Instalasi Seni untuk Mengembalikan Bahasa Bali

Seni menjadi alat efektif untuk mengampanyekan perlunya bahasa Bali ke anak-anak muda. Foto Santana Ja Dewa.

Anak-anak muda Bali makin lupa pada bahasa sendiri.

Saat ini, makin banyak anak muda tidak percaya diri menggunakan bahasa Bali sebagai alat komunikasi. Mungkin mereka merasa kurang kekinian atau bahkan menganggapnya kuno. Bahasa Bali kian terkikis era globalisasi.

Oleh karena itu, membangun pondasi rasa bangga keberadaan bahasa Bali mutlak dilakukan sebagai jati diri masyarakat Bali. Menumbuhkan kembali menggunakan bahasa ibu setiap komunikasi dilakukan.

Anak-anak sejak sekolah dasar yang berbahasa Bali, terutama di daerah perkotaan, bisa dihitung dengan jari. Imbasnya juga terasa di daerah pedesaan meskipun masih ada beberapa pedesaan yang tetap memegang teguh Bahasa Bali.

Salah satu penyebab kian hilangnya bahasa Bali karena bahasa Bali dirasa ruwet dan menjelimet. Untuk itulah, menciptakan kembali cinta Bahasa Bali harus melalui gebrakan yang mudah disenangi dan dekat dengan anak muda.

Seni bisa menjadi cara paling ampuh mendekatkan Bahasa Bali agar mudah dimengerti. Tak jarang masyarakat, muda, tua bahkan anak-anak dekat dengan sastra Bali.

Mengubah yang kuno menjadi kekinian. Memperkenalkan lebih dekat kepada masyarakat terutama anak muda hal-hal berbau “berkesenian “.

Aliansi Peduli Bahasa Bali (Bayu Gita Purnama, Anom, Gus Darma), Gurat Institute (I Made Susanta Dwitanaya, Dewa Purwita) dan seniman seperti Komunitas Djmur, Komunitas Helmonk dan Perupa Wayan Sudarna Putra yang lebih dikenal Nano Uhero pun nimbrung mencurahkan gagasan.

Kami dari komponen generasi muda yang tergabung dalam Aliansi Peduli Bahasa Bali dan Gurat Institute bekerja sama dengan Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Klungkung berpartisipasi dalam menyemarakkan kegiatan Festival Semarapura.

Bentuk kegiatan yang akan kami lakukan adalah seni Instalasi Mural Padmaaksara. Seni Instalasi ini termasuk salah satu kegiatan sosial yang diharapkan memberikan dampak positif bagi tumbuh dan berkembangnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan bahasa Bali.

Instalasi Mural Padmaksara adalah sebuah konsep yang mempertemukan tiga komponen mendasar dalam kehidupan masyarakat Bali, yaitu bahasa (aksara dan sastra), seni, serta ritual. Tujuannya untuk menggemakan semangat cinta bahasa Bali di Kabupaten Klungkung.

Ruang Baru

Semangat menyebarkan ideologi kecintaan terhadap bahasa Bali ini kami kemas dengan seni instalasi dan mural. Kami mencoba menawarkan ruang baru bagi bahasa Bali untuk tampil dan lebih dekat pada generasi muda, lebih dekat dengan masyarakat Kabupaten Klungkung. Sebab bagaimanapun juga, bahasa Bali harus menempati ruang-ruang baru yang lebih modern dan dekat dengan generasi muda, lebih mampu mengikuti perkembangan zaman.

Dengan demikian bahasa Bali tidak lagi dipandang sebagai bahasa kuno, bahasa yang ketinggalan zaman.

Lokasi pemasangan instalasi mural ini di Museum Kertha Gosa, sebuah lokasi paling bersejarah dalam perjalanan peradaban Klungkung dan juga Bali. Pemilihan Kertha Gosa sebagai lokasi karena Kertha Gosa adalah sebuah sejarah aksara dan kata-kata sebagai puncak penciptaan kedamaian, kerahayuan, kesejahteraan, dari pemimpin untuk segala masyarakatnya.

Kertha Gosa bermakna kata-kata yang melahirkan kesejahteraan. Pada dasar kesejarahan inilah kami berpijak, aksara Bali menjadi bangkit dan kembali ditinggikan oleh masyarakat penggunanya, tidak semata sebagai sebuah warisan peradaban namun juga sebagai keseharian yang tak lepas dari manusia Bali.

Klungkung akan turut berperan menjadi tempat lahirnya ruang baru bagi bahasa Bali pada ruang seni kreatif. Hal ini sekaligus sejalan dengan semangat pemerintah Kabupaten Klungkung dalam usaha menggalakkan penggunaan bahasa Bali.

Seni Instalasi Mural Padmaksara menghadirkan sebuah peristiwa kebudayaan dengan memakai media mural dan instalasi sebagai sarana untuk memasyarakatkan bahasa dan aksara Bali kepada publik. Media ini dapat dimaknai sebagai upaya untuk memperluas misi kebudayaan, dalam hal ini pengembangan bahasa dan aksara Bali dengan cara dan pendekatan yang lebih kontemporer.

Pohon Harapan

Mural misalnya sebagai bentuk seni rupa publik telah menjadi bagian dari urban culture (budaya urban) yang sangat lekat dengan kalangan muda. Sehingga pilihan untuk mengkolaborasikan bahasa Bali dengan bentuk seni mural akan menjadi kolaborasi sangat menarik.

Mural digarap oleh komunitas Djamur dan Hell Monk yang dibuat seatraktif mungkin dalam upaya melakukan pendekatan lebih intim pada generasi muda di Kabupaten Klungkung. Di samping media mural, pilihan pengunaan media instalasi interaktif berupa instalasi pohon Taru Aksara dari anyaman bambu oleh perupa Wayan Sudarna Putra (Nano U Hero) yang dikolaborasikan dengan pohon impian, berupa happening art di mana publik diminta untuk menulis impiannya terhadap Kabupaten Klungkung dengan bahasa dan aksara Bali.

Pengunjung akan menulis impian dan harapannya di atas daun lontar. Lalu harapan dan impian tersebut akan digantung pada pohon harapan. Selain berisi harapan masyarakat Klungkung, pohon itu juga berisi gantungan aksara-aksara Bali sesuai dengan pangider bhuwana. Pohon harapan ini sekaligus menjadi sarana untuk pengunjung belajar bahasa Bali.

Kami akan siapkan tabel aksara Bali untuk membantu pengunjung yang hendak menulis harapannya dengan aksara Bali. Pengunjung yang mampu menulis harapannya dengan aksara Bali akan mendapatkan poster aksara Bali secara cuma-cuma. Hal ini sebagai bentuk apresiasi terhadap mereka yang telah berusaha menjaga peradaban aksaranya. Pohon harapan ini berada di tengah-tengah instalasi mural, sehingga pohon harapan ini menjadi pusat atau titik tengah dari seni instalasi ini.

Sebagai sebuah ruang seni, instalasi mural ini juga akan kami gunakan untuk menjadi panggung pembacaan puisi Bali. Pembacaan puisi Bali ini akan dilakukan oleh sastrawan muda Bali modern yang hadir dari beberapa komunitas sastrawan di Bali. Pembacaan puisi ini akan merespon ruang dari seni instalasi mural, sekilgus memberikan nuansa baru bagi ranah bersastra di Bali.

Pada sesi akhir kegiatan ini, kami akan melakukan ritual yang kami sebut Aksaram Pula Kertih. Ritual ini adalah puncak dari kegiatan ini, di mana semua harapan dan impian masyarakat Kabupaten Klungkung yang telah digantung pada pohon harapan akan ditanam bersamaan dengan penanaman bibit pohon. [b]

The post Instalasi Seni untuk Mengembalikan Bahasa Bali appeared first on BaleBengong.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *