CURHAT TENTANG “SESAT HUKUM” [2];
ADA APA PAK JAKSA?
By: Gendo
Melanjutkan curhat lagi akhhh…..
Setelah proses berjalan, 2 tersangka pembunuh pasutri tersebut akhirnya dilimpahkan ke kejaksaan. Selanjutnya pihak kejaksaan melimpahkan mereka ke pengadilan dan ditetapkan sebagai terdakwa. Sebut saja mereka sebagai Terdakwa B dan Terdakwa C.
Yang pertama periksa dan diadili di persidangan adalah terdakwa B. Persidangan digelar dengan tatacara peradilan anak, karena si B masih berusia 18 tahun. Dengan demikian persidangan si B dilakukan secara tertutup dan tidak bisa dipantau secara terbuka.
Namun demikian persidangan tersebut begitu menyentak. Bukan karena peristiwa pembunuhannya ataupun situasi persidanggnya yang membuat terkejut. Ternyata perilaku Jaksa Penuntut Umum tidak professional telah menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM.
Dalam surat dakwaan yang dibuat dan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum atas terdakwa B, Jaksa penuntut Umum menuliskan dalam dakwaannya terutama dalam dakwaan lebih subsider bahwa” Terdakwa B bersama dengan Terdakwa C (Terdakwa dalam berkas terpisah) dan bersama si A (terdakwa dalamberkasa terpisah) …dst”
Coba bayangkan, bagaimana Jaksa Penuntut Umum begitu gegabah menulis dan menyebut nama si A sebagai Terdakwa dalam berkas terpisah dalam surat dakwaan si B. Sementara fakta hukumnya sampai curhat ini dibuat status hukum si A adalah sebagai saksi..sekali lagi sebagai SAKSI!
“Logika hukum mana yang mampu menjelaskan fenomena ini? Ilmu hukum mana pula yang mampu menjelaskan kejadian ini?”, otak saya diserang pertanyaan itu bertubi-tubi.
Bolehkah seorang Jaksa penuntut Umum menuliskan nama seseorang yang bukan berstatus terdakwa dalam sebuah dakwaan orang lain? Sepanjang ingatan saya dan berdasarkan pencarian literatur ternyata tidak ada satupun referensi hukum yang mampu menjawab itu. Kecuali kesimpulannya, bahwa Jaksa Penuntut Umum dapat diduga ceroboh atau bahkan dapat diduga kuat mempunyai kepentingan lain terhadap penyebutan nama si A. Hanya Jaksa Penuntut Umum-lah yang tahu akan hal ini.
Yang jelas akibat perbuatan Jaksa Penuntut Umum tersebut telah secara nyata melanggar hak asasi si A atas fair trial. Si A telah di stigma, dilabelling, dicap sebagai terdakwa padahal sampai detik ini tidak ada satupun dokumen hukum yang menyatakan si A sebagai terdakwa.
Selain itu, penyebutan si A sebagai Terdakwa dalam surat dakwaan si B berakibat kepada perlakuan yang sangat tidak adil terhadap si A. Ketika si A dipanggil oleh Jaksa Penuntut Umum untuk hadir sebagai saksi di persidangan si B, si A diperiksa seolah-olah sebagai saksi mahkota. Diperiksa, seolah-olah si A adalah terdakwa dalam berkas lain.
Memang menyakitkan melihat realitas seperti ini.
Bahkan akibat perbuatan Jaksa penuntut Umum, putusan hakim juga menjadi tidak professional dengan menyeret-nyeret nama si A.
“Mmmmmmm, peradilan sesat terjadi lagi, dan aparat penegak hukum tidak pernah belajar dari kasus Sengkon dan Karta serta korban peradilan sesat lainnya”, hati saya berontak
===============================================
Denpasar, sabtu 24072010
Leave a Reply