Dunia Tanpa Batas dan Kertas

Chief Executive Microsoft Steve Ballmer mungkin berlebihan. Pengganti Bill Gates ini meramal bahwa sepuluh tahun mendatang semua media, komunikasi, dan iklan akan tutup. Dalam wawancaranya dengan Washington Post tersebut, Ballmer menyampaikan premisnya bahwa semua media akan didistribusikan lewat internet. Semuanya akan dalam bentuk digital.

Ramalan Ballmer ini meneruskan ramalan pendahulunya, Gates. Sebelumnya manusia terkaya di dunia versi majalah Forbes ini juga pernah meramalkan bahwa semua media cetak akan tutup pada tahun 2000. Tapi sudah hampir sepuluh tahun berlalu, media cetak toh masih hidup. Media cetak masih jadi bagian dari hidup manusia saat ini.

Aku sendiri yakin bahwa media cetak tidak akan hilang. Setidaknya dalam sepuluh tahun mendatang. Media cetak dan media online tidaklah saling meniadakan. Mereka bisa hidup berdampingan dan saling mengisi.

Meski demikian ramalan itu tetap perlu diwaspadai. Sebab memang tak sedikit bukti bahwa ramalan itu akan terjadi. Di antaranya adalah bergugurannya media cetak di dunia. Kabar terakhir adalah rencana New York Times untuk mengurangi beberapa rubrik mingguannya. Mereka akan mengoptimalkan koran versi online.

Keputusan salah satu koran terbesar di dunia untuk mengurangi halaman itu menyusul tumbangnya beberapa media cetak lain sebelumnya seperti The Christian Science Monitor, Seattle Post-Intelligencer, Rocky Mountain News, Tribune Co, dan lain-lain.

Di Indonesia juga terjadi hal yang sama. Menurut riset AC Nielsen pada tahun lalu, pembaca majalah di Indonesia anjlok hingga 24 persen, pembaca tabloid turun 12 persen, dan koran berkurang 4 persen.

Serikat Penerbit Surat Kabar punya data yang lebih ekstrim, 71 persen media di Indonesia saat ini sudah bangkrut!

Ini data lengkapnya. Sebelum 1999 “hanya” ada 289 media cetak di Indonesia. Setelah lahir Undang-undang Pers No 40/1999, ada 1.678 media di Indonesia. Namun saat ini tinggal 487 yang bertahan.

Selain karena krisis global dan persoalan manajemen, penyebab penting tutupnya media adalah karena berkurangnya jumlah pembaca. Makin sedikit orang yang membaca media cetak. Mereka beralih ke media online. Sebagai contoh setiap bulan situs Kompas.com dikunjungi 66 juta kali, sementara page-view mencapai hampir 200 juta kali.

Fakta lainnya, ketika media cetak berguguran, media online atau blog justru menjamur. Sebagian besar media konvensional pun kini punya blog. Lihat saja Tempo, Kompas, SCTV, Vivanews, dst. Media-media mainstream tersebut saat ini juga memberikan tempat untuk blog sebagai bagian dari medianya.

Menurut Enda Nasution, salah satu blogger terkemuka Indonesia, pada 2006 lalu ada sekitar 300 ribu blog. Tiap tahun jumlahnya naik dua kali lipat. Maka tahun ini bisa saja mencapai angka satu juta. Meski banyak yang mengatakan bahwa aktivitas blogging di Indonesia sedang megap-megap akibat masifnya pengguna baru Facebook, namun secara umum blog masihlah menggeliat. Terus bertambah.

Pengguna blog bisa dipastikan terus bertambah. Hal ini seiring dengan terus bertambahnya jumlah pengguna internet. Menurut perusahaan penyedia layanan internet First Media saat ini ada 25 juta pengguna internet di Indonesia. Kenaikannya dalam 10 tahun terakhir mencapai 1000 persen.

Maka, masa depan media ada di internet. Salah satunya adalah blog.

Sejarah lahirnya blog tidak bisa dilepaskan dari kebiasaan oran untuk mencatat kegiatannya sehari-hari. Lalu catatan itu kemudian dimasukkan di internet. Dari sini pula kata weblog berasal, web yang mengacu pada website dan log yang berarti catatan harian, ini biasanya dipakai di kapal.

Kata weblog mulai disebut sejak 1997. Dua tahun kemudian, kata itu menjadi lebih singkat setelah disebut saja dengan kata blog. Dari yang awalnya hanya menjadi catatan harian, blog makin dikenal setelah pada Pemilu 2004 di Amerika Serikat, para capres juga mengundang blogger dalam kampanyenya. Blogger disejajarkan dengan pilar keempat demokrasi lainnya seperti jurnalis dan kolumnis.

Dibandingan dengan media mainstream yang penuh aturan, blog memang punya keunggulan karena dia bebas. Tapi kadang-kadang ini juga jadi masalah: terlalu bebas sampe kebablasan!

Toh blog tetap punya keunggulan yang sekaligus jadi ciri khas. Antara lain adalah personal, mudah, kebebasan, interaksi, kecepatan, konvergensi, dan disintermediasi. Personal karena blog pada umumnya adalah cerita-cerita personal. Atau kalau toh cerita tentang hal lain pasti ditulis dengan gaya sangat personal. Ada keterlibatan penulis dalam masalah yang dicerita itu.

Blog itu mudah karena untuk mengelola blog tidak perlu kemampuan tingkat tinggi di bidang teknologi informasi. Saya yang tidak ngerti soal kode html dan tetek bengek lain pun dengan mudah bisa mengelola blog. Juga termasuk memproduksi informasi di dalam blog.

Sedangkan interaksi terjadi karena di dalam blog, ada interaksi langsung antara penulis dengan pembaca. Tak hanya bisa berkomentar, penulis juga bisa mengkritik, mengoreksi, atau sekadar memberi jejak bahwa dia sudah membaca tulisan tersebut. Ini sesuatu yang tidak ada di media umum.

Blog juga memiliki kecepatan dibanding media umum. Begitu ada peristiwa, blogger bisa langsung menuliskannya di blog. Tidak seperti di koran harian atau majalah, blog lebih cepat bisa menyampaikan informasi. Cuma ya dia tetap bersaing dengan TV atau media online lain.

Keunggulan lain dari blog adalah konvergensi, menggabungkan banyak fungsi pada satu alat. Dalam blog bisa ada video, audio, teks, ilustrasi, dan seterusnya. Adapun disintermediasi adalah situasi di mana antara penyampai informasi dengan penerimanya tak melalui media yang lain. Contohnya kalau blogger itu publik figur, katakanlah artis atau pejabat. Mereka tidak lagi perlu koran atau media lain untuk menyampaikan informasi. Mereka memutus media yang lain dengan hanya menuliskannya di blog.

Tema blog sendiri sangat beragam. Dia bisa berupa catatan tentang pekerjaan, hobi, dan seterusnya. Dengan beragamnya tema ini pula, maka blog memang dunia tanpa batas..

*Bahan disampaikan saat diskusi atas nama Bali Blogger Community bersama Asosiasi Desain Grafis Indonesia (ADGI) Bali. Diskusinya Sabtu (18/4) di Bale Timbang, Penatih Denpasar..


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *