Penggunaan Internet Pesat, tapi Tidak Merata

Pandemi COVID-19 memaksa kita untuk beradaptasi pada perubahan yang drastis di segala aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Kebijakan pemerintah dalam membatasi mobilitas dan aktivitas di ruang publik dalam upaya mencegah penularan virus pun menyebabkan dunia pendidikan “dipaksa” untuk adaptasi teknologi lebih cepat. Ini merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh pengajar di kampung.

Akses jalan ke kebun Kali Selogiri

Matahari pertama yang menyinari pulau jawa mulai bergeser. Ada beberapa orang berseragam khaki menuju ke sekolah. Sepanjang perjalanan, disuguhi indahnya pemandangan alam dan sejuknya udara Dusun Kali Selogiri Banyuwangi. Bahkan ada air terjun yang bisa dikunjungi.

Dusun Kali Selogiri terletak pada Perkebunan Kali Selogiri yang memiliki lahan seluas 1.116 hektar dengan dua komoditi utama, yakni kopi robusta yang luas lahannya 700 ha, kemudian 200 ha untuk tebu dan sisanya aneka kayu. Terdapat 3 Afdeling (Afd) di area Perkebunan Kali Selogiri yaitu Afd Tetelan, Afd Besaran, dan Afd Alas Gedang. Akses jalan masuk perkebunan berpasir dan berbatu. Namun tak menyurutkan Alfan, 37, untuk mengajar di satu satunya sekolah dasar yang ada Perkebunan Kali Selogiri.

“Bersyukur cuaca cerah, kalau hujan jalanan lumayan berat, melelahkan, menjengkelkan,” ujar Alfan. Kini Alfan mengajar murid kelas 6, dan jumlah muridnya hanya 10 orang. Sebagian besar muridnya merupakan anak dari pekerja lepas kebun. Jarak rumah Alfan dengan sekolah ditempuh kurang lebih 11 km, dengan waktu tempuh 40-45 menit perjalanan. Selama pandemi dua tahun belakangan ini, dengan adanya pembelajaran jarak jauh (PJJ) Alfan mengaku bahwa terbantu sekali dengan adanya internet, meskipun pengajarannya tidak efektif.

“Sebelum ada jaringan Wifi, sekolah kita merupakan blank spot. Hanya ada satu provider yang bisa menangkap sinyal. Itupun harus ke belakang bukit sekolah kita beri nama Pondok Sinyal,” tegasnya. Dikuatkan lagi oleh warga Afd Besaran, Sanidin, 65, ia mengaku bahwa sebelum ada jaringan wifi, sinyal handphone hanya ada di area masjid saja.

Permudah Pembelajaran hanya melalui Aplikasi Whatsapp

“Hanya sebatas menggunakan media aplikasi chat Whatsapp, dan kurang efektif, secara sosial dan emosi kurang,” jelas Alfan. Alfan juga mengaku, senang sekali karena bisa lebih mengenalkan berbagai akses belajar secara online namun sayangnya terkendala dengan sinyal. Uniknya, jangankan sinyal telekomunikasi, listrik saja baru masuk setelah 72 tahun Indonesia Merdeka atau awal tahun 2018. Sebelum tahun 2018, masyarakat dusun Kaliselogiri memanfaatkan diesel pabrik untuk menyalakan listrik. Itu pun listrik hanya menyala 5 jam. Listrik menyala jam 5 sore, mati jam 10 malam

Upacara Pertama setelah pandemi Covid 19 mereda dalam rangka memperingati Hardiknas 2022

“Dukanya ya, ya terkait jaringan. mau diajak zoom gak kuat sinyalnya, Jadi hanya sebatas melalui media Whatsapp. Tidak bisa eksplorasi lebih lanjut,” tegas Alfan. Ia juga sekarang bersyukur karena jaringan wifi sudah mulai masuk ke dusun Kali Selogiri. Pembelajaran jarak jauh dalam setahun terakhir terbantu sekali, media yang digunakan pun sekarang beragam tidak hanya menggunakan aplikasi chat whatsapp sekarang bisa menggunakan media youtube sebagai tambahan penguat materi. Ia mengaku sebelum ada jaringan wifi yang tersebar di 3 afdeling, pembelajaran hanya menggunakan teks yang dikirim melalui pesan chat.

Memanfaatkan aplikasi gratis milik Google

Berbeda dengan Alfan, ada salah satu tenaga guru honorer dari satu desa namun beda dusun mengaku sudah memanfaatkan internet dengan baik. Namanya Ina, Ia mengaku kalau pembelajaran jarak jauh, ia memanfaatkan google form dalam pembelajaran daring. Tugas menggunakan Google form atau pembelajaran daring itu hanya diperuntukkan untuk siswa yang mempunyai handphone dan memiliki paket data.

Ina memberi solusi, jika yang tak memiliki handphone muridnya di ajak kerumahnya untuk mengerjakan tugas. Jumlah muridnya hanya dua orang. Ia Juga mengatakan kendala yang dialami sama adalah jaringan internet. Selain itu, Ina juga mengembangkan diri melalui pelatihan pelatihan online tentang penggunaan aplikasi gratis yang bisa digunakan untuk pembelajaran pada muridnya.

Anak berkebutuhan khusus juga bisa menikmati penggunaan Internet

“Tidak semua murid saya itu bisa menggunakan Internet dengan baik, ada murid saya bernama Deddy Mizwar,” Nurul Imam S.PdI, seorang guru SMPLB negeri 1 Banyuwangi kelas 8 Hambatan A (Netra). Imam menambahkan Kendala yang utama tetap ada di jaringan. Waktu pandemi kemarin penggunaan internet ini tidak efektif sama sekali, karena anak dengan hambatan netra ini kesulitan dalam menerima penjelasan materi.

“Akan menjadi sulit ketika harus menjelaskan bangun ruang, atau bagaimana posisi tahiyat akhir ketika tanpa tatap muka”, tambah Imam. Selain itu tidak semua handphone murid muridnya itu akses internet selain kendala jaringan ada juga kendala ekonomi, tidak semua memiliki smartphone. Namun Imam memiliki siasat yaitu dengan Guling, Guru Keliling.

“Kebetulan Murid saya tidak banyak jadi saya yang keliling mendatangi murid murid saya,” tutup Imam yang juga mengalami hambatan penglihatan.

Interaksi guru SLB Matahati dengan murid

Sementara SLB Matahati memiliki kebijakan yang hampir sama dengan SMPlb negeri 1 Banyuwangi, “Kami dari sekolah SLB yang mutiple hambataannya, jadi sangat kesulitan untuk daring. Maka kami luring, mengunjungi murid satu per satu. Kebetulan muridnya tak begitu banyak kan,” ujar Fais Zathur Rosida, guru sekaligus merangkap kepala perpustakaan SLB Matahati.

“Kebanyakan akses internet dibantu oleh orang tua, karena agak sulit dengan hambatan multiple untuk mengakses internet,” tambah Fais.

Pesat tapi belum merata

Menurut laporan We Are Social dan Hootsuite pada Januari 2021. Di Asia Tenggara, tingkat adopsi internet Indonesia merupakan yang tertinggi ketiga di kawasan, dengan angka 73,3 persen, Indonesia berada di depan Thailand dan Vietnam dalam tingkat adopsi internet di Asia Tenggara. Pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 ini mencapai 202,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 15,5 persen atau 27 juta jiwa jika dibandingkan pada Januari 2020 lalu.

Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2020 yang dirilis Google, Temasek, dan Bain, satu dari tiga orang pengguna internet di Indonesia merupakan pengguna baru yang mengakses layanan tersebut akibat pandemi. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pun menunjukkan penetrasi pengguna internet meningkat, yakni dari 64,8% pada 2018 menjadi 73,7% hingga kuartal II-2020.

Memang terjadi peningkatan yang signifikan dalam penggunaan internet di Indonesia namun ketimpangan ini berasa ketika kita melihat masih banyak di pelosok desa yang terbatas akses digital. Hal ini diamini oleh pemerintah Indonesia bahwa ada ketimpangan dalam penggunaan internet di Indonesia. Namun, Pemerintah Republik Indonesia Selalu berupaya membangun infrastruktur digital yang kuat dan inklusif untuk meningkatkan konektivitas telekomunikasi dalam menjembatani kesenjangan digital. 

Dikutip dari kominfo.go.id, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menyatakan, Pemerintah Indonesia memanfaatkan momentum pandemi untuk mempercepat transformasi digital. Bahkan telah menerapkan strategi untuk mengatasi kesenjangan digital melalui penguatan infrastruktur digital, pengembangan talenta digital, dan pembentukan hukum yang tepat untuk melengkapi regulasi primer.  Pemerintah Indonesia serius dalam mengatasi kesenjangan digital ini, selain membangun infrastuktur internet yang masif di wilayah yang belum terjangkau internet, pemerintah juga meningkatkan kapasitas SDM melalui peningkatan Literasi Digital Nasional.

“Pembangunan infrastruktur digital sendiri harus disertai dengan pengembangan kapasitas SDM. Untuk itu, Kominfo telah memulai program komprehensif untuk membina keterampilan digital talenta digital Indonesia di tiga level, yaitu tingkat dasar, menengah, dan lanjutan,” kata Johnny G. Plate dikutip dari kominfo.go.id. Bahkan Kementerian Komunikasi dan Informasi menargetkan akan mampu menjangkau 50 juta penduduk Indonesia pada tahun 2024. Dikutip dari Indonesia.go.id, sampai tahun juli 2021, program ini sudah menjangkau 2,6 juta Masyarakat Indonesia yang mengikuti pelatihan literasi  digital dan untuk mengetahui informasi lebih banyak mengenai program ini dapat mengakses media sosial Kominfo. Menurut Dedy Permadi, program Literasi Digital Nasional menghadirkan 4 modul, antara lain, kecakapan digital, etika digital, budaya digital, dan keamanan digital.

The post Penggunaan Internet Pesat, tapi Tidak Merata appeared first on BaleBengong.id.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *