Melestarikan Tapel Ngandong, Kesenian Unik dari Desa Les Lewat Akses Digital

Tapel Ngandong, kesenian unik dari Desa Les. Foto Gede Saniarsa

Pulau Bali memiliki keunikan budaya dan tradisi serta berbagai jenis penampilan seni membuatnya selalu menarik untuk dinikmati dan sering dinobatkan sebagai destinasi wisata terbaik di dunia. Salah satunya desa yang terletak di Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng yaitu Desa Les, memiliki kesenian berupa Tapel Ngandong.

Desa Les merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Desa Les ini memiliki segudang destinasi wisata tak terkecuali adat dan budaya yang kental. Desa Les mempunyai potensi kesenian yang dikembagkan oleh masyarakat Desa Les. Jenis kesenian yang ada di Desa Les yaitu tapel ngandong.

Pernahkah kamu mendengar istilah tapel ngandong? Tapel ngandong ini hanya bisa kamu temui saat berkunjung ke Desa Les. Tapel ngandong ini juga sering mungkin Anda jumpai ketika ada sebuah pawai atau acara resmi yang dilakukan disekitar kabupaten Buleleng. Tapel ngandong ini juga sudah menjadi seni hiburan turun-temurun yang disaksikan oleh masyarakat Desa Les dari masa ke masa.

Pertama kali pameran tapel Ngandong ini diperankan oleh Jro Penyarikan Derasa dan anak-anaknya. Ketika sudah meninggal, kemuadian diterima oleh Jro Penyarikan Nail dengan penarinya Nengah Srikanti Bapak kandung Wayan Madiasa penari yang sekarang. “Saya adalah generasi ke 3, penerima tapel ngandong yang ingin melestarikan budaya tapel ngandong ini. Budaya ini hampir punah dan ingin dibakar, jadi saya ingin melestarikan dan mewariskannya nanti kepada anak cucu saya,” tutur Wayan Madiasa (12/05/2022).

Wayan Madiasa adalah pria kelahiran 1964 yang sangat suka dengan kesenian, hampir 60 tahun sudah menjadi maestro penari tapel ngandong. Tapel ngandong ini bukan seperti tarian pada umumnya, seperti arja, drama atau yang lainnya. Tetapi, tapel ngandong ini adalah sebuah kisah tentang seorang dadong (nenek tua) yang mengendong pria, berjalan ke suatu tempat.

“Awalnya bukan tapel ngandong namanya, tetapi dadong reod. Kemuadian seiring berkembangnya jaman, muncul lah ide tapel ngandong. Karena tapel yang ngandong kakek,” tegasnya.

Pementasan Tapel ngandong ini hanya dipentaskan pada hari-hari tertentu saja, seperti pawai hut Kota Singaraja, penyambutan anggota dewan, hari raya pengerupukan dan yang lainnya. “Pentas terakhir 3 bulan yang lalu, sepi sekali tidak ada yang mengundang sejak corona datang. Dulu pernah pentas di Taman ujung, Karangasem dan di Jakarta,” tutur Wayan Madiana.

Tapel ngandong bukanlah tarian sakral, tarian ini tidak membutuhkan banyak teknik sehingga harus belajar dulu untuk memakainya. Teknik tarian ini hanya mengikuti pola gerak kepala dengan kaki.

“Tapel ngandong ini bukan tarian sakral, cukup hanya dibuatkan banten ajengan kalau hari tumpek dan canang sari kalau mau pentas,” imbuhnya.

Gambelan yang mengiringi tapel gandong ini adalah Tektekan, tektekan itu sendiri adalah kentungan yang cara memainkannya adalah dengan cara dipukul secara spontan. Di Bali disebut “kulkul” yang dibuat dari bambu, tektekan ini memberikan ciri khas sebagai iringan pentasnya tapel ngandong tersebut. Penemu tektekan itu ialah Wayan Nuarsa, sejak tahun 1980-an. Tektekan tidak hanya sebagai pengiring dari pementasan tapel ngandong ini, akan tetapi juga pengiring ogoh-ogoh di Desa Les saat pengerupukan (sehari sebelum hari raya nyepi).

“Biasanya saat saya pawai selalu diiringi oleh tektekan,” imbuhnya. Cara membuat alat ini sangat sederhana, yaitu hanya dengan membuat lubang berbentuk segi empat memanjang di tengah-tengah batang bambu serta batangnya sendiri sebagai resonatornya.

Bahannya dibuat dari jenis-jenis bambu yang agak tebal seperti bambu ampel gesing dan petung. Seni sudah memang dari dulu ada di dalam jiwa Wayan Madiana, beliau tak ingin kesenian yang sudah dari jaman dulu ini punah begitu saja. Beliau berharap anak cucunya bisa melestatikan budaya tapel ngandong tersebut.

Hampir punah budaya yang sudah turun-temurun sejak lama ini, minimnya akses pada teknologi digital menjadikan salah satu pemicu utama penyebab akan hal tersebut. Seniman-seniman lawas yang sudah melanglang buana terpaksa harus menunggu panggilan job jika hanya ada undangan dari oknum tertentu saja.

Perlengkapan Tapel Ngandong.

Akses Teknologi untuk Melestarikan Tradisi

Akses teknologi digital sangat-sangat diperhatikan dalam hal ini, banyak sekali fitur-fitur yang siap memperkenalkan kesenian Bali tak terkecuali di Desa Les ini. Facebook dan Youtube menjadi primadona yang selalu ramai peminatnya, melalui perantara media sosial sepertinya akan ada yang melirik kesenian-kesenian tradisional yang sudah turun-temurun sejak lama ini.

“Saya sudah lama menjadi orang yang pecinta seni, bahkan di kalangan keluarga saya merupakan anak seni semua. Namun sayang seribu sayang, kesenian tradisional sekarang kurang sekali mendapat perlakuan yang baik. Entah karena memang jaman yang sudah modern atau memang sudah ditinggalkan,” tutur Eka, salah satu warga di Desa Les.

Para seniman perlu diberikan bekal literasi digital agar bisa dikenal oleh dunia yang lebih luas, salah satunya seniman tapel ngandong yang berada di Desa Les. Jika seniman tapel ngandong tidak terekspos, mungkin banyak orang-orang tidak tahu dan tidak akan pernah ada yang mengenal tapel ngandong ini.

Para seniman di seluruh Bali harus bisa melawan arus dunia modern, coba mengupload seluruh video kesenian yang hampir punah ke media sosial. Dengan begitu, orang-orang akan tahu dan bahkan akan berpikir dua kali jika tidak melestarikannya. Kalau bukan kita siapa lagi yang akan mewarisinya.

“Saya sudah tua dan tidak mengerti cara menggunakan media sosial, saya cuma punya hp lawas yang bisa digunakan untuk menerima atau mengirim panggilan kepada orang lain,” ujar Pak Wayan, salah satu warga. Media sosial bukanlah hal sulit yang harus diperhitungkan untuk memakainya. Dijaman modern seperti sekarang ini hampir semua orang bermain media sosial. Dimana hampir semua orang memprioritaskan media sosial dari pada kegiatan yang lain.

Bahkan media sosial sekarang sudah seperti asupan energi untuk hidup, di mana saat baru bangun sudah cek media sosial untuk mencari berita yang sedang trending dilanjutkan seperti selalu update status dan live kegiatan apa yang sedang dilakukan dan tanpa melakukan hal tersebut sehari pun maka hidup terasa hampa, Maka dari itu melihat dari pola kebiasaan sebagian masyarakat sudah saatnya kita selalu update perihal kesenian kealifan lokal yang menarik para warga net untuk memperkenalkan keunikan kebudayaan Bali kepada dunia.

The post Melestarikan Tapel Ngandong, Kesenian Unik dari Desa Les Lewat Akses Digital appeared first on BaleBengong.id.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *