Awalnya agak meragukan dan seperti lost focus.
Lha masak para blogger terpilih malah diajari hal amat mendasar tentang blog. Misalnya, apa itu blog, jenis-jenis blog, dan semacamnya. Padahal, setahuku, sekitar 60 blogger yang hadir di Gathering Blogger Mizan ini blogger pilihan.
Blogger pilihan ini bukan berarti hebat-hebat apalagi lebih hebat daripada blogger lain. Tapi, setidaknya mereka bukan blogger pemula atau malah yang baru belajar tentang blog.
Malah, beberapa di antara mereka, bagiku, termasuk orang-orang berpengaruh dalam urusan blog tematis. Misalnya, Banyumurti, yang konsisten menulis kuliner dari hampir setiap kota yang pernah dikunjunginya. Ada pula Bukik Setiawan, bekas dosen yang amat rajin menulis tentang psikologi atau motivasi.
Ada pula Isnuansa yang aku kenal sebelumnya sebagai salah satu blogger yang rajin menulis tentang search engine optimazion (SEO) dan Helda Sihombing, blogger remaja dari Medan yang rajin nulis tentang dunia remaja.
Intinya, blogger-blogger ini bukan pemula. Mereka diundang, menurut panitia, karena punya ciri khas masing-masing dalam tulisannya. Blogger yang hadir di Bandung ini dari Medan, Surabaya, Bekasi, Depok, Solo, dan Bali. Aku termasuk di antara yang ikut hadir ini.
Karena sudah pada rajin ngeblog itu, maka menurutku tak perlu belajar lagi tentang hal-hal amat mendasar tentang blog, sesuatu yang sudah mereka geluti selama ini. Karena itu pula serupa menegakkan benang basah jika memberikan materi tentang dasar-dasar blog pada mereka.
Pembicara materi ini sebenarnya keren, Muhammad Assad. Dia sudah membukukan tulisan-tulisannya di blog dengan judul Notes from Qatar. Cuma ya tidak tepatnya karena materi yang dia sampaikan adalah hal amat mendasar. Itu saja sih.
Bagian lebih menarik justru ketika Assad menceritakan pengalaman pribadinya ketika kirim naskah buat buku ke penerbit. Dia sempat ditolak Penerbit Mizan pada awalnya. Tapi ya kini bukunya termasuk salah satu buku best seller. Aku menikmati cerita-cerita dia tentang ini.
Seharusnya sih cerita-cerita pribadi Assad semacam ini lebih banyak dibagikan saat Kopdar Mizan. Sayangnya ya tak banyak waktu untuk menceritakan pengalaman pribadi ini.
Untung kemudian ada pembicara kedua usai makan siang, Pidi Baiq, penulis buku Catutan Harian Pidi Baiq. Pidi Baiq ini dikenal pula sebagai Imam Besar The Panas Dalam, band rock ngocol dari Bandung.
Pidi Baiq ini sebenarnya diminta berbagi pengalaman menerbitkan buku yang isinya diambil dari blog. Cuma dia malah ngocol dan ngaco dengan omongan-omongan spontan bin ngawur yang, bagiku sih, tak cuma menghibur tapi juga mengaduk-aduk kemapanan berpikir.
Baiq misalnya dengan cueknya bercerita bahwa dia pernah nakal dan jadi anggota geng motor XTC ketika sekolah. “Kalau tidak ada anak nakal, belum tentu akan ada anak-anak pintar,” katanya.
Itu hanya sebagian omongan Baiq yang aku ingat. Dia bercerita selama sekitar 1,5 jam tentang tema beragam, buku, blog, sekolah, desain, agama, apa saja. Meski obrolan Baiq sering tak nyambung dengan tema pertemuan sehari tersebut, bagiku tetap saja keren. Kapan lagi bisa kuliah gratis dari filsuf nyentrik ini.
Usai obrolan bersama Pidi Baiq, dengan Daan Aria sebagai pemandu seperti juga sesi awal, kopdar siang itu sudah selesai. Namun, atas permintaan beberapa peserta, para editor Mizan kemudian memperkenalkan diri. Bagiku sih bagian paling penting, sebenarnya.
Ngobrol bersama para editor ini hanya sekitar 30 menit. Tapi ya lumayanlah. Daripada tidak sama sekali. Setidaknya dia sudah mengobati keingintahuanku tentang proses penerbitan buku dari blog.
Ketika akan hadir di sini, aku bayangkan bagian diskusi tentang penerbitan buku ini paling intens. Jadi, para peserta akan punya bekal melangkah lebih lanjut bagaimana mewujudkan ide membukukan tulisan dari blog.
Aku belum sepenuhnya mendapatkan informasi itu. Sebab, kata salah satu panitia, kopdar kali ini baru awalan. Akan ada pertemuan lanjutan. Semoga saja akan lebih jelas tahapan dan materi diskusinya..
Keterangan: foto disalintempel dari blog Gie Wahyudi.
Leave a Reply