Konsumen adalah Raja? Lupakan Saja!

Sehari sebelum berangkat, penerbangan dari Ende ke Denpasar dibatalkan. Mati cang!

Maka, paniklah aku. Sambil jalan-jalan di Desa Bena, Kecamatan Jerebu’u, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), aku pun meminta sopir kami mencarikan tiket balik ke Bali dengan maskapai lain. Kami menelpon petugas di Ende, berjarak sekitar 4 jam perjalanan dari Ngada, agar dapat tiket tersebut.

Kami beruntung. Hari ini masih dapat tiket balik ke Denpasar dengan maskapai lain meski harga tiketnya mahal bukan kepalang, Rp 1,7 juta!

Pembatalan semena-mena seperti ini hal biasa bagi pengguna maskapai penerbangan dari maupun ke Flores dan Sumba, NTT. Bahkan, sudah di bandara pun bukan jaminan bahwa kita pasti berangkat. Ada saja alasan penundaan (delay) atau bahkan pembatalan (cancel) jadwal penerbangan.

Aku sudah mengalami buruknya penerbangan ke NTT ini berkali-kali. Dan, tak bosan pula aku menuliskannya kembali seperti saat ini.

Pembatalan penerbangan oleh Trans Nusa tersebut merupakan puncak buruknya pelayanan mereka. Dua hari sebelumnya, jadwal penerbangan dari Bali ke Ende juga mundur. Menurut jadwal seharusnya berangkat pukul 8 pagi. Nyatanya, molor jadi pukul 1.30 siang.

Ketika check in di Bandara Ngurah Rai Bali pun tak jelas. Tak ada loket Trans Nusa di barisan meja check in. Di tiket yang aku pegang pun tak tertera nama perusahaan yang melayani penerbangan ini. Tak ada juga papan keterangan Ende sebagai kota tujuan.

Mau tak mau harus bertanya ke petugas di bagian yang sepertinya berhubungan, Tambolaka, bandara di Sumba Barat Daya. Ternyata benar. Di sinilah kami bisa check in. Itu pun akan mendapat wajah tak simpatik sama sekali dari mereka. Ketus.

Nyebur Laut
Di dalam pesawat menjelang berangkat pun tak jauh beda. Di tempat duduk sesuai boarding pass yang ada di tanganku, 12 F, ternyata ada orang lain. Dia punya nomor yang sama.

“Kok nomor kursinya bisa sama, Mbak?” tanyaku pada pramugari yang lewat.

“Sudah. Duduk saja di kursi kosong,” jawabnya sambil berlalu begitu saja. Tak ada wajah bersalah apalagi permintaan maaf.

Aku tak punya pilihan selain menahan marah dalam hati. Memang apa lagi? Turun lalu tak terbang? Bisa jadi perusahaan penerbangan akan menjawab dengan santainya, “Kalau mau protes, silakan turun. Tak usah ikut penerbangan. Simpel kan?” Lalu, akibatnya, semua rencana pun akan batal. Semua pekerjaan tak akan selesai.

Konsumen tak punya pilihan, sanak saudara. Lupakanlah semua kredo konsumen adalah raja atau punya hak layanan menyenangkan. Lupakan! Jadi, meski pelayanannya tak enak sama sekali ya nikmati saja.

Masih ngeyel mau mendapat pelayanan prima? Sudah. Sana. Nyebur ke laut saja. *cabut dengan pasang tampang nyinyir. :(

Foto diambil dari Angel is Flores.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *