Breathing underwater

Peta Segitiga Terumbu Karang Dunia
Mungkin masih belum banyak dari kita yang tahu jika Bali merupakan salah satu pulau yang masuk kedalam kawasan “Segitiga Terumbu Karang” dunia. Istilah geografis tersebut diperuntukan bagi kawasan perairan yang meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia Timur, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor Leste.
Kawasan Segitiga Terumbu Karang dinilai begitu berharga karena terhampar dilebih dari 6.500.000 km² (enam juta lima ratus kilometer persegi), dengan lebih dari 600 spesies terumbu karang dan merupakan ekosistem dari 75% spesies terumbu karang yang ada di dunia. Lebih dari 3.000 spesies ikan tinggal di kawasan ini, termasuk ikan terbesar hiu paus, dan fosil hidup coelacanth. Sejak tahun 2007 World Wildlife Fund menjadikan kawasan ini sebagai salah satu prioritas utama konservasi bawah laut.

Termasuk salah satu pulau dalam kawasan tersebut, ditambah keragaman sejarah, tradisi dan budaya, tak mengherankan jika Bali akhirnya juga menjadi salah satu destinasi wisata bawah air kelas dunia.
Pada masa perang dunia ke dua, 11 Januari 1942,  kapal perang pengangkut barang USAT(United States Army transport) Liberty GLO dalam perjalananannya dari Australia menuju Filipina ditembak meriam kapal selam Jepang dititik 19 kilometer barat daya selat Lombok. Awalnya kapal tersebut di arahkan menuju pelabuhan lama Singaraja, Ibukota Sunda Kecil waktu itu, karena air yang terlalu banyak masuk kelambung kapal, akhirnya USAT Liberty ditambatkan di pantai Tulamben dan terongok disana selama 21 tahun lamanya.
Tahun 1963, getaran gempa dan gelombang besar yang diakibatkan meletusnya Gunung Agung akhirnya membawa kapal meninggalkan bibir pantai untuk tenggelam kekedalaman 30 meter.
Sampai hari ini, hanya sedikit anak muda Bali yang tahu tentang sejarah bangkai kapal tersebut, juga tentang lokasi bangkai kapal yang merupakan salah satu lokasi penyelaman favorit para penikmat keindahan bawah air dari segala penjuru dunia. Tak kurang aneka ikan daun, belut pita, ikan karang, gatrins oriental, ludgians, triggerfish, udang, comatula, siput laut, kuda laut, barakuda, terumbu karang warna warni menjadi bagian perjalanan meter demi meter menyusuri kedalaman. Keajaiban dunia bawah laut tersimpan rapi dikedalaman bawah air Bali sana.
USAT Liberty Shipwreck – photo by Blue Season Bali
Disepanjang pesisir sebelah timur dan utara Bali penyedia jasa wisata bawah air tumbuh subur bak cendawan di musim penghujan, meski sedikit sekali yang kepemilikan dan pengelolaannya dipegang oleh masyarakat setempat tapi sejauh yang saya tau, semua dikelola dengan profesional dan bertanggung jawab. Beberapa bahkan mengedukasi masyarakat setempat
Ledakan industri pariwisata yang terbilang cukup masif dalam dua dekade terakhir di Bali, sudah sepatutnya membuat kita terjaga untuk potensi alam yang satu ini. Masyarakat harus terus menerus diingatkan tentang apa yang mereka miliki dan bagaimana mengapresiasi segala potensi tersbut dengan lebih bijak atau sekali lagi kita akan terlambat. Sama seperti terlambat mencegah terjadinya pembangunan tak bertanggung jawab yang hari ini marak di Bali selatan. Sama seperti terlambat mencegah punahnya budaya tak benda.
Sekedar menyegarkan ingatan sebagian dari kita yang mungkin sudah mulai lupa atau berbagi kabar lama bagi yang belum tahu. Januari tahun lalu gelombang pasang dan angin kencang menghempas perairan Buleleng, menyebabkan kebocoran pipa yang mengalirkan minyak dari kapal menuju PLTG berkekuatan 2×40 Mega Watt milik Indonesia Power di Pantai Pemaron. Kebocoran tersebut diperkirakan mencapai dua kilometer lepas pantai. Untuk menetralkan tumpahan solar yang mencemari pantai tersebut, perusahaan menyemprotkan cairan kimia. Saat kebocoran tersebut terjadi, alih-alih mengkhawatirkan terancamnya keberlangsungan kehidupan biota bawah laut, banyak pihak justru lebih dulu mengkhawatirkan terancamnya aktifitas pariwisata dan nelayan di kawasan tersebut.
Sepuluh bulan kemudian, 24 November 2011, Indonesia Power meluncurkan program konservasi terumbu karang di kawasan Buleleng bertajuk BLING, Blue Is The New Green. Dengan merangkul I Wayan Patut tokoh masyarakat setempat peraih Kalpataru kategori Penyelamat Lingkungan tahun 2011. Indonesia Power berhasil mengemas program tersebut menjadi bagian CSR mereka dengan sangat baik. Masyarakat merasa beroleh hadiah cuma-cuma. Padahal jika menengok apa yang yang terjadi di sepuluh bulan sebelumnya, apa yang dilakukan Indonesia Power sudah merupakan keharusan.
PLTG Pemaron, Buleleng hanya merupakan salah satu contoh aktifitas pinggir pantai yang berpotensi mengganggu keberlangsungan kehidupan bawah air Bali. Dan seperti kita ketahui bersama, industri dengan potensi yang sama tumbuh subur sudah disepanjang tepi pantai di Bali.
Edukasi sebagai bentuk penyadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga keberlangsungan potensi hayati bawah laut di Bali merupakan keharusan. Masyarakat harus terus menerus diingatkan, jika segala bentuk industri yang berkembang di pesisir pantai, memiliki keharusan untuk menjaga kelestarian pantai dan segala yang terkandung di dalamnya. Jika ditanya untuk apa, sederhana saja jawabnya, kita hidup tak hanya untuk hari ini, ada anak cucu yang menanti dimasa depan nanti. (@saktisoe)

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *