Me, Myself and Time Capsule

Dear old times,

Berapa lamakah suatu hari harus kutinggalkan hingga ia layak kusebut sebagai masa lalu? Seberapa jauhkah jarak harus kutempuh hingga hati layak mengenang satu waktu dihari lalu dengan begitu unyu? Seperti apakah lagu, yang sanggup membawaku berlayar jauh menyeberangi lintasan waktu?

Sudah lupa, kapan awalnya kebiasaan itu saya mulai. Yang jelas. Hari ini. Jika berkendaraan kemana-mana saya gandrung sekali untuk stay tune difrekuensi radio yang memutar lagu lagu lawas. DiBali, 97.7 Gema Merdeka FM buat saya merupakan juaranya untuk stasiun radio spesialis tembang kenangan. Tak heranlah, mengingat jika Gema Merdeka merupakan radio tertua diBali. Di frekuensi ini saya masih bisa dengan begitu unyunya menikmati Benci tapi rindunya Ratih Purwasih, Aku masih seperti yang dulu nya Dian Piesesha sampai Diradio nya Gombloh, semua disajikan dalam urutan playlist yang nyaris sempurna setiap hari.

Banyak dari kita mungkin lebih menggemari stay tune di playlistnya Norah Jones, Adhitya Sofyan, Ellie Goulding, Skunk Anasie, Rihanna atau Smash. Pun terkadang saya juga, itu kenapa, sejenak tadi dijalan pulang saya mencoba menjawab sendiri tentang apa yang menyebabkan saya hari ini menjadi pecandu akut tembang tembang lawas. Pikir punya selidik, ternyata jawabnya mudah saja, romantika masa lalu. Ya, romansa masa lalu yang begitu sederhana tapi terasakan cantik luar biasa sampai dihari ini.

Melaju di penggal-penggal jalanan Bali yang makin hari makin padat sambil mendengarkan lagu lagu lawas nyatanya memang mampu membuat saya seperti sedang duduk didalam time capsule. Sebuah ruang bergerak yang sanggup memindah dimensikan saya dari hari ini yang begitu padat ke hari hari di era 80-an saat semua terasa begitu lapang, melegakan dan nggak neko neko.

Ya, nyatanya lagu-lagu lawas itu mampu membuat saya melihat kembali hari-hari dalam warna sephia. Hari-hari saat Ayah Bunda kerap pergi berdua dengan vespa tua mereka.  Saat tangan Bunda tak pernah absen mendekap erat pinggang Ayah yang saat itu masih begitu langsing. Atau saat Ayah menggendong saya tinggi tinggi diatas pundaknya sambil berputar putar membuat saya terdera tawa.

Itu dari sisi romantisme masa lalu yang begitu mudahnya dihadirkan kembali kedalam ruang ingatan hanya dengan mendengarkan sepotong tembang lawas. Bicara dari sisi musikalitas, saya melihat rasakan jika lagu-lagu lawas itu merupakan sebuah karya musik yang begitu lugas. Contoh kasus tentang betapa sederhananya masa lalu itu terasakan, bisa kita temui disalah satu lagu Ratih Purwasih & Nicky Ukur yang berjudul Malioboro misalnya. Buat saya pribadi lagu tersebut merupakan karya musik yang luar biasa cerdas dan total orisinil, karena biar bagaimanapun lagu tersebut mampu membuat ‘pisang goreng’ ‘kopi manis’ gelas kaca’ ‘lampu neon’ ‘ubun ubun’ sampai ‘nasi bungkus daun pisang’ untuk duduk bersama dalam bait bait disatu buah lagu yang sama. Brilliant.

Saya sempat ‘ndlongop’ salut ketika SMASH mampu membuat kata ‘cenat-cenut’ naik pangkat dari yang tadinya hanya ungkapan ekspresi sakit kepala — lalu menjadi ungkapan ekspresi untuk hati yang sedang gamang tak menentu karena cinta. Tapi salut saya itu tak begitu terlalu dibandingkan salut saya terhadap lagu Malioboronya Ratih Purwasih tadi. Perhatikan saja penggal liriknya berikut,

Panas panas goreng pisang / Kopi agak manis digelas kaca / Digelar tikar diterang neon / Diubun ubunnya Yogyakarta / Gadis manis senyum senyum / Tawarkan nasi bungkus daun pisang / Semua Aku ingat / Dan tak akan kulupa / Kenangan paling indah / Dan paling, paling asik.


Reff: Ada lagu yang indah di Malioboro / Lagu cinta tentang engkau dan aku / Ada sajak yang indah di Malioboro / Sajak cinta tentang engkau dan aku

Lagu yang hangat ya? Nah, hari ini, musisi mana yang bisa menciptakan sebuah lagu penuh cinta tanpa banyak banyak mengobral kata cinta didalamnya? Musisi Indonesia mana yang sanggup membuat ‘nasi bungkus daun pisang’ dan ‘ubun-ubun’ menjadi bagian bait lagu ciptaan mereka?

a note to remember. Remembering the past is legal. Trying to come back to the past is another story. Thanks to 97.7 Gema Merdeka FM for always keep my time capsule heat.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *