saya duduk bersila di bale dauh kediaman cece, di rumah bergaya tahun 60/70an karpet merah menutupi lantai tegel yang dingin, dindingnya krem agak kecokelatan, disebelah kanan ada Gungkak Mayun, cece ada di sebelah kiri saya, diikuti Aji, Aji Tu Dalem karang, Gungkak Alit, Bli Regen, Bli Made Dalem karang, sepupu saya Gung Herma, diseberang ada Ibu. Saya memandang keluar, hampir saja melompat keluar untuk ambil kamera dan mengabadikan moment seperti biasa, sedetik kemudian inget lagi kalau peran saya sekarang bukan dokumentasi, tapi pemeran utama x))
prosesi pernikahan adat bali bukanlah hal yang asing bagi saya, Aji saya adalah salah satu juru raos atau juru bicara di lingkungan keluarga besar jeroan dan sebagai asistennya saya senantiasa mengantarkan beliau pada acara-acara ngeraos/lamaran, dan tugas saya sebagai seksi dokumentasi keluarga juga membuat saya seringkali harus memperhatikan detail dan langkah-langkah prosesi perkawinan adat bali.
Tapi ini aneh.
Saya berada dalam lingkaran, bukan sebagai penonton, tapi semua mata dan pembicaraan mengarah kepada saya, mereka sedang membicarakan saya, yang akan melamar gadis dari tuan rumah. Melamar teman sekolah saya sejak SMP-SMA. Kemudian saya bingung, habis nikah ngapain donk ya? Walaupun kami tidak setiap saat bersama, bahkan beberapa teman nggak tau kalau saya punya pacar, tapi udah cukup sering juga bersama-sama hadir di acara keluarga, beberapa tahun belakangan juga cece seringkali ikut pulang ke Gianyar setiap galungan.
Ya sudah, seperti 12 tahun yang lalu, kita jalani saja 🙂
Leave a Reply