) karya sutradara Vittorio De Sica dan The Round Up (Prancis, 2010) yang disutradarai Roselyne Bosc.
Selain itu, hadir pula film yang berangkat dari kisah nyata seorang buruh miskin di India, Manjhi- The Mountain Man (2015) dengan sutradara Ketan Mehta, serta dokumenter yang dibuat oleh sutradara asal Jerman Yael Reuveny, berjudul Schnee Von Gestern (2014).
Menurut Juwitta Katriana Lasut, penata acara BBB, sebagaimana telah berlangsung bulan-bulan sebelumnya, program Sinema Bentara ini akan dikemas dalam bentuk layar tancap atau Misbar ala tahun 1980-an.
“Kami ingin menghadirkan suasana menonton film yang guyub dan hangat serta akrab. Berbeda dengan nuansa menonton film di bioskop atau di laptop sendiri,,” ungkapnya.
Program ini merupakan kerja sama BBB dengan Udayana Science Club (USC) Universitas Udayana. Sejumlah pihak turut mendukung, yaitu Sinematek Indonesia, Konsulat Jenderal India di Denpasar dan Indian Cultural Centre di Bali, Pusat Kebudayaan Jerman Goethe Institut, Konsulat Kehormatan Italia di Denpasar serta Pusat Kebudayaan Prancis Alliance Française de Bali.
Vanesa Martida, koordinator pemutaran film ini, menyatakan bahwa sebagai media audio visual, film boleh dikata adalah salah satu sarana ungkap yang strategis untuk meraih simpati dan menggugah empati penonton, sejalan dengan visi sang sutradara.
“Tak jarang film juga digunakan sebagai sarana propaganda, kerap juga tergelincir menjadi provokatif dan agitatif. Karena itu kita sebagai penonton juga harus pandai-pandai memilah dan mengkritisi film yang ditonton,” sebutnya.
Film yang berangkat dari kisah-kisah seputar patriotisme atau bahkan nasionalisme, tidak jarang mengedepankan adegan aksi dari tokohnya yang heroik, menempatkan karakter utama dalam posisi sebagai pahlawan atau hero ditengah kecamuk konflik, baik dalam perang maupun peristiwa kemanusiaan yang mewarnai rekonsiliasi menuju perdamaian.
Tetapi sesungguhnya tidak sedikit pula film-film buah karya sutradara mumpuni yang justru mengkritisi sosok hero atau pahlawan, sembari menghadirkan tokoh-tokoh biasa sehari-hari yang berjuang untuk sesama atau lingkungannya serta layak disebut pahlawan.
Film-film yang akan diputar pada Sinema Bentara kali ini, tidak hanya menghadirkan kisah-kisah tokoh nan heroik, namun lebih jauh, mengisyaratkan pesan-pesan humanis yang universal; mengedepankan empati dan toleransi antar umat manusia, terlepas dari suku, bangsa, ras, maupun agama.
Sutradara sohor dunia peraih banyak Academy Awards maupun penghargaan internasional lainnya, seperti Vittorio De Sica (Italia) melalui filmnya The Bicycle Thief (1948) atau Steven Spielberg (Amerika) dengan karyanya Schlindler List (1993) dan The Pianist (2002); mengedepankan sisi kemanusiaan di tengah konflik yang berkecamuk, melebur batas identitas yang melekat di antara manusia.
Jadwal Pemutaran Film :
Jumat, 26 Agustus 2016
18.00 La Raffle – The Round Up
20.00 Manjhi- The Mountain Man
Sabtu, 27 Agustus 2016
16.00 Darah dan Doa
18.00 The Bicycle Thief
20.00 Schnee Von Gestern
Sinopsis Film :
DARAH DAN DOA (Indonesia, 1950, Durasi: 128 menit, Sutradara: Usmar Ismail)
Didukung oleh Sinematek Indonesia
Film ini mengisahkan perjalanan panjang (long march) prajurit RI, yang diperintahkan kembali ke pangkalan semula, dari Yogyakarta ke Jawa Barat. Rombongan hijrah prajurit dan keluarga itu dipimpin Kapten Sudarto. Sepanjang film ini berbagai ketegangan muncul menghadapi serangan udara dari musuh, Belanda.
Selain itu berbagai konflik antar tokoh juga timbul karena adanya penderitaan dan pengkhianatan. Perjalanan diakhiri dengan telah berdaulat penuhnya Republik Indonesia pada 1950.
Film ini ialah produksi pertama Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini), dan tanggal syuting pertama film ini, 300 Maret kemudian dirayakan sebagai Hari Film Nasional.
THE ROUND UP – La Rafle (Prancis, 2010, Durasi: 105 menit, Sutradara: Roselyne Bosch)
Didukung oleh Pusat Kebudayaan Prancis – Alliance Française de Bali
Film ini berdasarkan kisah nyata tentang seorang anak muda Yahudi. Latar kisah ini adalah penangkapan massal orang Yahudi oleh polisi Prancis yang menjadi kaki tangan Nazi di Paris pada bulan Juli 1942. Film ini telah diputar pada berbagai festival internasional di beberapa negara, seperti: Festival du Film Francophone, Yunani; Moskow, San Fransisco, Rusia, dan lain sebagainya; meraih penghargaan film terbaik “Audience Award” pada Atlanta Jewish Film Festival 2011.
MANJHI- THE MOUNTAIN MAN (India, 2015, Durasi: 120 menit, Sutradara: Ketan Mehta)
Didukung oleh Konsulat Jenderal India dan Indian Cultural Centre Bali
Film ini berangkat dari kisah nyata tentang Dashrath Manjhi, seorang buruh miskin yang memiliki kasta terendah di India. Ia memahat gunung setelah kematian istrinya, Falguni karena gagal mendapat perawatan medis setelah kecelakaan.
Manjhi harus berjuang melewati celah-celah gunung untuk membawa istrinya berobat, namun karena jarak yang ditempuh terlalu jauh, istrinya meninggal di perjalanan.
Hanya dengan berbekal sebuah palu, Manjhi akhirnya memulai untuk menghancurkan gunung tersebut, sedikit demi sedikit, selama 22 tahun, hingga akhirnya ia berhasil membuat jalan untuk orang lain yang ingin berobat ke desa seberang. Jalan ini sendiri selesai pada tahun 1982 dan meringkas jarak tempuh yang dulunya 80 kilometer menjadi 10 kilometer.
Film ini meraih nominasi untuk penghargaan aktor terbaik dan aktris terbaik pada Stardust Award for Performer Of The Year (2016) untuk Nawazuddin Siddiqui dan Radhika Apte
SCHNEE VON GESTERN – Water Under the Bridge (Jerman, 2014, Durasi: 96 menit, Sutradara: Yael Reuveny)
Didukung Pusat Kebudayaan Jerman Goethe Institut
Flm ini merupakan dokumenter yang mengisahkan tentang pencarian sang sutradara terhadap adik laki-laki dari neneknya yang hilang setelah Holocaust. Diketahui bahwa namanya telah diganti menjadi Peter Black pada 1945 dan menikah dengan wanita Jerman.
Ia tinggal dekat kamp satelit Schlieben hingga akhir hayatnya. Sang sutradara mengisahkan cerita ini melalui kesaksian tiga generasi keluarga Peter Black. Film ini merefleksikan sebuah upaya negosiasi dalam keluarga, kilas ingatan dan rasa bersalah, juga rekonsiliasi menuju masa depan.
THE BICYCLE THIEF (Italia, 1948, Durasi: 93 menit, Sutradara: Vittorio De Sica)
Didukung oleh Konsulat Kehormatan Italia di Denpasar
Film ini bercerita tentang Antonio Ricci, seorang pengangguran yang mengalami depresi ekonomi pasca-Perang Dunia II di Italia. Tanpa uang yang cukup, ia harus menghidupi istri dan anaknya yang masih kecil. Ia senang akhirnya bisa mendapatkan pekerjaan menempel poster, tapi dengan syarat ia harus memiliki sepeda untuk bekerja.
Saat Antonio sedang menempel poster di tengah kota, sepedanya dicuri. Ia pergi berkeliling mencari sepedanya, hampi putus asa, ia menemukan sang pencuri, namun tak memiliki bukti yang cukup kuat untuk melaporkannya ke polisi. Akankan Antonio mendapatkan sepedanya kembali dan bisa bekerja lagi?
Film ini meraih penghargaan Film Asing Terbaik pada Academy Awards (1950), Film Asing Terbaik pada Golden Globes USA (1950), Film terbaik pada BAFTA Awards 1950, Film Eropa Terbaik pada Bodil Awrads 1951, Film Asing Terbaik pada Cinema Writers Circle Awards, Spanyol (1951), Film terbaik dan Sutradara terbaik pada Italian National Syndicate of Film Journalist (1949), film terbaik pada Locarno International Film Festival (1949), dan lain sebagainya. [b]
The post Sinema Bentara Patriotisme dan Kemanusiaan appeared first on BaleBengong.
Leave a Reply