Mampukah gelar “Warisan Dunia” Selamatkan Subak?
![]() | |||
Salah satu patung yang dipamerkan di Museum Subak |
Subak sendiri sebenarnya adalah organisasi kemasyarakatan pertanian di Bali, jadi semacam kelompok tani di desa-desa di Bali. Namanya juga organisasi, jadi harus ada peraturan dan tata caranya. Nah tata cara atau dalam bahasa Bali disebut awig-awing inilah yang mengatur sistem yang harus dipatuhi oleh anggota subak. Awig-awig subak ada yang tertulis dan tidak tertulis. Kegiatan subak didasarkan pada ajaran Tri Hita Karana, yaitu mengupayakan kesejahteraan bersama dengan menciptakan harmonisasi manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan lingkungan.
![]() |
Persawahan yang indah dan subur adalah perwujudan pengelolaan Subak di Tabanan |
Sebagai sebuah budaya, subak sangat penting untuk dilestarikan. Salah satu yang sudah terwujud adalah keberadaan Museum Subak Mandala Mathika di desa Sungulan, Tabanan, Bali. Museum ini menjadi sumber informasi bagi peneliti, pelajar/mahasiswa dan masyarakat yang ingin mendapatkan informasi tentang subak. Disini terdapat ruang pamer berbagai contoh peralatan pertanian tradisional, inforasi tentang struktur subak dan berbagai kegiatannya, hingga penggambaran kehidupan petani tradisional di Bali dalam bentuk miniature rumah adat, patung, dan peralatan pertanian dan rumah tangga. Selain itu juga tersedia media pendidikan lainnya dalam bentuk buku-buku, dokumen audio visual hingga miniatur sistem irigasi. Sayangnya keberadaan museum ini belum dikenal luas oleh masyarakat.
Tidak seperti Batik yang bisa dikoleksi, tarian yang bisa ditampilkan dalam bentuk petunjukan, pelestarian subak memerlukan usaha keras, tidak hanya dari petani di Bali, tapi juga peran serta dan kepedulian pemerintah dalam memfasilitasinya. Karena subak adalah norma kemasyarakatan bagi petani di Bali, maka upaya pelestariannya harus seiring dengan pengembangan usaha pertanian. Yang mana hal ini sudah mulai tersingkir oleh pariwisata global yang melanda Bali.
Tantangan Subak
Bali adalah kutub magnet yang menarik banyak wisatawan asing dan domestik untuk datang. Lebih dari pada itu, tidak sedikit yang tergiur untuk menetap dan membuka usaha di Bali karena potensinya yang besar dalam bidang ekonomi. Situasi ini sangat mengancam kelestarian pertanian Bali dan subak itu sendiri. Kebutuhan hunian yang tinggi membuat tanah pertanian beralih fungsi menjadi pemukiman. Pariwisata Bali ibaratnya pisau bermata ganda. Disatu sisi menjadi penghidupan bagi aneka usaha, namun disisi lain melemahkan pertanian Bali. Makin sedikit generasi muda yang memilih profesi lain yang lebih menjajikan dibanding menjadi petani.
Dan pertanyaan saya adalah “mampukah gelar warisan dunia dari UNESCO ini menyelamatkan subak dari gempuran bisnis pariwisata dan tantangan perkembangan populasi masyarakat Bali?”. Salah satu kunci yang saya tawarkan adalah mensinergikan antara pertanian dan pariwisata sehingga keduanya bisa beriringan. Di beberapa tempat di Bali sudah dilakukan seperti Desa Wisata Kertalangu, Jatiluwih, dan Tegalalang. Tinggal bagaimana mengelalolanya dengan serius sehingga Subak dapat dilestarikan sekaligus menguntungkan dari segi bisnis pariwisata.
![]() |
Berwisata menikmati hijaunya persawahan di desa wisata Kertalangu |