Ilusi tentang wakil raja Majapahit di Bali pun pecah juga.
Media lokal maupun nasional di Bali memberitakannya Senin kemarin. Semua bertema kurang lebih sama, raja-raja di Bali tak mengakui dan malah menggugat klaim anak muda Bali sebagai keturunan Majapahit di Bali.
Anak muda itu bernama I Gusti Ngurah Arya Wedakarna. Di website pribadinya dia menulis dirinya sebagai His Majesty King of Majapahit Bali Sri Wilatikta Tegeh Kori Kresna Kepakisan I Dr. Shri I Gusti Ngurah Arya Vedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa III.
Yak. Begitulah nama lengkap dan gelarnya. Amat panjang.
Melalui website pribadi ataupun media arus utama, selama ini dia mengaku sebagai Raja Majapahit di Bali. Tak hanya di media, ke mana-mana juga dia mengaku sebagai Abhiseka alias orang yang sudah diangkat sebagai Raja Majapahit di Bali.
Klaim ini yang kemudian digugat raja-raja di Bali melalui pertemuan di Gianyar dua hari lalu.
Gugatan terhadap Wedhakarna yang mengaku sebagai keturunan Raja Majapahit di Bali ini secara tak langsung, menurutku, sekaligus gugatan pada media lokal yang selama ini mau saja meneruskan klaim orang ini.
Bayar
Selama ini, Arya Wedhakarna memang mengklaim diri sebagai perwakilan Raja Majapahit tersebut lewat salah satu media lokal di Bali. Hampir tiap hari dia muncul di sana dengan segala berita tentang kebesarannya.
Berita itu kadang-kadang tentang hal tak masuk akal, setidaknya bagiku. Contoh berita tak masuk akal ini antara lain bahwa dia mendapat wahyu (pawisik) di satu tempat.
Oke, mendapat pawisik ini memang sesuatu yang irasional. Ini hal tak terlihat mata (niskala) yang memang kadang bisa terjadi di Bali. Cuma, menurutku, tak bisa sembarang orang akan mengalaminya lalu gembar-gembor ke media.
Toh, hal irasional ini bisa masuk koran karena dia memang bayar. Media tertua di Bali ini memang punya kebijakan tersendiri soal berita iklan ini. Mereka menerima berita tentang apa saja selama si pengirim itu membayar layaknya iklan.
Dan, mau berita apa pun itu ya pasti masuk karena dia sudah bayar. Beberapa teman pernah mengalami hal ini, membayar terlebih dulu biar beritanya bisa masuk koran tersebut.
Begitu pula dengan Arya Wedhakarna. Dia bisa masuk koran tiap hari karena sudah bayar ini. Ironisnya, tak ada pagar api dalam berita ini sebagai penanda bahwa dia berita iklan. Maka, pembaca yang tak cukup melek media tak akan tahu bahwa tulisan tersebut iklan, bukan berita sebenarnya.
Seorang teman, mantan wartawan media lokal tersebut, bercerita kalau Arya Wedhakarna ini membayar sampai puluhan juta per bulan agar berita tentang dirinya bisa masuk media setiap hari. Hebat dan mahal benar.
Distorsi
Karena ini berita berbayar, maka terserah pembayarnya mau menulis dirinya seperti apa. Dan media mbok ya rasional sedikitlah. Kalau memang tak bisa menolak kuasa uang di balik iklan, seharusnya media tak memasukkan iklan tersebut apa adanya.
Parahnya lagi, pembaca juga tak banyak yang tahu bahwa tulisan tersebut adalah iklan, bukan berita. Tak sedikit yang percaya berita tersebut, bahkan mereka yang di kalangan terdidik sekalipun.
Inilah distorsi, berita yang diproduksi dengan manipulasi. Tak sesuai kenyataan di lapangan. Maka, korbannya adalah pembaca media. Mereka yang tak cukup melek media akan percaya dan meyakini kebenaran iklan seolah-olah berita tersebut.
Lalu, bagi banyak orang, distorsi yang berulang ini akan jadi ilusi. Seolah-olah memang benar ada Raja Majapahit di Bali ini. Beberapa teman di Bali ada yang menggugat dalam diam atau menjadikan klaim ini sebagai bahan becandaan. Tapi ya gitu, belum ada yang menyatakannya secara terbuka.
Syukurlah kalau akhirnya sekarang gugatan itu muncul juga. Semoga bisa membuka mata banyak orang juga bahwa klaim berlebihan ini memang tak berdasar. Dan, tulisan di media tersebut hanyalah iklan, bukan berita. Tak usah dipercaya begitu saja.
Foto dari website Vedakarna.
Leave a Reply