Sejuknya Narmada, Putihnya Pasir Kuta

Seperti biasa, selesaiin pekerjaan pun tetap harus sambil jalan-jalan.

Begitu pula liputan di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) kali ini. Meskipun tak bisa jalan-jalan ke banyak tempat, tapi lumayanlah bisa menambal kenangan tentang Lombok sekitar 10 tahun silam bersama teman-teman kuliah.

Terakhir ke Lombok sebenarnya dua tahun lalu. Cuma waktu itu benar-benar hanya semalam dan puasa. Jadilah selesai acara di Senggigi langsung balik sore itu juga. Tak bisa jalan-jalan ke tempat lain sama sekali.

Maka, begitu kali ini liputan selama tiga hari, aku benar-benar cari waktu biar bisa mampir ke beberapa tempat, yang sebenarnya juga sudah pernah aku kunjungi. Inilah dua tempat itu.

Taman Narmada
Pada hari kedua liputan di Lombok, aku dan tiga teman mampir taman ini sambil makan siang. Aku sendiri awalnya tak berniat sama sekali karena melihat padatnya agenda selama di Lombok. Eh, ternyata dapat kesempatan juga.

Pada hari kedua ini seharusnya kami wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat. Karena dia tak kasih jawaban jelas bisa tidaknya wawancara usai makan siang dan kami juga punya cukup waktu, maka kami pun meluncur ke tempat ini.

Taman Narmada berada di Desa Lembuah, Kecamatan Narmada, Lombok Barat. Dari Kota Mataram, lokasinya berjarak sekitar 10 km ke arah timur. Narmada dekat dengan perbatasan Lombok Tengah – Lombok Barat. Hawanya sejuk.

Hal menarik di Narmada adalah karena kuatnya suasana Bali. Pada hari pertama ketika aku menuju Lombok Tengah aku lihat di kanan kiri jalan ini banyak komunitas Bali atau Hindu. Ini bisa dilihat dari pura atau rumah dengan arsitektur Bali amat kuat.

Begitu pula dengan Taman Narmada. Taman ini merupakan peninggalan Raja Karangasem, Bali, Anak Agung Ngurah Karangasem yang pernah menguasai Lombok. Raja Karangasem saat itu amat senang membangun tempat pemandian, seperti Taman Ujung dan Tirta Empul di Karangasem. Taman Narmada yang dibangun pada tahun 1727 M termasuk di antaranya.

Taman buatan ini memilik kolam berundak. Luasnya sekira lapangan bola. Sampai sekarang, kolam-kolam ini masih digunakan seperti juga Taman Narmada yang masih ramai dikunjungi terutama pada akhir pekan. Pengunjung cukup membayar tiket Rp 5.000.

Sebagai peninggalan Kerajaan Karangasem, tata letak taman pun mengikuti arsitektur Bali dengan pembagian zona, seperti nista (paling luar), madya (tengah), dan utama (suci). Ada pula pura di taman seluas dua hektar ini.

Sayang, karena ke sana cuma sambil makan siang dan was-was karena menunggu jadi tidak wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan, maka kami tak bisa lama-lama. Usai makan, kami langsung cabut. Aku hanya sempat lihat pura dan pemandian. Itu pun ketika baru tiba dan pas pulang.

Pantai Kuta
Sejak awal aku sudah berniat berkunjung ke tempat ini. Karena itu, begitu selesai pelatihan blog pada hari ketiga di Lombok, aku sempatkan berkunjung ke tempat ini sebelum pulang ke Bali.

Nama tempat ini memang Kuta. Sama seperti di Bali. Nama pantai ini mengacu pada nama desa di mana pantai berpasir putih ini berada, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Lokasinya berjarak sekitar 30 km dari Mataram dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam. Kalau dari Bandara Internasional Lombok di Praya sih malah cuma 15 menit. Dekat.

Soal nama ini tak usah heran. Banyak kok tempat lain dengan nama sama. Misalnya, Sedayu (Bali, Jawa, dan Lombok sama-sama punya), Gresik (di Lombok dan Jawa ada), serta Kediri (di Jawa, Bali, dan Lombok juga ada). Maka, aku yakin, nama pantai Kuta di Lombok tidaklah karena meniru ketenaran pantai Kuta di Bali.

Dua pantai ini berbeda. Jika pantai Kuta Bali menghadap ke arah barat, maka pantai Kuta Lombok menghadap pantai selatan. Pasir pantai Kuta di Lombok ini mirip ketumbar. Besar dan putih. Beda dengan di Bali yang kecil-kecil.

Hal asyik dari pantai Kuta, selain pasir putihnya adalah karena bebukitan yang mengitarinya. Keren sih. Bukit-bukit kecil ini berjejer sepanjang pantai. Namun, masih tersisa banyak ruang kosong di mana pengunjung bisa bersantai di pantai ini. Mirip pantai Pecatu di Jimbaran kali ya.

Pantai Kuta Lombok ini jauh lebih ramai dibanding ketika aku ke sini ssekitar sepuluh tahun lalu. Puluhan kafe, restoran, dan penginapan ada di sini. Tarif penginapan ini mulai dari Rp 100.000 per malam hingga jutaan juga. Eh, kalau yang jutaan sih di Sheraton atau Oberoi kali ya. Hihihi..

Tak asyiknya di pantai Kuta Lombok adalah anak-anak pedagang. Asli. Ngeselin banget. Of course aku tak alergi sama anak-anak pedagang. Tapi, kalau mereka amat agresif meski kita sudah menolak baik, tentu ngeselin. Mereka secara bergerombol belasan orang agak maksa ketika menawarkan dagangan.

Menurutku ini yang harus ditertibkan. Kasian pengunjung. Jauh-jauh ke tempat ini malah disambut anak-anak pedagang yang mengganggu ini.

Hal tak asyik lainnya adalah warna air laut yang sore itu agak pucat. Gelap. Padahal, pas aku ke sini sepuluh tahun lalu biru banget. Cek kali cek, air gelap itu gara-gara musim hujan. Jadi, kalau mau dapat pemandangan air biru ke sini, sebaiknya sih tidak pas musim hujan begini.

Tapi kalau memang tak bisa hari lain, seperti juga aku kali, ya tak apa. Toh, pantai Kuta tetap saja menggoda.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *