Bermain merupakan salah satu hak anak yang terkadang dianggap mudah untuk dipenuhi namun dalam pelaksanaannya memang paling mudah untuk diabaikan atau disepelekan. Hak anak untuk bermain terkandung dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002 yang berbunyi “Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri” selain itu dalm Konvensi Hak Anak PBB juga dijamin hak anak Untuk Tumbuh Kembang dimana disana juga tercantum hak anak untuk dapat bermain dan berrekreasi sesuai dengan usianya untuk dapat merelaksasi diri dan belajar sportivitas.
Pemenuhan hak anak untuk bermain ini tentunya harus didukung dengan sarana dan prasarana yang aman dan nyaman bagi anak, serta dengan fasilitator dan pendamping yang ramah terhadap anak. Akan tetapi menurut saya, Hal tersebut masih perlu diperbaiki kualitasnya di Indonesia. Kualitas pendampingan misalnya, masih adanya kelalaian dalam melakukan pendampingan tak sedikit memakan korban nyawa. Misalnya saja kasus anak yang terjatuh dari escalator di pusat perbelanjaan atau kasus Nia Ramadhani, balita perempuan berusia tiga tahun yang tewas setelah tercebur sumur. Kejadian ini terjadi karena ibunya lengah saat menyetrika dan membiarkan Nia bermain seorang diri di belakang rumahnya hingga Nia tercebur sumur sedalam 10 meter dan nyawanya tak terselamatkan . Selain pengawasan dan pendampingan dari orangtua, adanya ruang bermain yang aman dan memadai bagi anak juga merupakan suatu syarat mutlak untuk menjamin keselamatan anak. Misalnya saja Said (10 th) yang tewas diterjang kereta api (KA) Logawa jurusan Purwokerto – Jember di Dusun Jambu Desa Jabon Kecamatan/Kabupaten Jombang 6 Juli yang lalu saat Said hendak bermain layang-layang di kawasan tanah lapang yang berada di seberang rel. Tempat bermain yang seperti ini tentu saja sangat tidak aman bagi anak-anak untuk bermain, namun apa daya karena terbatasnya ruang yang aman dan nyaman membuatnya tak punya pilihan lain untuk dijadikan tempat bermain. Tempat dan fasilitas yang aman akan tentu saja akan memperkecil resiko terjadi kecelakaan saat anak-anak menggunakan hak bermainnya. Masih lekat dalam ingatan kita, di tahun 2011 ini memang banyak terjadi kasus kecelakaan di arena bermain ataupun saat anak-anak bermain. Misalnya saja kasus meninggalnya Risca Putri (8th) yang terjatuh dari Flying Fox pada 5 Juni 2011 lalu di sebuah taman wisata di Puncak Bogor. Kecelakaan itu terjadi karena tali yang tidak terkunci secara sempurna. Akibatnya Riska tewas karena mengalami pendarahan parah di bagian kepala. Atau Hayu Kunia Dewi (5 th) korban tertimpa permainan helikopter putar di pasar malam Dugderan, Kota Semarang, Jawa Tengah yang akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 25 Juli 2011 , setelah menjalani perawatan di UGD RS Panti Wilasa Citarum, Semarang selama 7 Jam. Hal ini diakibatkan karena komponen pengamanan helicopter tersebut tidak sesuai dengan standar terlebih lagi besinya sudah tua dan karatan. Sayangnya, wahana yang keadaannya sedemikian parah masih saja dioperasikan, dan apabila tidak memakan korban mungkin akan terus dipergunakan tanpa memperhatikan perawatan yang memadai. Untuk itu diperlukan kesadaram dari semua pihak untuk menciptakan suasana yang nyaman dan aman bagi anak saat bermain. Dengan pendampingan dan pengawasan yang baik, ruang bermain yang kondusif serta sarana dan prasarana yang memenuhi standar keamanan dan memiliki prosedur yang sesuai standar yang ditentukan dapat mencegah risiko terjadinya kecelakaan saat anak-anak bermain. Dan untuk anak-anak juga perlu diberikan pengetahuan dan pelatihan untuk menjaga diri agar waspada saat bermain sehingga dapat dijauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Nah jika anak-anak bisa mendapatkan haknya untuk bermain, maka ia pun akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Tidak menajdi pribadi yang individualis karena kurang bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Dengan bermain, anak juga belajar estimasi, mengembangkan pola kognitif, konsep dalam hal pola hidup, toleransi, mengenal aturan, serta bertenggang rasa. Bermain akan membuat nilai-nilai tersebut lebih masuk dan meresap dalam diri anak. Dan bermain itu tak sekedar dalam bentuk aktivitas fisik. Saat anak sakit misalnya, mereka tak bisa aktif secara fisik. Mendongeng bisa menjadi bahan permainan. Pun, kalau situasi tidak memungkinkan, bermain bisa dilakukan di dalam rumah. Setelah selesai bermain, orangtua bisa mengajak anak untuk membereskan dan membersihkan mainannya. Pada prinsipnya bermain itu harus spontan dan menyenangkan, tidak membuat anak jemu dan sebal dengan permainan yang dilakukan. Bila anak lebih senang mencari ikan kecil di sungai ketimbang di kolam, mereka tetap diperbolehkan bermain. Tentu dengan tetap memperhatikan keselamatan dan kesehatan. Misalnya apabila kondisi sungai membahayakan jiwa anak, hendaknya dialihkan ke tempat lain. Pun bila sungai tersebut sangat kotor maka carilah sungai yang lebih bersih. Jangan lupa, setelah selesai bermain, minta anak untuk membersihkan diri dan mandi dengan sabun agar mereka tidak terjangkit penyakit dan bisa hidup sehat, cerdas, ceria dan mandiri.
Leave a Reply