Saya panik. Setelah lebih 5 jam si cawan ninja ini bersembunyi dalam liang vagina, saya tidak bisa meraihnya. Waduh, dia masuk ke rahim. Bagaimana ini?
Jari jempol dan ibu jari menrogoh vagina, berusaha menarik pucuk ekor cawan (stem) tapi tak bisa. Licin dan sangat kuat menancap.
Makin bikin panik karena si ekor cawan tadi pagi saya potong sekian milimeter karena terasa mengganggu. Pemotongan ini memang direkomendasikan jika merasa terganggu. Sebelumnya tanya kawan, Intan, yang sudah pakai cawan ini setahun. Dia juga memotongnya.
Saya menarik nafas, menenangkan diri. Keluar dari kamar mandi dan merebahkan tubuh di kamar selama beberapa menit. Apa yang harus saya lakukan, menelpon dokter langganan cek kontrasepsi trus tanya apa klinik kespro yang buka sore ini? Atau ke UGD rumah sakit terdekat karena mereka pasti punya alat bantu.
Plus minus tiap pilihan itu saya timbang. Menelpon dokter itu kurang pas karena pernah tanya soal keamanan menstrual cup ketika periksa rutin alat KB, dan dia tak punya pengalaman. Pilihan ke UGD juga berisiko karena pernah lihat ruang jaga UGD dan kasus seperti ini bisa jadi bahan becandaan dokter jaga.
Pilihan saya mengambil ponsel dan browsing kata kunci “menstrual cup tidak bisa dicabut”. Tidak ada jawaban persis seperti kata kunci tapi mendapat beberapa link yang membantu menenangkan diri.
Misalnya ini http://menstrualcupindonesia.com/2017/08/31/faq-around-menstrual-cup/ ini web merk sebuah menstrual cup yang tidak saya pakai, tapi sebagian besar informasi tips n trik sama di sejumlah merk lain.
Di sana ada jawaban yang saya cari, bisakah cawan ini terjebak di dalam vagina bahkan rahim? Tidak bisa dikeluarkan kecuali dengan alat bantu medis atau bedah, wuihhhh…. amit-amit. Ternyata selama ini belum ada kejadian seperti ini, dan tidak mungkin terjebak karena bentuk saluran vagina seperti kantong dan leher rahim kan mirip jalan buntu. Kecuali untuk jalur sperma ya. Terlebih saya sudah 12 tahun ini pake alat kontrasepsi IUD bentuk T yang membuat sperma tak bisa masuk, terhalang tembok IUD
Demikianlah, kepanikan melupakan logika. Setelah baca dua link penambah semangat, saya kembali ke kamar mandi dan mencoba merogoh jari lebih dalam. Memencet sedikit bagian bawah cangkir (bukan ekornya) memutar sedikit, dan si cangkir sukses keluar tanpa rasa sakit. Bahkan isinya tak tumpah.
Jadi, melengkapi kisah kawan yang lain, saya bagi resume pengalaman pertama tahu, membeli, sampai menggunakan menstrual cup ini ya.
1. Tahu dari beberapa stories IG teman. Lalu browsing, cek video, dan membandingkan harganya. Mengendapkan dulu semua, tidak langsung pesan. Alasan pendorong utama adalah mengurangi sampah pembalut, ini masalah besar juga sama seperti popok bayi yang tak diolah dan meracuni sungai. Akhirnya nitip beli di teman yang juga berencana beli, harganya 25 euro. Tengkyu, Diana.
2. Belum yakin karena mikir masak pas kencing harus bolak balik buka pasang menstrual cup juga? Ribet banget. Apalagi kalau saya liputan di daerah susah akses toilet bersih? Ternyata menstrual cup tidak berpengaruh saat buang air kecil atau besar. Dia nempel aja dengan antengnya. Saat cabut dan pasang lagi, cukup diguyur air bersih. Banyak tersedia sabun khusus dan tisu yang dijual terpisah, tapi saya belum coba. Make it simple dulu deh.
3. Perbanyak baca dan lihat tutorial, pengalaman teman, agar makin nyaman. Tiap cangkir pasti ada petunjuk pemakaiannya juga.
4. Pengalaman pertama paling menentukan. Ketika panik tidak bisa mencabut, saya sempat kepikiran, mungkin trauma, tidak mau pakai lagi deh. Saat mens hari pertama, saya bolak balik ke kamar mandi dan bongkar pasang 6 kali, karena rasanya kok ganjel. Susah duduk. Agak sakit. Saya telpon teman, konfirmasi apakah si cangkir harus sepenuhnya dalam vagina atau tidak? Saya memang tidak sepenuhnya memasukkan, ini penyebab rasa ganjel. Saya putuskan memberanikan diri memasukkan lebih dalam. Walla! Tidak terasa ganjel, sakit, tak terasa ada benda asing.
5. Pilih cara melipat menstrual cup yang cocok. Saya coba 3 jenis lipatan, dan akhirnya menemukan yang paling pas.
6. Bercerita pada suami, dari mau beli sampai semua kepanikan hari ini, biar dia juga terlibat dalam urusan kesehatan reproduksi. Kan setidaknya menambah pengetahuan doi.
7. Bersyukur bisa mengurangi sampah dan limbah sendiri. Tiap tahun saya beli pembalut sekitar Rp 600 ribu. Bandingkan dengan si cawan ninja yang saya beli Rp 400 ribu, kabarnya bisa dipake hampir 10 tahun. Gak apa telat, yang penting sudah memulai. Pembalut atau popok sulit dikelola karena ada ragam lapisan kertas, plastik, gel, dan lainnya. Melihat cairan darah di cawan dari meluruhnya dinding rahim malah membuat saya merasa bersyukur sekaligus menguatkan diri. Perempuan sangat hebat dengan organ reproduksinya.
Leave a Reply