Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya : Jalan Panjang Untuk Adiknya Nindi (1)
Singkat cerita lagi, akhir tahun 2014 proses vaksin selesai. Tapi istri saya mulai lelah berurusan dengan dokter, kami mulai kehilangan keyakinan. Jadi sementara beberapa bulan kami rileks saja dulu, mencoba enjoy tanpa memikirkan program. Kami pikir mungkin selama ini kami beban dengan jadwal berhubungan sehingga malah membuat kami tertekan. Tapi setelah beberapa bulan mencoba sendiri juga tidak ada hasil. Saya dan istri kemudian berpikir, setelah menimbang-nimbang, kami memutuskan untuk tetap mengutamakan medis, sambil tetap berdoa kepada Tuhan memohon agar diberikan jalan yang terbaik.
Bulan Maret 2015, saya dan istri sepakat menyerahkan semua kepada dokter, prinsipnya kami tidak akan menyerah sebelum dokter menyerah. Jadi kami berdua kembali ke dokter yang menangani kehamilan pertama istri saya. Kami tidak mau ke dokter lain karena saya pikir sama saja, apalagi rasanya kami sudah sreg dengan dokter yang ini.
Bulan Maret, April, Mei dan seterusnya, dokter memberikan jadwal, obat dan memeriksa semua. Dokter bilang secara seharusnya sudah bisa hamil, hanya menunggu ijin Tuhan. Sempat dokter menanyakan saya apakah sudah pernah cek sperma, saya bilang sudah dan hasilnya normal. Jadi dokter tidak memeriksa saya lagi. Hingga sampai bulan September 2015, karena mungkin sudah mencoba dengan maksimal dan belum ada hasil, dokter kembali menanyakan saya tentang cek sperma. Saya kembali bilang dulu sih pernah dan hasilnya normal, tapi saya bilang saya siap kalau perlu di cek lagi.
Akhirnya dokter pun menyarankan saya untuk cek lagi dan diberikan surat pengantar. Tapi dokter mengatakan sebaiknya cek di Pro**a agar hasilnya lebih akurat. Sesuai surat pengantar, kami pun ke Pro**a, jangan ditanya bagaimana prosedur dan teknis pengambilan sampel spermanya, hehehe. Sambil menunggu hasil keesokan harinya, saya sudah sangat siap mental. Apapun hasilnya nanti, akan kami serahkan ke dokter.
Besoknya kami ambil hasil cek sperma di Prodia. Seharusnya hasil lab itu dibaca oleh dokter, tapi saya penasaran dan amplopnya saya buka sendiri malam itu. Dengan kacamata awam saya baca, semua tampak normal, kecuali di halaman kedua di baris terakhir, ada tulisan “Kesimpulan : Terato-zoospermia“. Tentu saya tidak tahu apa artinya, dan langsung googling.
Saya baca semua hasil googling tentang Terato-zoospermia dan hati saya mulai goyah serta hampir menyerah. Saya juga hampir tidak percaya bahwa saya mengalami Terato-zoospermia. Pada intinya, dengan kondisi ini sangat sulit bagi saya membuat istri hamil. Tapi untunglah istri saya bisa bersikap dengan bijak dan tetap membuat saya tenang. Walau begitu, sempat saya berpikir untuk berhenti sampai disitu, alias menyerah, karena membaca hasil googling yang sepertinya sebagian besar mengarah ke bayi tabung dan sejenisnya.
Beberapa hari kemudian, dengan pesimis, tapi kami tetap kembali ke dokter membawa hasil lab tersebut. Dokter pun menyampaikan memang kendala sulit hamil selama ini ada di saya (suami). Satu-satunya hal yang membuat saya senang adalah penyebabnya sudah ketahuan. Sekarang tinggal bagaimana mencari jalan keluarnya. Dokter pun sempat memeriksa testis saya dan mengatakan kemungkinan besar saya mengalami varikokel. Saran dokter sebaiknya dioperasi, tapi dokter menanyakan apakah saya mau coba pakai obat dulu. Saya jawab terserah dokter saja. Saya kemudian diberi obat (kalau tidak salah namanya Torex), yang jelas harganya sangat mahal bagi saya, sekitar 1,3 juta untuk dua bulan dan diminum tiga kali sehari.
Bersambung ke : Jalan Panjang Untuk Adiknya Nindi (3)
Leave a Reply