Tahun ini adalah tahun kemerdekaan jiwa untuk saya dan sejumlah teman lain. Kami memberanikan diri membuat sejumlah program rintisan memanfaatkan media-media social dan internet. Saya berkeyakinan kalau kemiskinan jiwa, harta, percaya diri bisa dilawan dengan informasi. Salah satunya melalui pemanfaatan teknologi informasi.
Awal tahun ini saya dan teman-teman di Sloka Institute membuat sejumlah program rintisan yang sederhana. Program-program pembelajaran teknologi informasi yang kami lakukan secara swadaya dan melibatkan jejaring yang kami miliki. Swadaya dan berjejaring adalah keyakinan lain yang kami semai dan tumbuhkan bersama. Kami, tua-muda, kuat, dan berbahaya J Meminjam kalimat sakti band SID.
Gunakan Kekuatan Tanganmu!
Sebab dengan tulisan-tulisan, kamu bisa mengabarkan banyak hal. Cerita pribadi, tempat bersantai, masalah kota, sampai curhat. Apa saja bisa kamu tulis ala Jurnalisme Warga, di mana warga tak hanya jadi objek berita tapi sekaligus penulisnya.
Tak usah takut tulisanmu tidak menarik. Menulis itu karena kebiasaan, bukan hanya soal berbakat atau tidak. Kini waktunya kamu belajar. Sebab Sloka Institute pengelola blog jurnalisme warga Bale Bengong, akan mengadakan Kelas Menulis Jurnalisme Warga.
Materinya tentang teori dasar jurnalistik seperti menulis berita langsung dan berita kisah maupun tentang jurnalisme warga. Bukan hanya belajar teori, peserta akan langsung praktik menulis dipandu pemateri dan fasilitator berpengalaman.
Demikian kampanye kelas menulis perdana yang kini sudah lima kali berjalan hingga Oktober lalu. Kelas ini didukung oleh komunitas filantrophis Bali, I am An Angel sehingga bisa gratis. Pesertanya beraneka ragam, mulai ibu rumah tangga, guru, mahasiswa, dan pers mahasiswa.
Tiap kelas, dilakukan selama dua hari. Hari pertama untuk teknik menulis dan reportase lapangan, maka hari ke-2 adalah membuat blog sebagai media publikasi karya dan cara mengelolanya.
Selanjutnya, ada program pengembangan lain bersama komunitas juga, Bali Blogger Community. Namanya, Kasti. Kelas Asik Teknologi Informasi.
KASTI I berjalan sangat bernergi, dengan tema mengoprek blog. Materi baru yang asik dan menantang. Jadi selama lebih dari lima jam otak dipaksa bekerja keras dan konsentrasi melahap menu-menu oprekan.
KASTI menjadi brand baru, cara kami menghargai para expert IT lokal Bali. Tiap peserta harus membayar sejumlah tertentu untuk bisa mengikuti kelas ini. Jumlahnya bervariasi tergantung lokasi dan jumlah peserta. Minimal 10 orang per kelas. Seluruh uang yang terkumpul inilah yang digunakan membayar trainer dan biaya konsumsi. Laporan kegiatan dan keuangan dikabarkan di milis BBC. Demikian juga topic-topik Kasti berikutnya, as order.
Program baru adalah Ngejus. Ngenet jumat sore di gudang Sloka Institute, Denpasar. Kami menyediakan ruang belajar dan akses internet free wifi untuk siapa saja yang mau, tak pandang usia, latar belakang dan lainnya. Its free.
Selama tiga pekan terakhir, Ngejus dimanfaatkan oleh sejumlah pegiat LSM perempuan di Bali yang mengaku gaptek. Punya akun facebook tapi tidak bisa membuka email. Ini ironis, tapi jumlahnya tak sedikit.
Ke depan, kami berencana membuka kotak donasi sukarela di program ini. Untuk subsidi listrik dan upgrade koneksi internet. Untuk Ngejus, kami membuat sejumlah pilihan kurikulum yang cocok untuk masing-masing individu. Ada yang memulai dari pengenalan computer dasar, mengoperasikan Microsoft, dan lainnya.
Entah berkaitan langsung atau tidak, energy memanfaatkan teknologi informasi untuk pemberdayaan kini sangat terasa di Bali. Saya punya sejumlah pengalaman pribadi soal ini.
Pengalaman ini juga adalah hasrat saya berikutnya dalam perluasan manfaat teknologi informasi. Saya tidak berani menggunakan kata perubahan social, karena itu terdengar abstrak atau seolah-olah.
Tiga bulan terakhir ini, saya dan beberapa teman merintis Kelas Beranda, sebuah ruang dimana para relawan bisa mengajar pekerja anak miskin dengan baca tulis dan keterampilan. Kami hanya menggunakan jejaring social untuk mengundang sejumlah relawan menjadi pengajar bagi ratusan anak jalanan di sejumlah lokasi.
Saat ini, baru dua lokasi pekerja anak yang berhasil dijangkau di Kabupaten Badung. Padahal, ada belasan titik kompleks lain, dimana pengemis anak, buruh tukang suun (junjung barang di pasar), dan keluarganya terperangkap dalam ketidaktahuan.
Kelas Beranda di masa depan adalah para sukarelawan yang mulai melihat lingkungan sekelilingnya, atau tetangga sebelah yang tidak boleh dibiarkan dalam ketidaktahuan. Tengoklah beranda sebelah rumah, dan berikan bantuan yang kamu bisa bagi. Begitulah kira-kira konsepnya.
Bali masih punya sedikitnya 300 ribu orang buta huruf dari 3,9 juta penduduknya. Kelompok kebutuhan khusus seperti anak jalanan tidak mungkin dengan mudah bisa diseret masuk ke kelas-kelas kejar paket.
Mereka punya dunia dan cara komunikasinya sendiri. Mereka dengan mudah dilupakan, dianggap tidak ada di tengah masyarakat karena dinas social sulit melakukan pembinaan. Bukan berarti pemerintah harus lepas tangan. Tapi, ada celah yang bisa kita isi untuk membuka jalan.
Saya yakin, digital interest bisa kita gerakan menjadi digital involved and action. Kita tak hanya bercicit di dunia maya tapi juga mencoba menggerakannya menjadi aksi. Sebuah kebangkitan dan gerakan sipil.
Leave a Reply