Meski baru kenal komputer, para peserta sudah bisa menggunakan email dan blog.
Kami “menguji” beberapa peserta setelah pelatihan di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 15-17 Maret ini. Kamis petang ini, setelah selesai seluruh materi tentang menulis di internet, membuat email, serta tata cara mengelola blog selesai, kami minta beberapa peserta mempraktikkannya di depan kami.
Hendrikus Koba, anggota Asosiasi Tani Organik Mbay (ATOM) Kabupaten Nagekeo, peserta pertama yang maju mencoba keterampilan barunya. Laptop di depannya terkoneksi internet. Tapi, tak ada satu pun perambah atau program yang kami buka.
Om Rikus, begitu dia dipanggil, agak ragu mau membuka apa. Lalu, ujung tetikus (mouse) dia arahkan ke logo Mozilla Firefox. Dia membuka program perambah (explorer) tersebut.
Dia memulai dengan mengetik www.gmail.com. Lalu, dia memasukkan nama pengguna dan sandi surat elektronik (email)-nya. Dia seperti membuka dunia baru ketika membuka email di kotak masuk lalu membalasnya.
Senyumnya merekah ketika dia akhirnya bisa membuka email dan membalasnya. Peserta lain memberikan selamat dengan bertepuk tangan.
Setelah itu dua peserta lain mencoba hal yang sama: membuka email dan mengirim lampiran dalam emailnya.
Pelatihan publikasi dan internet ini kami adakan di Hotel Flores, Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ende berada di tengah-tengah pulau Flores yang membujur dari barat di Manggarai Barat hingga Kabupaten Alor.
Pesertanya 13 petani yang tergabung lima kelompok tani di enam kabupaten di NTT. Ada dari Jaringan Petani Wulang Gitan (Jantan) Flores Timur, ATOM Nagekeo, Komunitas Cinta Indonesia (KCI) Manggarai Timur, Perhimpunan Masyarakat Watuata (Permata) Ngada, Asosiasi Petani Bituna Timur Tengah Utara (TTU), dan Asosiasi Kakao Nanggapanda (Sikap) Ende. Satu peserta lagi dari Pulau Adonara.
Aku memfasilitasi pelatihan ini atas nama Tukang Publikasi VECO Indonesia, tempat kerja paruh waktu. Aku hanya memberikan pengantar tentang bagaimana menulis di media online seperti blog dan website. Dua hari kemudian, Gus Tulank, teman di Sloka Institute yang lebih banyak memberikan materi pelatihan untuk para petani.
Sebelum pelatihan publikasi dan internet di Ende ini, aku sebagai pekerja di VECO Indonesia, lembaga donor di bidang pertanian berkelanjutan, sudah pernah memberikan pelatihan sejenis di Bogor, Makassar, dan Bali. Semua untuk mitra VECO Indonesia maupun jaringan.
Dari semua pelatihan itu, tempat di Ende paling mengenaskan. Ruangan yang kami gunakan pelatihan adalah warung internet, bukan hotel atau ruang pertemuan. Tapi, koneksi internet di sini justru paling kencang. Makanya, pelatihan tiga hari ini jadi sangat lancar.
Tak hanya koneksinya. Peserta juga termasuk cepat belajar. Padahal, semuanya petani yang tiap hari lebih banyak mengurus sawah dan kebun. “Aih, kami ini tiap hari pegang cangkul, tapi sekarang harus memegang komputer,” kata Om Rikus.
Rudolfus Ndate, peserta lain, mengaku dugdag, begitu istilahnya untuk menyebut deg-degan, ketika akan mengikuti pelatihan. “Hati saya dugdag karena dikasih tahu mau belajar tentang internet dan website, sementara komputer saja kami baru bisa,” ujarnya.
“Tapi, ternyata lancar juga ketika sudah membuka komputer. Kalau sudah bisa buka, berarti luar biasa,” tambah petani kakao yang juga kepala desa ini.
Komputer, internet, email, dan blog hal-hal baru bagi para petani ini. Hampir semua peserta baru memegang komputer kali ini, termasuk kenal internet. Tapi, aku bisa merasakan betapa antusias mereka belajar. Bahkan, ketika sudah waktu rehat pun, mereka masih semangat di depan komputer masing-masing.
Ada yang sekadar chatting pakai gtalk, berkirim email pada teman di sampingnya, atau cari informasi lain di Google.
“Kami sekarang bisa mengakses informasi dari luar dan nasional pakai internet. Kami juga bisa berbagi informasi,” ungkap Basilus Kefi, petani dari TTU.
Pada sesi evaluasi malam hari sambil duduk lesehan di tepi pantai Ende, salah satu peserta dari Pulau Adonara, pulau terpisah dari Flores, malah berkata dengan serius. “Saya menangis karena jauh-jauh dari Adonara bisa ikut belajar di sini,” akunya.
Mungkin dia agak lebay. Tapi, tak apa. Yang penting kami bisa berbagi ilmu dan pengetahuan tentang pengelolaan informasi bersama mereka.
Leave a Reply