Wartawan (dan Blogger) Demo Pengadilan

Radar Bali – [ Jum’at, 12 Juni 2009 ]

DENPASAR – Aksi solidaritas kasus Prita Mulyasari merembet ke Bali. Kamis (11/6) kemarin, ratusan jurnalis yang tergabung dalam wadah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar, Bali Bogger Community (BBC), dan Aliansi Untuk Kebebasan Informasi, bergerak menuju Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

Kebetulan pada hari yang sama kemarin, sidang lanjutan kasus pelanggaran pasal 27 ayat 3 UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan terdakwa Prita Mulyasari melawan Rumah Sakit Omni Internasional kembali digelar di PN Tangerang.

Sambil membawa spanduk dan pamflet berisi pencabutan pasal 27 ayat 3 UU No.11/2008, kalangan jurnalis merangsek. Dalam orasinya, korlap aksi Rio Barlianto mengatakan, pasal pencemaran nama baik yang bersifat multitafsir sangat rawan digunakan aparat untuk melakukan represi terhadap kebebasan menyebarluaskan informasi.

“Tolak pasal 27 ayat 3 UU No.11/2008. Bebaskan Prita Mulyasari,” ujar Rio Barlianto. Hal senada dilontarkan Luh De Suryani. Jurnalis Jakarta Post ini mengatakan, pasal 27 merupakan pasal karet bikinan penguasa yang harus dilawan. ”Tidak sepatutnya Indonesia yang mengaku sebagai negara demokrasi menggunakan undang-undang ini untuk membelenggu warganya. Masak kalah dengan Timor Leste. Mereka baru merdeka tapi sudah berani mengatakan tidak dengan penggunaan pasal karet bikinan kaum imperialis,” kata Luh De Suryani.

Rofiqi Hasan tak mau kalah. Wartawan senior yang baru saja terpilih sebagai ketua AJI Denpasar menggantikan Bambang Wiyono ini mengatakan, pasal 19 Pernyataan Umum Hak-Hak Manusia yang diumumkan PBB 10 Desember 1948 menyatakan dengan jelas bahwa setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Hak tersebut termasuk hak kebebasan untuk memiliki pendapat tanpa gangguan serta untuk mencari, menerima, dan berbagi informasi serta gagasan melalui media apapun tanpa mengindahkan perbatasan negara. “Sungguh ironis, di alam demokrasi seperti ini justru ada warganegara yang di penjara karena menyuarakan pendapat. Hanya ada satu kata, lawan…!” teriak Rofiqi disambut teriakan bebaskan Prita.

Orasi juga dilakukan Wayan Juniarta. Wartawan berkepala plontos dengan tubuh tambun ini justru memperingatkan para kuli tinta bahwa nasib mereka bakal sama seperti Prita. ”Bisa saja karena tulisan, kita akhirnya masuk penjara sama seperti Prita. Haruskah kita diam saudara-saudara,” teriak Juniarta dijawab tidak para jurnalis.

Karena itu dalam pernyataan sikapnya, tiga komponen yang terlibat dalam aksi solidaritas kemarin mendesak aparat penegak hukum untuk segera membebaskan Prita dari segala dakwaan pelanggaran pencemaran nama baik. Mereka juga mendesak pemerintah untuk secepat mungkin menghapus pasal-pasal mengenai pencemaran nama baik dalam berbagai UU di Indonesia. ”Gunakanlah jalur-jalur informasi untuk memberikan klarifikasi dan perimbangan informasi bila merasa dirugikan oleh penyebarluasan informasi,” tandas Rofiqi Hasan.

Namun, sebelumnya, aksi damai itu diwarnai dengan aksi teatrikal yang menggambarkan sosok Prita yang tengah mengirim email dengan laptop, dikenakan sanksi hukuman oleh seseorang dengan dada bertuliskan pasal 27 ayat 3 UU Informasi dan Transaksi Elektronik.

Ketua PN Denpasar Nyoman Sutama menyatakan, mengapresiasi langkah kalangan jurnalis melakukan langkah solidaritas untuk kasus Prita Mulyasari. “Hanya saja, kami tidak mempunyai kewenangan menangani kasus ini. Yang pasti, pernyataan sikap saudara akan kami teruskan ke pimpinan di Jakarta sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan,” tutur Sutama.

Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga yang digugat oleh Rumah Sakit Omni Internasional Tangerang karena tuduhan pencemaran nama baik rumah sakit tersebut melalui keluhan yang disampaikannya kepada sejumlah temannya melalui surat elektronik atau e-mail. Sebelumnya Prita Mulyasari dijerat penyidik kepolisian dengan pasal 310 KUHP mengenai pencemaran nama baik dan pasa 311 KUHP mengenai pencemaran nama baik melalui media umum. Namun, saat kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan, sangkaan pasal bertambah dengan penggunaan pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman enam tahun dan denda Rp 1 miliar. Fakta inilah yang akhirnya membuat Prita ditahan sebelum akhirnya status penahanannya menjadi tahanan kota. (mus)


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *