Kursi roda itu memberi suasana berbeda di ruang tamu.
Di depan kursi roda itu, empat orang sedang asyik berselancar di dunia maya Rabu malam lalu. Tiap orang duduk lesehan membuka halaman demi halaman jejaring sosial Facebook.
Ketika salah satu usai berselancar, dia beranjak naik ke kursi roda. Disetirnya kursi roda itu memasuki ruangan dalam. Dua orang masih meneruskan berselancar di situs-situs jejaring sosial. Satu masih membuka YouTube dan menikmati video-video pertandingan sepak bola.
Kursi roda. Difabel. Deretan komputer dengan koneksi internet. Temaram malam. Lantai dingin. Aku kok jadi ingat teman-teman difabel yang pernah belajar internet bersama kami juga di Bali.
Malam merambat pelan. Satu per satu orang terus berdatangan. Lalu, ruang tamu itu semakin hiruk. Namun, orang-orang itu tak berbicara dengan lisan. Mereka berbahasa dengan bahasa isyarat. Mereka tuna rungu dan wicara.
Aku mengenal rumah di jalan Apel III nomor 7 Jajar, Surakarta itu sebagai sekretariatnya Bengawan, komunitas blogger Solo. Nama tempat ini Rumah Blogger Indonesia (RBI). Namun, setelah ke sini sebulan lalu, aku baru tahu kalau rumah ini tak cuma tempat kumpul para blogger tapi juga kantor Yayasan Talenta, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mendukung orang dengan kemampuan berbeda atau different ability (difable).
Kawan-kawan difable inilah yang malam itu memenuhi ruang tamu RBI. Begitu juga dengan Rabu malam kemarin. Mereka tak hanya berselancar di dunia maya menggunakan perangkat teknologi informasi tersebut tapi juga mengadakan pertemuan malam ini.
Malam itu ada Hassan dan Heru, dua blogger anggota Bengawan. Esoknya, saat aku ke sana lebih banyak blogger lain lagi. Ada Blontank Poer (ini teman lama sejak 2003 silam karena sama-sama anggota Aliansi Jurnalis Independen), Suryaden, Andre, Nenden, dan lain-lain.
Meski mereka lebih banyak sibuk dengan perangkat masing-masing, tetap saja asyik banget karena mereka bisa sering-sering kumpul di RBI ini.
Ketika sudah di RBI, tiap orang bebas berinternet ria karena ada koneksi internet lancar jaya milik Bengawan. Koneksi yang, menurut Blontank, disumbang gratis oleh salah satu penyedia layanan internet ini, membuat siapa saja yang berkunjung ke RBI akan betah.
Apalagi kalau obrolannya ditemani gorengan dan teh khas Kang Blontank, blontea. Dijamin gayeng segayeng-gayengnya.
Maka, RBI ini juga bikin iri. Sepertinya asyik banget kalau punya tempat nongkrong dengan koneksi internet lancar jaya serupa RBI. Enaknya lagi kalau siapa saja bisa main berkunjung kapan saja.
Di Denpasar sih kami punya Sloka Institute. Ada ruangan berukuran sekitar 8 x 4 meter. Ada juga internet yang bisa dipakai kapan saja. Cuma, ini kantor. Bukan rumah tinggal. Jadi tak bisa buka 24 jam serupa RBI.
Kami sudah mengumumkan kalau tempat ini bisa jadi Pos Informasi. Siapa saja bisa datang dan mengakses informasi, pakai komputer jinjing dan koneksi internet yang kami sediakan secara gratis, tapi tetap saja sepi. Kali karena kurang promosi.
Hal lain yang bikin iri adalah karena RBI, yang sebenarnya nebeng di Talenta, ini malah bisa jadi rumah di mana komunitas lain bisa mengakses informasi. Yah, meskipun bukanya tak jauh-jauh dari Facebook dan YouTube. Mendinganlah.
Maka, kalau ke Solo lagi, bawaanya jadi pengen mampir ke sini. Sekadar bersilaturahmi dan mengobati rasa iri atau nyeruput blontea.
Leave a Reply