“Bebas Polio……”
berteriak aku kegirangan ketika tahu, ayahku akan mengikuti KKN selama 3 minggu di salah satu desa terpencil. Senangnya bukan kepalang, karena dalam rentang waktu itu akulah yang akan jadi penguasa televisi. bebas menentukan chanel apapun yang aku suka. tidak harus menonton berita yang membosankan, tinju yang menjijikan ataupun siaran olahraga yang menjemukan. Hore…lompatku kegirangan kala itu… saat aku berusia 7 tahun. saat aku mengganggap ayahku adalah orang tergalak yang pernah ada di jagat raya ini.
Disiplin itu syarat sukses!
Ayahku adalah seorang guru di salah satu sekolah menengah atas di daerahku. Perawakannya tinggi, ramping, dan bersenyum manis dengan bentuk wajah yang (menurut ibuku) tergolong ganteng pada masa nya*uhuk.
Sejak kecil hidupnya sudah mandiri apalagi di tempa oleh didikan dadongku (nenek) yang cukup keras. Mungkin ini juga yang sedikit tidaknya turun pada gaya asuhnya padaku dan kakak perempuanku. Aku akui didikan ayahku cukup keras dalam artian disiplin dan kemandirian. Syarat mutlak menjadi anaknya mungkin tidak boleh cengeng atau mengeluh karena merasa tidak bisa. Ngunci di Gudang, di siram di wc, nyapu di kerikil jadi senjata pemungkas jika akau sudah mulai berulah dengan kakakku. ahh…. seperti romusha saja, pikirku waktu itu. Sebal.
Setelah mendapatkan hukuman biasanya kami dapatkan upah juga semisal susu beruang sekaleng berempat, VIT.C sekeping berempat, Puyung hai terpotong jadi empat atau sekedar plesiran dengan vespa tua mengunjungi beberapa tempat. Kenangan itu masih terpampang jelas dipikiranku hingga saat ini. dan seterusnya………
Jangan malas, lakukanlah!
Ayahku suka olahraga. Di bangku kuliah ayahku sudah aktif di berbagai amcam olahraga. Kata ibuku, dulu ayah adalah atlet tenis meja dan bola voli. jadi wajarlah ibuku kesemsem tingkat dewa sama bintang lapangan macam ayahku ini, hehehe. Hobi olahraganya ini terus berkembang hingga saat ini. Ayahku masih suka bermain tennis dan memang menjadi salah satu pemain yang diperhitungkan apabila ada turnamen tennis. Yuph dulu waktu kecil, aku sering diajak ke lapangan tenis oleh ayah. Bukan diajak main tenis, tetapi disuru jadi ‘kacung’ mungutin bola seliweran saat pertandingan berlangsung. Yah, dulu nurut aja diajak jalan aja uda syukur apalagi sampai dikasi upah, wah senangnya bukan main. Sejak SMP aku mulai jarang ikut ke lapangan tenis, selain karena sibuk di OSIS ayahku juga ga lagi memaksaku untuk ikutan mungutin bola. Dan sampai saat ini aku benar-benar belum pernah melakukan kegiatan itu lagi. kegiatan yang ternyata aku rindukan saat aku tinggal jauh dari ayahku.
Saat ayahku menjadi pembina sispala di SMA tempatnya mengabdi, aku masih suka ikut menjelajah menembus belantara. Dan bakat ayahku yang suka tantangan ini sepertinya menurun kepadaku, karena aku sangat menikmati ketika suatu saat aku berada di antara pepohonan, danau dan langit. Berjalan menembus padang ilalang dan semak belukar, menikmati saat peluh bercucuran di puncak gunung dan bukit. kegiatan yang sangat sering aku lakukan saat ini bersama kawan-kawanku tapi tidak lagi bersama ayahku sang pemimpin rombongan. Ternyata waktu, jarak dan kesibukan tidak mempertemukan kami dalam kesempatan seasyik dulu lagi, tapi aku masih berharap kesempatan itu akan terulang lagi.
Masa Kecilku itu….
Banyak kenangan saat aku kecil dulu bersamanya. Satu hal yang masih ku ingat hingga saat ini adalah ketika dulu aku ketiduran di kamar ayahku, ia mengangkat tubuh mungilku ke kamar sebelah. Katanya biar tidak terbiasa tidur sama orang tua. Tapi ketika aku terbangun tengah malam dan datang lagi ke kamarnya, ia tak menolak jika kami harus tidur bertiga. Ayahku aku dan ibuku. Ah… masa kecilku, manis sekali jika dingat kembali. :’)
Yang terbaik untuk ku….
Aku termasuk anak yang paling suka membangkang. Bahkan sebagai rasa pelampiasan kesalku padanya, aku sering melakukan hal-hal yang aku tahu tidak ia sukai. Aku sering lupa mematikan lampu kamar mandi, melempar buku usai membaca, meninggalkan TV dalam keadaan menyala, atau lupa mencuci piring usai makan. Entah mengapa aku sempat merasa ada sensasi puas ketika melakukan hal itu. Tapi belakangan tidak lagi, melihat wajahnya murung saja aku tak berani, apalagi memancing kemarahannya. ia sudah terlalu banyak berkorban untuk aku. Anak yang suka membuatnya kesal.
Dua tahun lalu saat ibuku melaksanakan operasi akibat kista, aku menyanggupi untuk menemani ayah menjaga ibu di Rumah Sakit. Kelemahan ayahku memang paling ga bisa kalau melihat salah satu diantara kami bertiga (aku, ibu, atau kakakku) berurusan dengan rumah sakit. Dulu ketika kakakku menjalani operasi, ayahku tidak pernah berani menampakkan diri ke dalam ruang operasi. Begitu pula ketika ibu menjalani hal serupa. Karena prihatin juga dengan situasi ini, akupun berjanji pulang ke kampung untuk ikut berbagi tugas dengannya merawat ibuku. Sedih, pilu dan kecewa waktu itu. Naasnya aku malah kecelakaan. Masuk ruang operasipun berbarengan dengan ibuku. dan untuk pertama kali dalam ketakutanku ayahku tak mengeluarkan kemarahannya sedikitpun. Ia mengintipku dari pintu luar Ruang Unit Gawat Darurat, yakinku ia hanya memastikan kalau aku masih hidup dan bisa membuatnya kesal lagi sekeluarnya aku dari Ruangan penuh darah itu.
Dua bulan ia merawatku seperti anak kecil yang tidak boleh lecet sedikitpun. Patah Tulang rahang cukup membuatku stress karena aku yang cerewet ga bisa koar-koar lagi. Ga bisa ketus sama dia lagi kalo perintahnya ga sesuai dengan apa yang ada dipikiranku. Dia memahami itu. dibiarkannya aku mencari posisi ternyamanku tanpa ada protes sediktipun darinya.
Termasuk ketika pacarku menemaniku siang malam di Rumah Sakit (dan aku tahu, saat itu ayahku merasa putrinya telah dewasa) jadi ingat waktu SMA dulu pernah diomelin sampe banting pintu gara-gara pergi sampai malam dengan mantan pacarku dulu. Tapi seiring berjalannya waktu, bapakku sudah mulai ramah dengan teman lelaki ku :’) senang rasanya bisa bersama dalam satu ruangan saat itu. bersama ayah dan pacarku, laki-laki dengan status kesabaran tingkat dewa. Ingat saat aku yang keras kepala ingin masuk kuliah pasca operasi, ayahkupun tak bisa melarangku. Hingga ia mengantar ke kost’an, dan mobil buntut kesayangannya tergores tembok gang kost’ku. Aku melihat mimik wajahnya yang tiba-tiba berubah kuyu, hendak marah tapi tak bisa. mungkin rasanya sama seperti nyeri di bagian perut sebelah kiri #ngilu
Ayahku lelaki yang super. Super sabar. Hari ini jadi ingat lagi, ketika dulu sewaktu SD ia harus menghadap guru ku karena aku terlibat perkelahian dengan siswa laki-laki. Ingat juga ketika secara diam-diam ia menontonku saat lomba baca puisi dan anak teladan. Jujur jika lomba aku sebenarnya paling anti jika harus di tonton sama orang tua. Takut diomelin kalo SALAH bukan jika KALAH. Tapi ia tetap memberiku semangat untuk terus berkarya.
Aktivitasku dalam berorganisasi kerap menyita waktu belajarku. Sebagai seorang anak guru, pendidikan bukanlah hal yang bisa ditawar dengan mudah. Taruhan jika nilaiku jelek adalah mengehentikan segala aktivitas non akademik. Ngeri membayangkan jika harus les tiap hari. Tapi syukur, sejauh ini masih aman-aman saja. Senang rasanya bisa memboyong kedua orang tua ke ibu kota saat menerima penghargaan dari presiden dan Unicef dulu. walau tidak dikatakan langsung, tapi senyum ayahku seperti mengungkapkan “DIA PUTRIKU” :’)
Dan ketika perkuliahan tak seramah keinginannya aku gagal dan menolak jadi dokter, aku batal jadi taruni sekolah kedinasan. Ia tetap bersabar mengantarku ke bukit tandus jimbaran 3,5 tahun yang lalu. Ikut panik cari Kost’an di tanah gersang dan ikut panik juga saat tahu kalau mata kuliahku saat ini belum tertebus semua. Alasannya masih sama karena aku pernah bolos ujian untuk menikmati kebebasan bertualang di belantara. Kembali ia hanya bisa mengelus dada…….
dan….
Entah mengapa subuh ini aku jadi melow mendadak, tiba-tiba kangen dengan suasana rumah dan keluarga kecilku. Orang-orang aneh yang perkasa dan luar biasa. Salah satunya ya ayahku…. Orang yang pertama kali mengenalkan pesawat kepadaku melalui plastik maskapai yang ia selipkan saat terbang untuk mengabdi di NTT dulu. Ia yang mengajari ku naik sepeda motor dan hampir nyungsep di payangan, dan ia yang membiarkanku meniti langkah meraih masa depan sesuai dengan keinginanku sendiri…..
happy bday my scary dad…
sueeeer dah, kalo senyum akan terlihat ganteng, tapi kalo marah terlihat lebih seksi……
:* (ketjup)
Tiba-tiba aku teringat lagu ini, lagu yang selalu mengiringi perjalanan kami dari Buleleng ke Gianyar
“Dimatamu masih tersimpan Selaksa peristiwa
Benturan dan hembasan terpahang dikeningmu
Kau nampak tua dan lelah keringat mengucur deras
Namun kau tetap tabah ….Meski nafasmu kadang tersengal
Memikul beban yang makin syarat
Kau tetap bertahan”
(dear pakboed :lagu-lagu yang sering kau putarkan dulu menjadi playlist favoritku kini)
terimakasih telah memproduksiku dad mom :* :*
Leave a Reply