“Hi mbak apa kabar?” sapaku kepada barista yang sedang sibuk membersihkan gelas ini. Malam ini ia tampak sendirian di stasiun tempat kerjanya meracik minuman. Aku juga datang sendirian, ada beberapa pekerjaan tambahan yang harus kulakukan dan aku sedang malas mengerjakannya di rumah.
Aku menyukai tempat ini. Walau sebenarnya tidak ada yang spesial, tapi rasanya nyaman saja untuk menghabiskan waktu disini menikmati segelas coklat panas dan sepiring cheese cake.
Interior ruangannya biasa saja, beberapa sofa diletakkan di bagian tengah yang dibatasi partisi dengan ukiran-ukiran ala Bali. Ada tempat duduk ala bar di sudut ruangan. Beberapa sofa di letakkan di bagian barat, menempel dengan dinding yang terbuat dari kaca sehingga kalau sore hari jadi tempat yang menarik untuk berjemur menghitamkan kulit. Untungnya mereka sadar kalau kita kaum yang memuja kulit putih, sehingga mereka memasang semacam kerai untuk menghalangi sinar matahari senja.
Para barista-nya juga ramah, dan sambil mereka meracik minuman terkadang kita berbincang-bincang. Mereka juga mau bertegur sapa, sekedar berbasa-basi saja.
Dulu, awal alasanku kesini adalah karena letaknya di dekat rumah dan koneksi internetnya yang kencang. Pekerjaanku menuntut koneksi internet yang sedikit mumpuni dan dulu di Bali menemukan tempat umum dengan koneksi internet kencang seperti ini seperti menemukan pacar idaman.
“Mau pesen apa mas? Hot chocolate?” sapanya ramah. Aku sudah lama kenal dengan mbak Barista ini, jadi dia sudah sedikit hapal dengan minuman pesananku. Mungkin juga karena di kedai kopi seperti ini, cuma aku pelanggan yang sangat jarang memesan kopi tapi lebih sering coklat panas.
“Iya, hot chocolate-nya mbak“.
“Ga sekalian cheese cake-nya?” sahutnya lagi.
“Nggak. Mau minum aja“.
“Sendirian aja mas, temen-temennya mana?” sahutnya sambil meracik minuman yang aku pesan. Ya, dia tahu aku suka ramai-ramai kesini bersama teman-temanku.
Dengan pura-pura memasang ekspresi bingung aku menjawab, “Lho mbak, ini temen saya di sebelah saya” dan kemudian berpura-pura memandang ke sebelahku.
Si mbak barista wajahnya agak kecut, tapi ia berusaha tetap senyum, “Mana mas?“. Dengan santai aku menjawab, “Lha ini berdiri di sebelah saya. Mbak gak lihat ya?” lalu kuberi ekspresi seperti orang bingung.
Mukanya masih antara bingung dan mulai takut. Sambil menyerahkan hot chocolate telah selesai ia racik, “Jangan bikin takut mas“.
Aku cuma tersenyum manis, “Makasih mbak“.
Dan kulihat mukanya makin takut dan sedikit panik. Aku tinggalkan ia dan dalam hati sedikit tertawa. Maaf mbak barista, aku sedikit mengalami hari yang buruk, jadi digangguin dikit gak apa-apa kan? … 😉
Leave a Reply