Menapaki Kerja Keras Petani Eks Transmigran di Jalur Trekking Bukit Sari

Bukit Kertas

oleh: Angga dan Riski

Saya melewati jalur Seririt Gilimanuk menuju jalur treking Desa Sumberklampok. Ada jalur treking di Desa Sumberklampok dengan melewati tiga lokasi yang bisa disinggahi. Pertama Pura Subak Merta sari, kedua ternak kandang sapi, ketiga Bukit Kertas.

Panjang perjalanan saya bertemu dengan tokoh-tokoh di lokasi tersebut. Nengah Kisid selaku  ketua subak mengatakan kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan di Pura Subak yaitu menanam pohon. Untuk menjaga pohon itu supaya tetap hidup di musim seperti sekarang yang sudah memasuki musim kemarau, satu Minggu sekali anggota subak melakukan penyiraman secara bergilir.

Di Subak Merta Sari terdapat embung. Embung penting karena menjadi tempat penampungan air. “Karena subak itu adalah pengelolaan pembagian air, jadi penting memastikan ketersediaan air,” katanya.

Ada juga Pura Subak, biasanya menjadi tempat para petani memohon, kepada sang pencipta melalui Pura Subak. Pura Subak menganut Trimandala. Pura Subak itu terletak di hulu. “Pura Subak itu tempatnya di hulu, yang artinya itu di atas,” tambahnya.

Lahan yang diolah oleh anggota subak rata-rata tanahnya lempung pasir. Jadi untuk menjaga kesuburan lahan yang dikelola oleh anggota subak,  para petani memelihara ternak. Memanfaatkan limbah pertanian, limbah peternakan menjadi pupuk yang berasal dari kotoran sapi. Itu untuk mengimbangi kesuburan tanah.

“Hampir semua anggota subak memelihara ternak sapi. Kalo Embung adalah bantuan dinas,” paparnya. Kebetulan juga embung itu tempatnya memang harus di ketinggian. Sehingga mempermudah mendistribusikan air dari embung ke pertanian. “Saat ini subak tempat di sini masih sangat membutuhkan air. Kami sudah melakukan penanaman untuk menjaga air,” cerita Kisid.

Air di Embung hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan di areal pertanian Bale Subak. Belum ada pipanisasi untuk menyalurkan ke lahan-lahan anggota-anggota subak. Anggota subak hingga saat ini sekitar 61 orang. Masing-masing sudah menggarap lahan sekitar setengah hektare. Sedangkan lahan bagian luar Bale Subak menjadi laba subak sehingga seluruh anggota subak memiliki kewajiban menjaga lahan itu bersama.

Jalur selanjutnya saya melewati lahan peternakan warga Bukit Sari yang berdampingan di lahan Bale Subak. Saya bertemu dengan Ketut Senin Sila seorang peternak di jalur treking.

Ia  beternak sapi, sekaligus mengelola pertanian. Saat saya melewati jalur ini, pertanian Ketut Senin sedang ditanami jagung. “Sekarang saya memiliki 7 ekor sapi,” kata Ketut Senin.

Petani di kaki bukit

Ketika musim kering Senin memilih menanam jagung di lahan pertaniannya. Seperti saat musim kemarau ini, Senin bisa memanen dua ton setengah jagung dari lahannya yang dilalui di rute treking. Senin memiliki luas garapan lima puluh are,

“Kalau hasilnya maksimal, panen jagung di lahan lima puluh are, bisa mendapatkan dua ton setengah bersih setelah dirontok,” cerita Senin.

Setelah melalui trek pendek, dari Bale Subak dan lahan pertanian dan peternakan Senin, kita akan melalui rute lebih panjang hingga sampai pada lokasi treking terakhir yang dituju adalah Bukit Kertas.

Hanya saja, ketika treking kali ini saya belum bisa sampai ke dalam hutan. Sebab kondisi perjalanannya di hutan menuju Bukit Kertas sudah lama tidak dilalui. Sehingga pepohonan liar dan berduri menghadang jalur treking. Jalur treking ke Bukit Kertas ini biasanya akan dibersihkan oleh warga Bukit Sari setiap  6 bulan sekali ketika menyongsong hari perayaan pura di sana. ??Akhirnya saya melihat Bukit Kertas dari lahan pertanian terdekat di sana. Di sana saya bertemu salah satu warga Bukit Sari yang memiliki lahan dekat dengan hutan kertas,  Gede Sudiartana. Ia menyambut saya ramah, menceritakan tentang Bukit Kertas.

“Kenapa dibilang Bukit Kertas, karena bukitnya hanya satu lapis. Apabila musim kemarau, hutannya akan kelihatan tandus. Pohon-pohon gersang, secara kasat mata terlihat putih seperti kertas,” jelas Sudiartana.

Areal Bukit Kertas masih sangat terjaga. Tidak sering ada yang ke areal dalam hutan. Sesekali warga yang datang ke hutan di bawah Bukit Kertas bertujuan untuk mencari kayu bakar. Di dalam Bukit Kertas terdapat pura yang dikelola oleh warga Bukit Sari dan batu besar yang dijaga.

Menurut penuturan Sudiartana, ia memperkirakan satwa-satwa yang ada di hutan Bukit Kertas seperti babi hutan, monyet, kijang, ayam hutan, dan burung-burung. Pepohonan hutan kertas di lindungi oleh warga setempat, dan di hutan kertas ada juga seperti, kayu talok kalikukun tawas, dan lainnya.

Perjalanan menyusuri treking sampai satu jam. Bukit Kertas memiliki satwa yang menjadi petunjuk akan turun hujan, karena itu bukit ini jadi panduan para petani di sekitarnya.

“Saya sambil bertani di sini, cuma pernah dengar suara-suaranya saja, tidak pernah lihat langsung,” kata Sudiartana.

Respon satwa di dalam hutan Bukit Kertas menjadi tanda pengenal para petani dan warga di Bukit Sari. Ketika musim hujan tiba, sebelumnya itu para burung dari dalam hutan Bukit Kertas akan bersuara saling bersautan.

“Yang lebih bagus lagi, ketika sehabis hujan, pagi-pagi satwa-satwa di hutan seperti burung saling berkicau, menjadi hiburan saya sambil mengelola lahan,” cerita Sudiartana.

Perjalanan menyusuri treking hingga ke dalam hutan Bukit Kertas dari Bale Subak sampai satu jam. Sepanjang perjalanan yang saya temui adalah pertanian dan beragam jenis pepohonan.

The post Menapaki Kerja Keras Petani Eks Transmigran di Jalur Trekking Bukit Sari appeared first on BaleBengong.id.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *