Bumi Terlalu Kecil Untuk Seluruh Kebencian Ini!

(Sebuah Kegalauan)
oleh

Agung Wardana

Mendengar kabar dari tanah air pagi ini, seorang pastor HKBP ditikam senjata tajam dan harus dirawat di rumah sakit. Sebelumnya, Jemaat HKBP diminta oleh polisi untuk tidak melakukan kebaktian pada hari minggu karena mengantisipasi terulangnya keributan dengan Front Pembela Islam (FPI).

Sementara itu di depan Gedung Putih, meringatan Peristiwa 09/11, sekelompok Kristen Konservatif merobek beberapa bagian Al-Qur’an yang dianggap menjadi doktrin kekerasan dari umat Islam kepada umat Kristen, Yahudi, dan kaum yang dianggap kafir. Aksi ini paralel dengan penolakan pembangunan mesjid di seputaran Ground Zero, New York.

Di Afganistan, beberapa orang tertembak mati dalam demonstrasi menentang rencana pembakaran Al-Qur’an oleh seorang pendeta di AS. Walaupun akhirnya rencana tersebut dibatalkan, para demonstran di Indonesia mengajak umat untuk membakar sang pendeta dan menghalal-kan nyawa-nya untuk dicabut.

Dibelahan bumi yang lain, seorang politisi Belanda membuat film dokumenter membandingkan Al-Qur’an dengan Mein Kampf-nya Nazi Jerman. Menjustifikasi asumsinya dengan cuplikan-cuplikan dakwah para pemimpin Islam radikal yang ingin menguasai Eropa, Inggris, Amerika, bahkan dunia dengan syariah.

Pemuda di Inggris bergabung dalam kelompok ultra-nasionalis English Defence League (EDL) yang katanya menolak kelompok Islam radikal secara damai, namun dalam prakteknya dipenuhi dengan rasa kebencian ras dan mendeskriditkan imigran sebagai penyebab mereka menjadi pengangguran.

Tidak berbeda jauh dengan dunia maya, facebook bertajuk kebencian beragama bermunculan mulai dari yang mengglobal anti-Islam’, anti-Kristen, hingga yang paling local anti-Hindu dan Bali. Komentar pun berpadu haus darah, dan hasrat menegasikan kemajemukan serta memberikan generalisasi ‘bule’, ‘Amerika’, ‘Yahudi’, ‘Kafir’, ‘Jawa’, ‘Islam’, dan banyak istilah lainnya lagi.

Kaum kiri gagap menghadapi kompleksitas dunia yang tidak hanya berbasis kelas sebagaimana dogma Marx. Kaum liberal berkoar-koar tentang kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi, namun kemudian direspon sebagai tindakan ‘politically correctness’ oleh kaum konservatif. Dengan mengatakan ‘Islam adalah sebuah ideologi tidak jauh beda dengan Nazisme. Disaat mereka minoritas mereka akan coba berkedok toleran namun jika mereka telah menjadi mayoritas mereka akan mendominasi dan menindas’.

Namun, bukankah orang radikal di Kristen, Katholik, Yahudi, Hindu dan diberbagai agama lainnya juga mengobarkan semangat yang sama? Menganggap ajaran mereka paling benar dan memimpikan dunia yang homogen dibawah panji kuasa mereka.

Sementara itu kelompok yang katanya moderat tidak mau berkomentar lebih jauh dan tidak berani mengutuk kebiadan yang mengklaim nama tuhan. Apakah ini tanda bahwa jauh di dalam hatinya, mereka memberikan persetujuan pasif karena ada keinginan kuat untuk menjadikan agama-nya sebagai dominan dimuka bumi?

Jika iya, maka dengan demikian yang berbeda cuma cara untuk mencapainya saja. Ada yang menggunakan jalur konfrontasi atau kekerasan, namun ada yang menggunakan jalur diplomasi lewat misionaris, dakwah maupun duta. Atau sebenarnya keduanya seperti mata koin yang tidak dapat dipisahkan, mirip mainan anak-anak ‘Bad Cop and Good Cop’ (polisi jahat dan polisi baik)?

Apakah sebenarnya yang menjadi akar dari hasrat untuk mendominasi ini? Mungkinkah ini membuktikan tesis seorang profesor dari Universitas Oxford, Richard Dawkin? Lewat buku maupun 2 film dokumenter, ia mengatakan bahwa agama adalah ‘the root of all evil?’ (akar dari seluruh kedengkian). Selain itu ia mengutip juga Steven Weinberg, seorang fisikawan, bahwa

‘Religion is an insult to human dignity. With or without it, you’d have good people doing good things and evil people doing bad things, but for good people to do bad things, it takes religion’

(Agama adalah sebuah penghinaan terhadap martabat manusia. Dengan atau tanpa agama, yang ada hanya orang baik yang melakukan kebaikan dan orang jahat yang melakukan hal yang buruk, namun, untuk orang baik yang melakukan hal yang buruk, maka ia gunakan agama sebagai landasannya – terjemahan bebas).

Seandai-nya turun sebuah surat dari surga yang menyatakan bahwa surga telah kehabisan tempat akibat kaplingnya telah diborong oleh pialang saham di Wallstreet dan London. Maka tidak akan ada orang yang membunuh orang lain demi mendapatkan surga. Pun, tidak ada penyambutan untuk para martir oleh bidadari surga karena sang bidadari memilih untuk menyambut para turis di bandara Ngurah Rai, Bali.

Seandainya iblis neraka mengatakan bahwa neraka sedang mengalami global cooling dan krisis energi sehingga api neraka tak lagi panas. Maka, iblis neraka dan manusia akan bekerja sama untuk mengatasinya, karena mereka sama-sama terkena dampak perubahan iklim. Tebak, siapa yang akan menjadi calo karbon-nya?

Jika Tuhan cukup puas dengan posisi politik-nya saat ini sebegai entitas yang hanya disembah manusia, maka ia tidak akan mencari keuntungan ekonomi dengan menjadi calo. Namun masalahnya, apakah selama ini tuhan memiliki perasaan?

Maaf, ini hanya sekedar coretan tentang kegalaun dalam hati bagaimana kita impoten untuk hidup berdampingan dalam kemajemukan dan kedamaian. Ini bukanlah tulisan dari seorang politisi ataupun agamis yang bertujuan untuk mendeskriditkan kelompok tertentu, namun hanya goresan pena seorang yang mencoba peduli terhadap kemanusiaan.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *