Adalah Puspa Agro, sebuah nama untuk Pusat (Pasar) Perdagangan Agrobisnis terbesar ke 2 se Asia Tenggara, setelah Thailand, berlokasi di Desa Jemundo, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Berdiri diatas lahan 50 hektar, Puspa Agro diresmikan (Soft Launching) oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Ir M Hatta Rajasa pada 17 Juli 2010 dengan segudang harapan dan keinginan. Dengan adanya pasar agro ini, Jatim dapat menjadi percontohan bagi provinsi lainnya di Indonesia. Mampu menjadi pensuplai produk agro, seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dll dalam lingkup pasar regional, bahkan internasional.
Dengan adanya pasar agro ini, harga produk-produk pertanian jauh lebih murah dari harga sebelumnya. Sebab, sistem distribusinya langsung dipotong, dari produsen (petani) langsung didistribusikan ke marketing. Kita potong mata rantai, karena harganya dapat lebih murah, kata Gubernur Jatim, Dr. H. Soekarwo.
Pada pembukaan kemarin, manajemen Puspa Agro mencatatkan diri ke museum Rekor Indonesia (MURI) dengan memanggang ikan sepanjang 5,2 km. Luar biasa.
Hingar bingar keberadaan pasar itu memicu diri ini tertarik untuk berkunjung langsung kesana pada 5 Agustus 2010 lalu. Apakah kenyataannya ?
Memang luas sekali pasarnya. Ada 2 bangunan besar yang disebut los, atau saya rasa itu mirip bangunan untuk hanggar pesawat terbang. Di bangunan los pertama, saya jumpai pedagang-pedagang palawija dan daging (ayam, kambing dan sapi). Terdiri dari lajur-lajur memanjang yang berisi lapak-lapak pedagang. Produk agro yang dijual hampir sama seperti yang saya jumpai di pasar-pasar tradisional, cuma disini lebih bersih. Mayoritas, antara satu lapak dengan lainnya menjual produk palawija yang sama.
Sempat saya bertanya pada salah satu pedagang disana tentang prospek pasar ini. Bapak yang mempunyai 1 lapak dan ternyata masih bekerja aktif di salah satu hotel berbintang di Surabaya ini mengaku dalam 2 minggu sudah merugi jutaan rupiah. Untung dagangan bawang merah, putih dll tergolong produk yang tahan lama. Bahkan dia mau melepas dagangannya jika ada yang mau membeli dibawah harga pasaran. Hanya ingin kembalikan modal saja, ucapnya.
Saya mulai diskusi dengan istri, bahwa apa yang dilihatnya hari ini seperti memindahkan lapak-lapak pasar tradisional ke lingkungan pasar yang lebih bersih. Pedagang yang ada disana lebih terlihat sebagai pengecer. Terlihat dari volume barang dagangan yang tidak terlalu banyak. Untuk bisa memiliki lapak, pedagang harus menyewa kepada pihak manajemen Puspa Agro dengan biaya yang bervariasi, tutur Bapak tadi.
Bagaimana dengan akses ke pasar tersebut ?. Jika kita dari arah Jombang (Jawa Timur bagian barat), bakal menemui pertigaan lampu merah yang macet untuk bisa belok ke kanan menuju jalan aspal kecil 2 lajur lintasan saja menuju pasar Puspa Agro. Sedangkan dari arah Pasuruan/Malang (Jawa Timur bagian timur), bakal menemui macet nya porong (lumpur lapindo) dan jalanan Sidoarjo. Hmmm, kondisi sekarang saja sudah macet, apalagi 1 atau 2 tahun lagi ?.
Meski tidak menemukan keinginan dan harapan besar di awal peresmian pada pasar itu, saya hanya bisa berharap bahwa asumsi sesaat itu terpatahkan di masa datang. Semoga keinginan dan harapan itu menjadi nyata, yaitu Puspa Agro menjadi pasar agro terbesar di Indonesia dan mampu menjadi suplier produk agro di lingkup regional bahkan internasional. Amin!.
Referensi :
– Harian Jawa Pos
– http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/puspa-agro-jadi-pensuplai-32-provinsi/
Leave a Reply