Hopes inside a little blue box

Never run after a man. There will always be another one :’)
Jiwa manisku,
Itu jam tujuh malam, lepas lari larian berbuka puasa, berbekal sebuah tablet PC, earphone, handphone, recehan dan Kei akhirnya kesampaian juga duduk di halte sederhana Trans Sarbagita di bilangan Benoa Square, Uluwatu. Sebuah halte unyu yang berhasil membuat saya tersenyum geli terdekap nuansa lucu. Dalam ranah desain, halte bis ini masih jauh dari layak. Sebuah bangunan ‘dismantle’ atau ‘knock down’ itu lebih tepat diaplikasikan untuk bangunan darurat didaerah bencana atau tempat tempat lain yang sifatnya sementara bukan untuk sebuah halte, tempat pemberhentian bis berkapasitas 60 penumpang. Saya masih belum bisa membayangkan akan sebasah dan sedingin apa para penumpangnya nanti jika sedang menunggu bis didalamnya, sementara di luar hujan deras. Lalu akan serepot apa pula jika 20 – 30 orang keluar masuk disatu halte yang sama. Ditambah pemasangan deck lantai kayu dalam halte yang tak high heel friendly, pun tak adanya ramp akses untuk difable naik keatas halte. Anyway, masih perlu banyak pembenahan disana sini, tapi buat saya ini tetap merupakan awal yang bagus.

Setengah jam kemudian sayapun berdiri melihat Trans Sarbagita datang. Biru, besar, melaju dalam hampa dengan penuh percaya diri. Gagah nian. Awalnya saya gugup melihat Trans itu semakin dekat, tapi gugup itu berubah menjadi saya yang melongo cantik lalu ambruk tertawa berantakan begitu menyadari jika Trans Sarbagita No. 7 di jam 7.30 malam ternyata tak berhenti dihalte tempat saya berdiri. Disusul lima belas menit kemudian No. 9 juga melakukan hal yang sama. Well beta version, what do you expect?
Sebuah Trans Sarbagita baru berhenti di tepat jam delapan malam. Karena tak ada penumpang, mau tak mau saya mengucapkan ‘Selamat malam’ saat memasuki bis. Ini benar benar pengalaman yang agak menggelikan sebenarnya, saya merasa lucu masuk kedalam bis dengan mengucapkan salam, tapi itu bagus. Next time mungkin saya akan mengucapkan salam dalam banyak versi berbeda,  Good evening? Swastiastu? atau mungkin Salamlekoooom! *meh
Ketika banyak kalangan masyarakat setempat yang hari ini patah arang dengan kehadiran Trans Sarbagita sebagai salah satu solusi transportasi di Bali. Saya justru sebaliknya. Ini awal yang baik. Well, awalnya saya memang sangat menyayangkan sikap Pemerintah Daerah yang kurang aktif dalam melibatkan masyarakat dalam proyek ini. Sebagai seorang desainer ruang misalnya, ketika mendengar rencana pengembangan Trans Sarbagita dua tahun silam, saya hampir tiap hari menunggu, kapan ya kompetisi desain halte dan koridor nya akan digelar. Tapi sampai akhirnya Trans Sarbagita diluncurkan, kompetisi yang saya tunggu tunggu itu pun tak pernah ada. Padahal kompetisi desain (baik itu desain ruang, alur sirkulasi, visual communication) yang melibatkan kalangan profesional apalagi yang menyangkut kepentingan publik merupakan langkah paling jitu untuk mengeruk ide ide kreatif inovatif yang nantinya bisa memaksimalkan desain sekaligus fungsi. Anyway, that’s the way it was. Yang hari ini perlu kita sepakati sebenarnya apakah kita berani? untuk tetap optimis & menaruh harapan baik pada beta version kehadiran Trans Sarbagita?
Sarbagita bukanlah tukang cukur rambut maduratna, yang bisa merapikan ratusan kepala dalam hitungan minggu. Sarbagita itu kotak pesan dari Semesta, jika ingin kualitas kota menjadi lebih baik, ya memang butuh waktu dan harus melakukan semuanya bersama sama. Lepas dari segala kekurangan dan riuhnya kontroversi, pertanyaan nya sekarang kan tinggal, mau atau tidak? meningkatkan kualitas kota sama sama?
a note to remember. Accompany by Aether, Dion &Kebun Tubuh, over and over again. This writing is written to deliver my unspeakable gratitude for every spirit who want to make this city become a better place to living in. Follow Trans Sarbagita official twitter account @Sarbagita

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *