PLTS Atap, Penolong Kegelapan Dusun Manik Aji

50 bidang solar panel di Dusun Manik Aji, Desa Ban. Foto Juni

Banjar Manik Aji, Desa Ban, Karangasem menjadi salah satu daerah yang belum tersentuh listrik dalam 5 tahun terakhir. Lokasi yang terjal menjadi alasan PLN tidak bisa menyalurkan akses listriknya. Namun, terbantu adanya bantuan PLTS atap yang hingga saat ini menjadi sumber penerangan warga Manik Aji.

Masih teringat ketika 2017, Nyoman Purna menggunakan lampu teplok untuk penerangan di rumahnya. Begitu juga Nengah Subagia, kepala wilayah Manik Aji, sebelum ada listrik ia membawa obor ketika ada upacara di Pura Dusun Manik Aji. Lima tahun sebelumnya, Dusun Manik Aji terasa lebih dingin ketika malam. Warga seperti Nyoman Purna tidur lebih dini sekitar jam 8 malam. Sebab jika ia begadang maka akan lebih banyak menghabiskan minyak untuk penerangan.

Namun, sejak 5 tahun silam ragam aktivitas warga di Dusun Manik Aji terasa lebih padat meski hari sudah gelap. Kehadiran PLTS atap yang terealisasi dari pengajuan listrik ke Kementerian ESDM menjadi solusi penerangan di Manik Aji.

Untuk sampai di kawasan Banjar Manik Aji, Dusun Adat Asti di Desa Ban, harus melewati kurang lebih 1 km jalan tanah berbatu. Kondisi jalanan yang menanjak dan terjal berbukit jadi tantangan masuk ke wilayah ini. Jika panas akan berdebu, jika hujan akan licin karena tanah liat.

Perjalanan yang kami tempuh dari kantor Desa Ban ke lokasi PLTS sekitar 45 menit menggunakan truk. Hujan yang membasahi tanah liat kemarin malam di daerah itu menyebabkan truk tidak bisa sampai ke PLTS atap karena licin.

Dari kejauhan, sudah terlihat 50 bidang solar panel di Banjar Manik Aji itu. Dilengkapi dengan bangunan sebagai tempat penyimpan energi cahaya matahari dan tempat operator memastikan energi itu bisa berjalan baik menjadi listrik. PLTS atap ini merupakan hibah dari ESDM atas pengajuan listrik yang dilakukan oleh warga dihimpun kepala dusun pada 2017 lalu.

“PLN tidak bisa masuk ke Manik Aji karena akses jalanan yang terjal, ketika kita mengajukan listrik dapatnya PLTS atap,” kata Nyoman Purna, petugas operator PLTS di Manik Aji.

Dari total 118 KK yang ada di wilayah Manik Aji, ada 17 KK, 2 pura serta 1 untuk banjar yang menggunakan energi PLTS atap ini. Syaratnya dengan mencari rumah yang berdekatan atau satu tempek. Yang paling jauh sekitar 300 meter dari PLTS. Pengajuan proposal permohonan listrik sudah diajukan sejak 2016, realisasinya tahun 2017.

Untuk memastikan ketersediaan listrik yang merata untuk 17 KK itu, masing-masing KK diberikan sebanyak 400 kWp per hari. Warga menggunakan daya ini rata-rata hanya untuk penerangan rumah saja.

PLTS di Mata Warga Manik Aji

Rumah Wayan Sabuh yang menggunakan PLTS Atap sebagai penerangan rumahnya. Foto Juni

Berkali-kali rasa syukur diucap Nyoman Purna karena PLTS atap bisa beroperasi hingga saat ini dan menjadi pemasok listrik untuk penerangan di rumahnya. Sebab ia masih ingat terbatasnya aktivitas di rumahnya ketika tidak ada listrik. Usaha jualan nasi keluarga Purna sekarang sudah bisa terbantu dari daya listrik PLTS. Ada mesin pemarut kelapa keperluan yang bisa dioperasikan di rumahnya.

Menurut Wayan Sabuh, salah satu warga Manik Aji yang menggunakan PLTS atap, sebagai pengrajin kayu ia tak bisa hanya menggunakan pasokan daya listrik dari PLTS saja. Meski dialiri sebanyak 400 kWp, daya itu hanya ia gunakan untuk penerangan ketika malam hari saja. Sedangkan ada aktivitas lain yang memerlukan listrik di rumah Sabuh seperti memotong kayu menggunakan mesin, kulkas dan TV yang tidak bisa tertanggung dari daya PLTS.

Selama penggunaan listrik dari daya PLTS atap, ia tak pernah mengeluarkan apapun sejak mendapatkan hibah tahun 2017. Namun, Sabuh khawatir jika ia menggunakan semua daya listrik dari PLTS untuk semua aktivitas di rumahnya, maka resikonya akan kehabisan daya listrik sebelum malam tiba.

Hal ini menyebabkan Wayan Sabuh mencari tambahan daya dari listrik tetangga yang menggunakan PLN. Nempel listrik dengan menarik kabel sekitar 1 km dari rumahnya.

Dalam satu rumah, Sabuh tinggal bersama anaknya yang sudah menikah. Sehingga ada 2 KK yang juga ikut menggunakan dua sistem penyedia listrik ini. Setiap bulan Sabuh dan anaknya membayar secara bergilir ke tetangga yang sudah memberikan nempel listrik sekitar Rp100-150 ribu.

Ia juga menceritakan sudah mengeluarkan cukup banyak biaya untuk membeli kabel karena jarak narik lumayan jauh. Tak hanya Sabuh, beberapa keluarga lainnya juga melakukan hal yang sama untuk mengakali kondisi agar tak kekurangan listrik. Jika saja PLTS atap bisa memenuhi kebutuhan listriknya untuk semua aktivitas di rumahnya, ia tak akan keberatan dipungut iuran sebagai pemeliharaan PLTS.

Nyoman Purna, selaku operator PLTS menerangkan bahwa 400 kWp itu kalau dipakai lampu saja, akan cukup. Untuk mengatur aliran listrik merata, masing-masing rumah mendapat limiter sebagai indikator ketersediaan listrik yang tersisa.

“Tapi kalau lebih dari 400 kWp, listrik akan mati. Besoknya baru dayanya akan terisi lagi cuma dikasi 400watt saja per KK,” tambahnya.

Ketidakmampuan PLTS atap memenuhi semua kebutuhan listrik warga yang ada di Manik Aji ini menjadi kekhawatiran Kepala Wilayah Manik AJi, Nengah Subagia, bahwa warga akan berpindah dari PLTS.

Tak Banyak Kesulitan Menjadi Operator PLTS atap

Tempat penyimpanan energi PLTS Atap Dusun Manik Aji. Foto Juni

Tak banyak yang Nyoman Purna ketahui tentang pengoperasian PLTS ketika tahun 2017 itu. Ia mempelajari dari nol mengikuti arahan Dinas ESDM untuk mengenyam pengetahuan melalui diklat-diklat keluar daerah. Hingga berjalan selama 5 tahun, ia belajar otodidak sebagai operator PLTS Manik Aji.

“Pengetahuan dasar yang saya pelajari dari pengoperasian PLTS yaitu bisa menghidupkan, mematikan, bagaimana menjaga, dan membersihkan alat-alat PLTS,” kata Purna.

Dari tingkat pendidikan Purna memang tidak memiliki ijazah SD. Namun, saat ini ia sudah terbiasa mengoperasikan PLTS karena lebih banyak praktik langsug. Kesulitan yang ia rasakan ketika mempelajari menjadi operator PLTS karena diklat-diklat dan buku panduan banyak menggunakan bahasa Inggris. Setelah mendapat pelatihan dan memiliki sertifikat pelatihan ia langsung menjadi operator PLTS.

“Ke depan, PLTS ini diperkirakan bisa dioperasikan 25 tahun, tapi saya berharap bisa dipakai berkelanjutan,” ungkapnya.

Hal yang sering ia waspadai untuk menjaga PLTS adalah bencana gempa yang bisa merusak alat-alat pengoperasian PLTS. Sebab Desa Ban masuk dalam wilayah rawan bencana. Apalagi secara geografis letaknya di kaki Bukit Abang. Dulu limiter yang ada di masing-masing rumah warga sempat rusak. Namun, diganti dari bantuan pemerintah.

Purna ingin menerapkan sistem iuran untuk pemeliharaan. Tapi warga belum sepakat. Sehingga ketika ada kerusakan lampu, bisa disediakan alat-alat pengganti yang dibeli dari hasil iuran itu. Agar jangan sampai karena kerusakan lampu saja menunggu bantuan pemerintah.

Bahan bakar fosil masih mendominasi

Strategi jangka panjang untuk penurunan karbon dan perubahan iklim atau Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (Indonesia LTS-LCCR 2050) masih didominasi oleh bahan bakar fosil.

Bali diperkirakan bisa sepenuhnya terbarukan lebih cepat yakni pada 2045, dengan PLTS (utility) 49%. Namun terinstal baru 8 GW dengan kapasitas energi 11,8 terra watt/hour (TWh).

Kebutuhan energi Bali saat ini 350 MW datang dari Paiton, Jawa Timur. Sedangkan pembangkitknya masih menggunakan batubara. Demikian juga PLTU di Celukan Bawang masih menggunakan batu bara. Padahal kebijakan kami di Bali ingin menggunakan energi baru terbarukan. Gubernur Bali Wayan Koster mewacanakan kebijakan energi baru terbarukan, minimum dengan bahan bakar gas. Namun, saat ini ada protes warga desa adat Intaran, Sanur yang memprotes rencana pembangunan terminal LNG di kawasan hutan mangrove dan pesisir.

The post <strong>PLTS Atap, Penolong Kegelapan Dusun Manik Aji</strong> appeared first on BaleBengong.id.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *