suatu hari saya bertemu dengan seorang teman, lalu dia bertanya : “how does it feel become parents of 5 years old boy?”
and all I could say was, “it’s getting harder when he gets older.”
kalau dulu ada istilahnya terrible two dimana G bakalan bilang tidak terhadap apapun yg dikatakan padanya, punya anak umur 5 tahun kayaknya jadi melihat terrible two menjadi hal yang kecccciiiillll… ya ya ya, kita memang cenderung melihat sesuatu itu jadi kecil ketika sudah berhasil melaluinya.
tapi memang begitulah, menjadi orang tua dengan anak usia 5 tahun memang ada enak ngga enaknya dibanding punya anak 2 tahun. bagian enaknya, ngga harus dijagain. hahaha, ya paling sekarang nonton tivi masih ditemanin, tapi anaknya sudah mulai canggih untuk bisa keluyuran sendiri meski hanya ke beberapa rumah di satu gang. enaknya lagi anaknya sudah bisa diajak diskusi, kenapa kita sekolah disini dan kenapa tidak di situ? apakah bulatan marka jalan itu kayak bulan, yang bersinar karena pantulan lampu? kenapa dinosaurus tidak ada lagi di sini?
seru sih, emaknya harus belajar banyak tiap ada pertanyaan yang belum ada jawabannya. tapi tapiiii… tunggu dulu! bagian ribetnya belum diceritain.
kalau dulu jaman terrible two (or rathen till 3,or 4?) mungkin dia hanya berkata “tidak!”, tapi sekarang mulai mendebat dan mempertanyakan apapun yang dikatakan ke dia. kenapa aku harus cuci muka jam 9 kalau aku tidur jam 10? kenapa aku harus mandi pagi kalau aku libur? kenapa aku begini dan kenapa kamu begitu?
okelah, bagian itu masih lebih mending. keusilannya juga makin menjadi-jadi. he tends to do something that he’s prohibited to do. yaaaaa…ini kecenderungan emak bapaknya juga sih, suka melakukan hal-hal yang dilarang. tapi tapi, ini anak umur 5 tahun! bukan sesuatu yang gimana-gimana, ini cuman basic untuk interaksi, misal : jangan suka merepotkan orang lain. dan dia melakukan sebaliknya dong.
contoh ya, dia sengaja untuk membasahi rambutnya dan meneteskannya di..LUAR KAMAR MANDI! atau, dia sengaja gabruk-gabrukin sepatunya di teras. SEPATU. YANG. PENUH. TANAH. dan sebagainya yang bikin naik pitam emaknya. akibatnya, dr libur 4 hari weekend lalu, dia lebih sering diomelin. ๐
apakah berubah? YES. tapi ujungnya pas lagi santai nonton tivi, dia bilang “itu mama, yang baju ungu. mama kan penyihir. karena suka marah-marah.”
hm.
hmmmmm…
pernah patah hati ditinggalin pacar karena “kamu terlalu baik untukku.”?
ini rasanya lebih dari itu. dibilang mama penyihir oleh anak sendiri itu huft banget.
the worst thing for being parents mungkin adalah merasa tidak disayangi, atau mendengar anak tidak menyayanginya. dan ini sebenarnya sudah saya dan suami persiapkan sejak dini, untuk tidak berharap apapun, bahkan berharap anak akan selalu nurut sama orang tuanya pun tidak (tapi ini mungkin nanti, jika dia sudah sudha cukup umur untuk menentukan pilihan hidupnya)
kami ingin membebaskan G, tidak membebaninya dengan suatu keharusan untuk melakukan ini itu. mungkin karena kami tidak ingin terjebak pamrih, mungkin.
tapi mendengarnya bilang mama penyihir itu, antara sedih, sebel dan pengen ketawa. even if I’m ready for the worst thing if our love doesn’t match his expectation, tapi kok ya masa musti dengernya sekarang. :)))
tapi ya tapi, anak-anak itu seringkali tidak memahami apa yang dia katakan. belum tentu apa yang dia katakan, sesuai dengan maksud yang kita tangkap. hal-hal seperti itu. dan karena memang kami ingin menjalankan keluarga ini secara kasual, jadi yasudahlah ya..mama harus sok cool dan tetap kepala dingin sambil perlahan-lahan membela diri dengan penjelasan-penjelasan. mari kita sama-sama belajar, nak. kenapa aku begini, kenapa kamu begitu.
toh ngga lama, anaknya tetap manja dan nguyel-nguyel mama penyihirnyaaa.. ๐
Leave a Reply