pohon lateng

 

jahe alas

Tiga jam perjalanan santai dari Denpasar, bersama Atik, Yudha dan Tom-tom, kami akhirnya tiba di sekitar danau Tamblingan, sedikit bergeser dari tujuan awal, danau Buyan. Setelah start molor 1 jam 30 menit, hingga mengarahkan kami makan siang nasi campur dan nasi bubuh di depan Pura Taman Ayun. Yummiee!

sebelum berangkat

Setelah berjalan dengan mengikuti insting dan kira-kira, akhirnya kami sampai di sebuah tempat sejuk dan agak lembab, areal parkir yang luas di pinggir hutan, di sisi lain areal parkir itu ada pos kecil, tampaknya seperti pos untuk mulai trekking.  Baiklah, singkat cerita itu memang pos utk yang mau trekking, ada beberapa jalur trekking, dari yang terpendek memerlukan waktu tempuh sekitar 2 jam, menyusuri hutan disekitar sana hingga sampai di pinggir danau, hingga 8 jam sampai di balik gunung. Karena memang ga punya tujuan, kami memutuskan mencoba trekking yang jarak pendek, berbekal tas penuh cemilan, sandal jepit, jaket, dan tongkat kayu minjem disana, sungguh jangan tiru kami, persiapkanlah yang lebih matang. Kami ditemani Bli Kadek Ris, guide yang ramah dan suka ngobrol. Baru saja kami masuk hutan, dia sudah berhenti dan menunjukkan tanaman yang tampak seperti bunga dengan banyak kelopak bertumpuk-tumpuk berwarna merah,”ini namanya Jahe Alas, bisa dipake untuk obat mata, tapi dipakainya pagi2 sebelum matahari terbit, seger sekali rasanya” terangnya sambil memetik dan memeras jahe alas tersebut. Sambil berjalan menembus hutan, dia banyak bercerita tentang isi hutan tersebut, seperti binatang-binatang yang masih tersisa, contohnya, landak, musang, kijang, dan sesekali dia berhenti untuk menjelaskan yang lebih detail.

lateng siap

lateng kenyer

“wooow..banyak lateng” ujar tom2 menunjuk ke bawah, sekumpulan semak di sekitar jalan setapak.

“wah. Kalau disini banyak ada lateng..itu namanya Lateng Kenyer, kalo kena kulit, akan terasa gatel dan perih, tapi sekitar 30 menit,setelah itu ilang.” bli Kadek menjelaskan tentang lateng Kenyer, kemudian dia melanjutkan penjelasannya lagi, “selain lateng kenyer, ada juga lateng kidang, lateng ngiu, lateng siap…”

“Trus, ada yang paling serem?”

“ooh..adaa, namanya Lateng Temesi atau Lateng Besi, kalo kena daunnya itu masih terasa sampe 10 hari!” jawabnya ringan,

Glek! Kedengerannya ngeri, “yang mana namanya lateng besi,bli?”

melintasi pohon lateng

dibawah ranting dan daun lateng temesi 😉

“oooh…itu!” jawabnya sambil menunjuk pohon besar, ga kalah besar dengan pohon beringin yang tampaknya sudah hidup puluhan tahun disana, tingginya mungkin belasan meter. Kami bergidik ngeri, kirain lateng cuma tanaman semak atau perdu, ternyata ada juga pohon lateng segede dosa. Astagaa…! Ketika kami masih terbayang2 ada pohon penyebab gatal yang terasa hingga 10 hari, bli kadek menjelaskan lagi ada tanaman yang lebih menyeramkan, motongnya hars pagi2, dengan mengarah ke arah matahari terbit, ketika dipotong, katanya akan keliatan seperti pelangi, tapi berwarna ungu, atau hijau, atau merah, dan ketika memotong, jangna sampai kena getahnya,begitu kena getahnya, kulit bisa borok dan langsung parah! Nama pohonnya Belantih

Kami bengong.

ini yg namanya pohon belantih, menggoda ya 😉

Tenang, penangkalnya adalah gula bali dengan kelapa, dikunyah ketika memotong tanaman tersebut, walaupun kena getah, maka tidak akan kenapa2.

Kami tambah bengong.

Ketika melewati pohon blantih, bli kadek langsung memetik daunya dan memperlihatkan getahnya ke kami, ternyata benar, ketika getahnya kena rumput disana, tak lama kemudian rumputnya keriput. Hiiii…serem banget ni pohon.

say hallo, pop! 😀

Oke,lanjutkan perjalanan, sambil ngobrol2 tentang isi hutan, ini apa, itu apa, pohon apa? Yg itu gimana bentuknya? Hingga akhirnya saya tau yang namanya pacet, benar2 melihat sendiri,memegangnya dan membuangnya dengan sadis karena dia menempel di kaki saya, tapi ternyata saya tidak menyadari, sudah ada seekor pacet di betis saya dan tampaknya sudah kekenyangan, karena darah segar mengucur keluar dari betis dekat pergelangan kaki. Sial, pacetnya udah kabur! Kami melanjutkan perjalanan menuju Pura Pande, nanti dari sana kami akan balik menuju pos pertama, pura pande itu tempatnya di sisi danau, jalur balik kami menuisiri penggiran danau, beberapa hari terakhir liat berita di koran lokal kalau air danau Buyan dan Tamblingan lagi naik, ternyata bukan issue, air sudah sampai ke depan Pura Pande, tempat kami istirahat, menurut cerita bli Kadek, air danau sudah naik sejak awal tahun kemarin. Oia, di Pura Pande kami bertemu seekor anjing putih bermata kuning, posturnya tegap, dan sangat ramah, tom2 dan yudha membagi roti dan chitato ke anjing yang sebut saja ‘Happy Poppy’ – bukan karaokean.

Lanjut lagi, jalur kali ini menyisir tepi danau, ga ada masuk hutan lagi, tapi jalannya parah, ada beberapa titik kami harus menyeberangi jalur yg berlumpur dan tergenang air, ga dalem sih, cuma semata kaki, tapi bodoh juga kalau jatuh disini, pasti belepotan. Saya yg cuma pake sandaljepit merasa bersyukur, ga perlu repot2 ngelepas sepatu.uhehehe..ketika melewati salah satu genangan itu, atik yang berjalan di depan saya tiba-tiba teriak, panik, dia merasa menginjak sesuatu dan tiba-tiba terasa sakit dan panas dan…ah,mari tanya atik untuk lebih jelasnya, klo saya yang menceritakan, takut kurangseru,nanti digetok sama atik, yang pasti, setelah keluar dari genangan dan rame2 ngeliatin kakinya atik, bli Kadek menyimpulkan dia kena lateng. Katanya 30menit aja ilang kok. Pasti terkena lateng yg terbawa air tadi. Oke,berhubung sudah semakin sore, lanjutkan saja perjalanannya. Oia, sempat juga mampir ke rumah bli Kadek, ternyata dia juga salah satu korban dari pasangnya air danau, sekarang dia dan keluarganya dan tetangga2nya membuat rumah sementara, mundur beberapa meter dari tempat awal.

di depan pura tadi, terendam

salah satu rumah yg terendam,ehm..itu yudha -bukan warga lokal-

:))

Langit makin gelap, jarak pandang pun makin menurun, akhirnya kami tiba di jalan yg ber-paving, ternyata jalan ini menuju area perkemahan di tepi danau. “10 menit lagi nyampe pos,kok” kata bli kadek, ternyata benar…tempat kemah itu hanya berjarak 15 menit jalan kaki dari pos dan juga tempat parkir awal kami. Hohoho…

Tumben2an perjalanan kami merupakan perjalanan yang berbobot, dapet pengalaman dan tentunya pengetahuan baru, ga sekedar hura2 untuk jalan-jalan, pelajaran yang dapat dipetik. Sebelum trekking ato masuk hutan, persiapkan dengan matang, seperti obat anti serangga, baju dan celana panjang, alas kaki yg nyaman dan tangguh di segala medan, kotak P3K. Jangna sok tau, karena hutan bukan hanya yang ada di buku IPA waktu SD. Hargailah makhluk lain seperti tumbuhan dan hewan, dan juga penghuni setempat.. 😀

Oke, karena sudah malam, mari balik ke denpasar, sebelumnya kami berhenti dlu, masih diatas bedugul, melihat ada warung nasi goreng yang masih buka di malam yg dingin itu, sambil menunggu hidangna matang, tom2 mengeluarkan kotak rahasia yg sedari awal kami duga adalah mayat yg berada di bagasi, ternyata itu teleskop. Horee, mengintip bulan dan bintang di pinggir jurang menjadi penutup perjalanan kami.

mengintip bulan

Sampai jumpa 😉

nb: sepanjang perjalanan pulang atik meringis. hihihi.tapi katanya setelah mandi, udah ilang kok…katanya…


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *