ternyata itu bukan hanya soalan mengeratkan hati yang telah patah.
karena luka sudah tersembuhkan dari beberapa waktu yang lalu. setidaknya itulah yang aku lihat, entah sebagai bentuk kepura-puraan bahwa semua sudah menjadi baik – baik saja, atau karena dia enggan menunduk untuk menutupi ketidakberdayaannya.
tapi senyumnya kembali menegaskan hal itu. menyingkirkan keragu-raguan yang beberapa waktu sebelumnya menghinggapiku.
tak usahlah kamu khawatirkan, aku bisa jaga diri.
lalu dia beranjak, dan berjalan lagi. dan aku hanya bisa memandangi punggungnya, berlalu sebelum riuh menelannya. berusaha untuk mengabadikan bayangnya, sebelum lupa menghapus ingatan tentangnya.
kami bertemu lagi setelah sekian kali sibuk dengan kehidupan sendiri. masa lalu ternyata bisa berubah menjadi sesuatu yang menakutkan, dan berusaha untuk dihindari. menjadi momok, seakan pusaran magnet yang menarik – narik dan membebani langkah kaki. melihatku, mungkin seperti ketika dia melihat bayangnya sendiri. pada sebuah saat dimana kisah lalu seperti terefleksikan dan berhadap – hadapan.
aku sangat paham, itu tak gampang.
lalu keputusannya untuk kembali melangkah setelah terlahirpun masih harus tersendat pada kepercayaan yang belum sepenuhnya kembali terangkai. sedikit saja ketidakepatan sudah berbuah kecurigaan. padanya aku melihat, ternyata proses patah hati tidak terhenti ketika kepingan itu telah bersatu kembali, melainkan masih berlanjut, mengatasi ketakutan untuk patah lagi.
dan menjaga, ternyata lebih sulit daripada ketika menyatukannya.
Leave a Reply