Surat terbuka untuk Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo
Sebuah analogi reklamasi
Pak Presiden Joko Widodo, saya mau share pengalaman. Beberapa tahun lalu saya dan keluarga berwisata ke Water Blow di Nusa Dua, Bali. Bapak pernah kesana?. Merasa kurang, saya ingin jalan-jalan ke pantai pasir putih di sekitar situ. Kaki saya menapak ke jalan pavingan terbuka yang bagus. Saya melihat seorang security alias satpam mendekat dan bertanya, “Maaf Bapak mau kemana?“. Saya jelaskan ingin jalan-jalan kesana (menyisiri pantai). Satpam tadi menimpali, “Ini area hotel Pak, mohon tidak boleh masuk“. Lah ini kan jalan terbuka, kalau area hotel kenapa tidak di beri palang pintu atau dipagari saja?. Satpam bilang, “Saya hanya menjalankan tugas saja Pak“.
Coba Pak Presiden menyamar sebagai rakyat jelata dan jalan-jalan ke pantai Nusa Dua dimana hotel-hotel mewah (ataukah pongah?) itu berada.
Pak Presiden pernah jalan ke Pulau Serangan? Itu lho Pak, khususnya area bekas urug tanah kapur (reklamasi) seluas 400 hektar. Di urug pada jamannya Mbah Soeharto berkuasa. Wuah jalan menuju kesana nggak enak, ndut-ndutan, lha nggak ada aspal. Ilalang, tumbuhan perdu terasa seperti area tak bertuan, diantara belantara tempat wisata indah disekitarnya.
Pak Presiden, reklamasi Pulau Serangan telah menghancurkan ribuan hektar sempadan pantai sepanjang Padanggalak (Denpasar), Lebih (Gianyar), Kusamba (Klungkung) dan juga Jungut Batu (Lembongan), Toyapakeh, Sental, Sampalan (Nusa Penida). Pak Presiden pernah ke pantai-pantai yang telah hancur itu?
Pak Presiden pernahkah sehari-hari bermobil atau bermotor di jalanan Bali Selatan? Saya pernah stress menahan amarah karena macet, akhirnya jatuh sakit Pak! 2 minggu ketularan cacar. Harusnya kalau saya sehat, saya bisa jadi pembicara di Pesta Wirausaha Bali 2014, mendampingi Pak Alex dan Pak Mardi Soemitro berikan motivasi bagi entreprenur Bali. Kenyataannya, kemacetan di Bali selatan membuat saya tidak produktif!
Pak Presiden tentunya tahu tentang rencana PT. TWBI mengurug Teluk Benoa. Itu teluk suci dan teluk penyangga dari 5 daerah aliran sungai, serta teluk tempat para penduduk sekitar mencari makan. Teluk itu akan di urug untuk jadi pulau buatan dan didalamnya bakal berisi hotel dan apartemen mewah, akan dibangun marina tempat kapal mewah, tempat pagelaran kesenian, tempat ibadah, dibangun juga taman wisata sekelas Disneyland dan wahana-wahana kenikmatan dunia lainnya.
Mungkin Pak Presiden tahu ada yang menolak, namun saya beritahukan kembali bahwa ada masyarakat Bali yang telah 3 tahun menyuarakan penolakan terhadap reklamasi Teluk Benoa tersebut. Masyarakat itu rela meninggalkan sejenak pekerjaannya, anaknya, istrinya untuk berjuang mempertahankan kesucian tanah leluhur nya. Mereka tidak menolak pembangunan Pak namun mereka inginkan jangan ada reklamasi teluk/laut suci itu. Mereka inginkan pembangunan itu dibelahan Bali lainnya. Karangasem, Buleleng, Jembrana masih kosong. Silakan disana saja!
Desa-desa Adat penyangga sekeliling Teluk Benoa meliputi Desa Tanjung Benoa, Kedonganan, Kelan, Kepaon, Pemogan, Sesetan, Seminyak dan Kerobokan sudah menolak tegas reklamasi Teluk Benoa. Masyarakat Buleleng dan kabupaten-kabupaten lain di Bali juga menyatakan penolakannya.
Pak Presiden, para menteri, dan wakil rakyat yang terhormat, kalian semua adalah manusia yang punya mata, telinga dan hati kan? Perlawanan dan penolakan dari rakyat Bali itu ADA!
Semoga kita semua diberi petunjuk oleh Tuhan YME. Salam dari saya, seorang manusia yang tidak pernah bisa negosiasi dengan Tuhan YME untuk terlahir di daerah tertentu, bahkan dari rahim ibu tertentu, yang saat ini tinggal dan menjadi warga Bali, Hendra W Saputro. SAYA MENOLAK REKLAMASI. Kepalkan tangan kiri Bali Tolak Reklamasi!
Leave a Reply