Nosstress dan Solidaritas Keberagaman di Anugerah Jurnalisme Warga Balebengong 2017

 

Citizen Journalism Awards 2016/Foto Anggara Mahendra

Merayakan keberagaman di Anugerah Jurnalisme Warga tahun ini.

BaleBengong dan 11 media jaringan komunitas dan warga di Indonesia menghelat Anugerah Jurnalisme Warga (AJW) tahun 2017. Puluhan karya dari warga berkompetisi membuat karya dengan topik Bhinneka Tunggal Media, Merayakan Keberagaman Indonesia melalui jurnalisme warga.

Mereka adalah Lingkar Papua (Papua), Kampung Media (NTB), Kabar Desa (Jawa Tengah), Plimbi (bandung), Kilas Jambi (Jambi-Sumatera), Tatkala (Buleleng-Bali), Nyegara Gunung (Bali), Nusa Penida Media (Klungkung-Bali), Sudut Ruang (Bengkulu), Peladang Kata (Kalimantan Barat), dan Noong (Bandung).

BaleBengong adalah portal jurnalisme warga di Bali dan merintis AJW pada 2016. Sejak tahun 2007, BaleBengong hadir sebagai media alternatif di tengah derasnya arus informasi dari media arus utama. Dalam portal ini warga bebas menulis atau merespon sebuah kabar. Warga tidak hanya menjadi obyek, tetapi subyek berita.

CItizen Journalism Awards 2016/Foto Anggara Mahendra

Tahun ini ada sejumlah penghargaan diberikan pada pewarta warga yang mengirimkan karyanya ke Balebengong dan 11 media lainnya. Dalam AJW yang dihelat Minggu malam (5/11) ini, juga akan dihelat diskusi bertajuk “Menjaga Privasi, Merayakan Kebebasan Berekspresi” dengan narasumber Sofia Dinata (aktivis LGBT), Sugi Lanus (Hanacaraka Society), dan Dewi Widyaningrum (ICT Watch/Internet Sehat).

Untuk mengguyubkan suasana, pengunjung diajak makan bersama atau megibung. Penganugerahan AJW 2017 akan dibawakan secara dramatikal oleh Teater Kalangan, kelompok lintas grup teater dihidupkan oleh anak-anak muda yang sangat produktif.

Made Adnyana Ole, pengelola Tatkala.co yang juga juri AJW 2017 menyebut kegiatan ini sudah menjadi semacam cita-cita. Bagi para penggelut jurnalisme warga lain, baik selaku pengelola portal, blog, atau kontributor. “Mereka, para penulis dan jurnalis warga itu memang layak diberi penghargaan,” katanya. Karena meski tak dapat honor dan digaji, justru seringkali nilai berita atau peristiwa yang mereka tulis jauh lebih penting dari penulis atau jurnalis di media umum.

“Dari situlah saya mendapat rumusan tentang jurnalisme warga. Bahwa warga di sini bukan jadi jurnalis sebagaimana jurnalis yang bekerja di industri media, melainkan mereka bisa menjadi apa saja yang mereka inginkan untuk bercerita tentang apa saja yang mereka lihat, dengar dan pikirkan,” papar pria penulis ini.

Jika wartawan bekerja dengan batasan nilai-nilai berita sesuai dengan karakter media tempatnya bekerja, maka jurnalis warga menurut Ole mungkin saja menulis hal-hal tak bernilai di mata umum. Tapi mereka memasukkan nilai pada tulisan dengan cara mereka.

Ary Pratiwi dari Nyegara Gunung menyebut kesempatan ini juga mendorong warga pesisir menyuarakan perspektif mereka tentang keberagaman dari sudut pandang darat dan laut yang tak terpisahkan.

Band Nosstress, trio folk cum aktivis terlibat dalam AJW tahun ini. Nyoman Angga, personil band Nosstress punya harapan terkait gerakan jurnalisme warga di Indonesia ini. “Media yang memberi pembinaan pada warga, untuk bisa mewartakan berita penting, berguna, dan tentu bebas dusta. Dunia pasti jauh lebih baik jika warganya tidak mudah hanyut oleh hoax, apalagi sampai juga menjadi agen hoax,” katanya.

Oh, Ini Bukan Nosstress? Foto: Dok Nosstress

Warga menurutnya punya posisi penting mewartakan hal keseharian seperti kesehatan dan pendidikan. “Misal ada guru merasa kini sekolah bagai pabrik kapitalis penghasil produk, itu ditulis. Pasti asyik, dan membangkitkan gejolak ikut bicara di masyarakat,” harap Angga.

Hal paling sederhana dan penting juga menurutnya jika Ibu-ibu mewartakan update harga bahan pokok dan di mana termurah, agar hidup rumah tangga menjadi hemat dan bahagia.

Sementara untuk Gunawarma Kupit, juga dari Nosstress, semangat jurnalisme warga ini adalah gerakan kolektif. “Musik Nosstress kan berangkat dari komunitas, dan gerakan jurnalisme warga adalah salah satu kunci yg mengiringi perjalanan kami,” tuturnya.

Usai menelurkan dua album penuhnya, Perspektif Bodoh I (2011) Perspektif Bodoh II (2014), serta album kolaborasi bareng Mitra Bali Fair Trade berjudul “Viva Fair Trade” (2015), trio musisi ini meluncurkan album bertajuk “Ini Bukan Nosstress”.

Secara materi, lagu-lagu mereka kali ini hadir secara personal. Masing-masing lagu, diciptakan hingga kemudian dilantunkan langsung oleh sang empunya, tidak lagi bertiga. Itulah mengapa mereka tak ingin menyebut album ini sebagai bagian dari album Nosstress.

Ada 9 lagu yang disuguhkan Angga, Kupit dan Cok yang masing-masing melahirkan 3 buah lagu. Di album ini juga menghadirkan beberapa sahabat musisi berkolaborasi. Mereka adalah Dadang SH. Pranoto (Dialog Dini Hari, Navicula) yang juga berperan sebagai produser album ini, Deny Surya (Dialog Dini Hari), Sony Bono, WayanSanjaya, Windu Estianto, FendyRizk dan Dony Saxo.

Perhelatan AJW tahun ini juga dirangkaikan dengan peringatan 10 tahun Bali Blogger Community (BBC), yang kelahirannya setelah BaleBengong pada 2007 dan turut mengelola secara bersama sampai kini. AJW didukung dengan dukungan publik melalui sejumlah donasi dari KitaBisa, bazzar sembako dari desa-desa di Bali, dan lainnya. “Untuk menyemai semangat keberagaman tak hanya etnis juga ide, suara-suara dari berbagai sudut nusantara,” seru Desak Putu Diah Dharmapatni dari BaleBengong.

 

 

 

The post Nosstress dan Solidaritas Keberagaman di Anugerah Jurnalisme Warga Balebengong 2017 appeared first on BaleBengong.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *