12 Purnama bersama Restiti


Don’t judge a man until you’ve walked two moons in his moccasins. ~ Walk Two Moons

Yang tersayang temanku bertukar canda,

Apa kabar? hujan mulai rajin menyambangi Bali akhir akhir ini, tak terasa setahun sudah saya dan beberapa relawan disini berjalan bersama sikecil Putu Restiti. Restiti (20 tahun) adalah remaja putri yang hidup dengan disabilitas sejak lahir. Kelainan pertumbuhan tulang membuat fisik Restiti tidak tumbuh normal seperti kebayakan remaja putri diseusianya. Keadaan tersebut tak bertambah baik dimasa pertumbuhannya. Keterbatasan ekonomi keluarga dan kurangnya informasi, membuat Restiti harus melewati masa pertumbuhan selama hampir sembilan belas tahun lamanya dengan tinggal didalam rumah. Cerita menarik baru dimulai ketika pada November 2010 berbekal data penyandang disabilitas YAKKUM Bali, Restiti ditemukan oleh relawan pemerhati disabilitas didesanya Songan, kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali.

Tak memiliki kemampuan untuk berjalan, hari itu Restiti ditemukan dalam kondisi tak memiliki kursi roda tapi memiliki bakat alami yang sangat baik, ia mampu menjahit baju baju kecil seukuran boneka dengan tingkat detail dan ketelitian yang luar biasa. Dibulan-bulan awal masa pendampingan, para relawan memutuskan untuk mengolah bakat Restiti, Restiti yang tak pernah merasakan sekolah mulai diikut sertakan kedalam kelas-kelas pelatihan. Pelatihan pertama yang diikutinya adalah kelas kewirausahaan yang diadakan oleh YAKKUM Bali. Berdasarkan catatan harian saya, pelatihan kala itu diisi oleh Ayip Bali dari Matamera Communication. Berbuah manis, pelatihan kewirausahaan tersebut membuat sikecil Restiti semakin bersemangat, dengan memafaatkan bahan sisa industri fashion hasil donasi banyak pihak ia membuat banyak kebaya Bali untuk boneka Barbie yang laris dijual diacara bazaar atau garage sale yang kerap berlangsung di Denpasar. Sebagai seorang remaja penyandang disabilitas, sejak hari itu Restiti kecil resmi memulai debutnya untuk mandiri secara ekonomi.

Tak berhenti sampai disitu, digelaran event Bali Creative Festival 2010, pada session Pecha Kucha Night #7 – Young Blood, 4 Desember 2010 Restiti mempresentasikan buah kreatifitasnya. Presentasinya yang diberi judul Balinese Kebaya for a Barbie – from Lakeside to the world disejajarkan dengan presentasi kreatif dari presenter lainnya yang bukan penyandang disabilitas. Dan semuanya sama menariknya.

Satu cerita menarik terjadi dimalam Pecha Kucha tersebut. Selang sepuluh menit usai presentasi, dibarisan penonton, saya dipepet Mas Hendro W Saputro, berdua kami saling berbisik bicara tentang Restiti dan talentanya, pemilik perusahaan website developer garda depan di Bali itu tanpa menunggu lama langsung menghubungi kantornya di Bali Orange Communication (BOC) dan meminta salah seorang staffnya untuk mengecek ketersediaan domain untuk Putu Restiti. Singkat cerita, malam itu Restiti pulang dengan domain dan hosting gratis seumur hidup dari BOC. Desain dan isi website Restiti sendiri tak berapa lama langsung digarap ramai-ramai. Viar Mulya Suganda (web designer), Irfan Affandi dari Jirolu Photography (fotografer), Monezz (ilustrasi logo) dan Efi Nurhandari (desainer grafis) merupakan beberapa nama yang terlibat dibalik layar mendukung pengembangan Restiti. Hasil kerja santai ramai-ramai itu? Cantik!

Dukungan penuh dari rekan rekan kreatif membuat Restiti dalam segala keterbatasan fisiknya terus berakselerasi tanpa henti. Pada 4 Juni 2010 Restiti berkesempatan mengikuti pameran pertamanya digelaran kreatif 3 kota Do Good Indonesia persembahan Aikon dan DGI. Pameran bertajuk WONDERGROUND – Responsible Lifestyle Prototype Product, Artworks & Exhibition bukan pameran biasa, pada pameran itu berkumpul desainer desainer senior dari Jawa & Bali, dan sikecil Restiti berada diantara mereka. Dalam pameran itu karya Restiti dinilai memiliki nilai kreatifitas yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Ya, Restiti berhasil melakukan sebuah proses upcycling dari bahan buangan industri fashion.

Hari ini, setahun berselang sudah. Dua belas bulan yang terasakan panjang dan begitu menyenangkan. Baik Restiti dan relawan yang terlibat mendampingi, sama-sama pernah merasakan momen jatuh bangun yang mengesankan. YAKKUM Bali yang kerap mengadakan pelatihan terhadap penyandang disabilitas seringkali mengajak serta Restiti dan menjadikannya sebagai salah satu sumber inspirasi bagi penyandang disabilitas lain. Dua belas bulan sudah berlalu sejak kali pertama kami jumpa Restiti. Hari ini ia tengah asik menginisiasi sebuah gerakan kecil bertajuk Difable on Journey, Creative with waste bersama beberapa penyandang disabilitas lain di Bali, dalam project itu Restiti melakukan proses upcycling terhadap sisa buangan industri fashion. Jika tak ada aral melintang, hasil proses upcycling & ide gerakan ini akan dipresentasikannya kehadapan publik sekali lagi di Pecha Kucha Night #8 di gelaran Bali Creative Festival 2011 akhir bulan ini.

Hari ini sudah selayaknya kita yang terlahir dengan fisik sempurna mau untuk membuka mata dan hati dengan lebih bijak. Dalam novelnya Walk Two Moons, Sharon Creech menulis “..don’t judge a man until you’ve walked two moons in his moccasins…” . Sebuah ungkapan yang kurang lebih mengajak kita untuk tidak melakukan hal hal yang bisa memutus harapan orang-orang yang belum kita kenal, dalam hal ini saya menunjuk mereka, orang orang disekitar kita yang hidup dengan disabilitas.

a note to remember. Selamat untuk negeri, telah menjadi negara ke-107 yang meratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas pada 18 Oktober 2011, pukul 11.45.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *