Brokeback Mountain: Kisah Mereka yang Bungkam

Penulis: Annie Proulx, Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2006)

Dengan berlatar daerah pedesaan di kawasan Amerika, “Brokeback Mountain” mencoba menyuarakan perjuangan pahit yang dijalani oleh para pasangan gay demi memperoleh kebahagiaan. Dan Wyoming menjadi latar pilihannya. Bukan menggurui, bukan juga memberikan wejangan. Novella yang berkisah tentang kehidupan Ennis del Mar dan Jack Twist ini menyampaikan secara gamblang perasaan dua koboi muda yang saling mencintai dan tidak lagi bisa melepaskan satu sama lain. Tapi perasaan mereka harus dipendam dalam-dalam atau penduduk akan menghajar mereka sampai mati.

Ennis dan Jack bertemu ketika melamar pekerjaan bersamaan di sebuah dinas pertanian di Gunung Brokeback tahun 1963, untuk menjaga domba-domba dari ancaman para coyote. Sebagai anak-anak lelaki yang dibesarkan tanpa pendidikan, hanya pekerjaan semacam inilah yang bisa mereka lakukan. Keduanya bersahabat, merasakan kenyamanan satu sama lain hingga akhirnya tidak lagi bisa saling melepaskan meski kemudian masing-masing menikah dan memiliki anak. Waktu pun tidak bisa mengubah perasaan mereka. Ketika mereka bertemu kembali setelah empat tahun, tidak ada yang mampu menahan diri. Keduanya larut dalam hubungan tersebut dan membawa petaka dalam rumah tangga Ennis. Meski Ennis telah bercerai dan Jack berniat kuat untuk meninggalkan keluarganya demi mengelola peternakan bersama Ennis, hubungan yang mereka jalani tetap saja berujung pada kebuntuan dan keputusasaan.

“Kita bisa punya hidup yang menyenangkan bersama-sama, hidup yang benar benar menyenangkan. Kau tidak mau, Ennis, jadi yang kita punya sekarang cuma Gunung Brokeback. Segalanya dibangun di atas itu. Hanya itu yang kita punya…”

Ketidaksepahaman Ennis pada rencana Jack untuk hidup bersama bukanlah tanpa alasan. Dibesarkan di sebuah desa kecil, Ennis tau betul tanggapan masyarakat mengenai homoseksualitas dan hukuman sosial serta fisik dari masyarakat yang mungkin diterima mereka. Ketika Ennis kecil, ayahnya memastikan ia melihat sendiri mayat seorang lelaki yang mati dipukuli dengan kunci ban. Itu karena lelaki itu tinggal bersama lelaki lain dalam sebuah peternakan. Bukan akhir seperti itu yang Ennis mau. Meski sesungguhnya mereka hanya manusia biasa yang berhak hidup dan bermimpi. Tapi siapa yang peduli? Ennis begitu takut untuk memimpikan kebahagiaan mereka meski Jack selalu mencoba melambungkan angannya dengan berbagai rencana. Ironisnya, apa yang Ennis takutkan justru terjadi ketika mereka belum mulai mengambil keputusan.

Tadinya Annie Proulx begitu pesimis cerita yang ditulisnya ini akan bisa terpublikasi. Pasalnya, pengisahan mengenai kehidupan gay tidak begitu populer di kala itu lantaran adanya anggapan tabu di masyarakat. Tapi toh akhirnya novella karya Proulx dimuat dalam “The New Yorker” tahun 1977 dan membawa nasib baik padanya. Cerita kehidupan Ennis dan Jack diangkat menjadi sebuah film pemenang berbagai penghargaan ditangan sutradara kawakan, Ang Lee.

Annie Proulx bahkan menerima banyak surat dari para gay yang mengungkapkan bahwa “Brokeback Mountain” sudah mewakili mereka menceritakan kepahitan hidup mereka. Yang mengharukan lagi, para ayah menyatakan bahwa mereka kini bisa memahami perasaan putra mereka yang terjebak dalam kehidupan gay. Brokeback Mountain adalah kisah cinta yang mengharukan namun tidak cengeng. Annie Proulx menulisnya untuk kita pahami bersama melalui kehidupan yang dijalani dua koboi Amerika dengan narasi yang mengagumkan. Tidak perlu menjadi gay untuk memahaminya. Karena seperti layaknya sebuah kisah, nilai-nilai di dalamnya selalu universal.

The only people who would have problems with it are people who are very insecure about themselves and their own sexuality and who would be putting up a defense, and that’s usually young men who haven’t figured things out yet.“, kata Proulx dalam wawancara di Advocate.com.

Rating (****)


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *