After (Luc dan Aku): Berkompromi dengan Kenyataan

Penulis: Francis Chalifour, Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2007)

Ayah Francis sudah meninggal, itu kenyataan. Ia tak akan lagi bermain gulat dengan Francis di atas karpet rumah mereka yang lusuh. Tidak ada lagi yang akan mengajari Francis bermain poker. Ayahnya meninggal karena bunuh diri. Dan kini ia akan dikenal di seluruh dunia sebagai anak dari seorang ayah yang mati bunuh diri. Namun bagi Francis yang baru berusia lima belas tahun, menguburkan tubuh ayahnya di sebuah pemakaman adalah ide gila. Ia marah sekali. Marah pada ibunya. Marah pada paman Ted dan bibi Sophie. Francis bahkan marah pada warna beige yang mewarnai rumah duka dan dua orang petugas pemakaman yang bernama Jerry. Ia begitu marah pada dunia, karena ayahnya meninggal. “Kenapa bukan grandpapa yang meninggal?” celetuknya.

Sejak percobaan bunuh diri ayahnya yang pertama dengan menenggak obat penenang, Francis telah berjanji pada dirinya untuk selalu mengawasi sang ayah dan tidak akan pernah membiarkannya sendirian lagi. Namun ketika ia berpikir bahwa ayahnya sudah baik-baik saja dan pergi berwisata ke New York untuk pertama kalinya, ibunya menelepon dan memintanya pulang ke Montreal. Ada kenyataan pahit menunggunya disana. Ayahnya, yang memang dilanda depresi karena kehilangan pekerjaan, telah meninggal karena bunuh diri. Tahun itu, pergulatan bathin yang luar biasa mewarnai kehidupan Francis. Keluarganya tidak lagi sama. Dan ia bingung bagaimana menjelaskan pada adik kesayangannya, Luc, bahwa ayah mereka tidak akan pernah bangun untuk bermain dengan mereka lagi. Sementara ia bahkan belum bisa menjelaskan kejadian ini pada dirinya sendiri.

Setelah tragedi kematian ayahnya, Francis mengurung dirinya dalam kungkungan rasa bersalah. Jika saja ia tak ikut pergi berwisata ke New York saat itu, tentu ayahnya masih hidup hari ini. Francis melihat ibunya menangis dan ia ingin sekali mengusap air matanya. Namun Francis takut dirinya malah akan tenggelam bersama kesedihan yang dirasakan sang ibu. Ia pun mulai menutup diri. Ia tidak lagi bermain bersama teman-temannya seperti dulu dan merasa asing akan dirinya sendiri. Seolah semua kepedihannya belum lengkap, Francis begitu geram mengetahui rencana perjodohan ibunya dengan seorang pria bertopi hijau. Meski orang-orang disekitarnya mengatakan kehidupan harus terus berjalan, Francis masih belum bisa menerimanya. Ia masih begitu ingin bertemu sang ayah. Ada ribuan pertanyaan di benaknya. Ada banyak rahasia yang belum disampaikan ayahnya.

Berapa umurmu saat memiliki pacar pertama?

Apakah kau dulu populer di sekolah?

Apakah kau bangga padaku?

Kenapa kau meninggalkan kami?

Seperti apa rasanya meninggal?

Semua pertanyaan itu menggelayut di pikirannya. Francis begitu membutuhkan sosok ayahnya untuk tumbuh dewasa. Baginya, tidak masuk akal jika ayahnya meninggal saat Francis dan Luc sangat memerlukan kehadirannya. Francis pun nekat pergi ke sebuah kafe para pelaut di Toronto, tempat reuni yang dijanjikan ayah Francis dan teman-teman pelautnya beberapa tahun silam. Tentu saja sang ayah tidak pernah datang. Kafe pelaut itu pun kini hanya berupa sebuah bangunan kosong. Dan tepat ketika Mr. Deli, seorang tetangganya yang merupakan pemilik toko Bagel Deli Delight datang, ia menyadari sesuatu. Lewat buku catatan pelaut milik ayahnya yang berada di tangan tukang kue yang penyabar itu, Francis menemukan semua jawaban pertanyaannya. Betapa bangga ayahnya saat Francis dilahirkan, betapa ia menyukai kehidupannya sebagai pelaut, betapa lelaki itu menyayangi keluarga kecilnya yang sederhana.

“After” merupakan karya Chalifour yang masuk dalam salah satu buku nominator Governor General’s Literature Award tahun 2005 (GGLA) kategori “buku anak”. Tak heran. Penggambarannya yang sederhana namun menyentuh membuat buku ini layak untuk dipertimbangkan. Tidak banyak deskripsi. Kedukaan khas seorang anak lelaki yang baru beranjak remaja tampak dalam bahasa sederhana dengan perumpamaan yang begitu jelas dan singkat. Meski novel remaja ini mengambil cerita sedih dan tragedi keluarga yang dialami oleh Francis sebagai fokus utamanya, After sebenarnya sedang berkisah tentang harapan. Bahwa kematian itu memang ada dan membawa kepedihan. Namun tak berarti bahwa kematian mengakhiri segalanya.

Bahwa hidup adalah sebuah permainan, dan menikmatinya boleh-boleh saja. Tertawa itu sama pentingnya seperti bersikap serius. Permainan-permainan kartu toh tak pernah berlangsung sangat lama. Juga tidak ada yang berlaangsung selamanya.

Rating (*****)


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *