ketika bertemu teman lama yang tidak tinggal di kota ini, hal yang seringkali mereka tanyakan adalah , “bagaimana bisa kamu betah di jakarta?”
karena mereka tahu, saya dulu tidak pernah menyukai kota ini. alasannya ya jamak lah, macet, polusi yadayadayada, hingga jakarta adalah pilihan terakhir seandainya saya harus memilih mau tinggal dimana.
“dua tahun. dua tahun adalah waktu yang aku butuhkan untuk bisa menikmati jakarta.” dan dua tahun itu adalah ketika saya mulai akrab dengan angkutan umum, dengan rute-rute, dengan kekhawatiran-kekhawatiran yang semakin lama semakin menipis.
ketika saya menemukan potongan-potongan wajah jakarta yang tak pernah sama. kadang beringas, kadang melankolis, kadang optimis, kadang bengis. dan kadang, jakarta sungguhlah manis. coba saja lihat apa yang saya temukan di minggu pagi selepas hujan, dari taman menteng ke stasiun cikini.
|
anak-anak muda yang bersantai kayak di pantai. |
|
trotoar yang hijau dan lengang. |
|
bapak petugas kebersihan yang tidak libur. |
|
kantuk yang lebih panjang dari malam. |
|
pohon-pohon besar di pinggir jalan. |
|
akar beringin yang bergelantungan. |
|
hijau yang segar selepas hujan. |
|
trotoar dan daun yang berguguran. |
Leave a Reply