Kabar Gembira dari Alumni Jurnalisme Warga

Sebuah kejutan datang dari salah satu teman awal Januari lalu.

Dia mendadak kirim email, mengabarkan dia diterima di salah satu media besar di Indonesia. Teman cewek, yang sebenarnya lebih akrab di dunia maya ini, itu memberi subjek emailnya: Terima kasih.

Aku kaget. Untuk apa berterima kasih?

“… terima kasih untuk semua ilmu dan pengalaman yang sudah Mbok, Mas, dan Intan bagikan ke saya di pelatihan jurnalisme warga beberapa waktu silam…” begitu sebagian kalimat di emailnya.

Dia melanjutkan. Tulisan yang dia buat selama pelatihan tersebut dia kirim ke media tempat dia melamar setelah diperbaiki dan diterjemahkan ke Bahasa Inggris.

Wah. Ini benar-benar kejutan. Aku terharu..

Aku saja bahkan lupa pelatihan mana yang dia ikuti. Ternyata dia malah sampai kirim tulisan dari pelatihan tersebut dan diterima bekerja di media Bahasa Inggris terbesar di Indonesia.

Tentu saja aku senang bukan kepalang. Penghargaan-penghargaan semacam ini yang tak bisa dinilai semata dengan uang. Bahasa kerennya, intangible. Tak terlihat bentuknya tapi terasa gunanya.

Tahun ini, sudah lima tahun kami mengadakan Kelas Jurnalisme Warga. Kelas ini kami adakan rata-rata 3-4 kali tiap tahun. Peserta dan lokasinya berganti-ganti. Selama itu, sudah sekitar 200 alumni dari pelatihan kami.

Lumayan juga sih untuk kegiatan dengan modal pas-pasan. Kami tak punya lembaga donor besar untuk membantu program ini. Dukungan hanya cukup untuk pelaksanaan kegiatan. Padahal peserta tidak membayar sama sekali.

Tapi bisa juga rutin tiap tahun tiga sampai empat kali. Soal hasil dan dampak itu urusan belakangan. Bahwa kami masih terus konsisten melaksanakan saja sudah layak dapat tepuk tangan karena modalnya pas-pasan. Hehehe..

Akhir Desember lalu, kami membuat pertemuan pertama untuk para alumni. Cerita mereka asyik-asyik juga ternyata.

Ada beberapa alumni yang kini bekerja untuk media arus utama ternama di negeri ini. Ada yang masih rajin menulis, termasuk 8.000 kata tentang cerita perjalanan bersepeda ke Jakarta. Ada yang kini jadi pengacara dan mengaku terus termotivasi untuk menulis.

Ada pula yang mengembangkan media-media komunitas baru di Bali lebih lokal lagi.

Asyik aja sih mendengar cerita-cerita mereka. Bolehlah itu semua disebut sebagai dampak, hasil di luar “otoritas” kami sebagai pelaksana program.

Selama ini kami tak terlalu mau ambil pusing dengan hasil, apalagi dampak. Kami hanya fokus pada apa yang bisa kami lakukan dan berikan lewat kelas-kelas jurnalisme warga. Kami tak mau terbebani dengan target, hasil, dan tetek bengek lain selama melaksanakan program tersebut.

Sederhananya, tanggung jawab kami adalah memberikan pelatihan. Berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang jurnalisme warga kepada sesama warga.

Soal apakah peserta kemudian tetap rajin nulis dan apalagi mahir menulis, kami selalu punya aplogi: mahasiswa yang kuliah 4-8 tahun saja tidak semua pinter, apalagi pelatihan yang hanya 2 hari? :p

Jadi, mari lanjutkan lagi tahun ini.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *